Minggu, tanggal 2 Oktober 2022 sore, tidak seperti hari Minggu biasanya. Suasana di depan pintu Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu begitu tenang, bahkan sepi.

Ketenangannya pun disambut dengan gelayut awan atau mendung yang berada di atas langit stadion dengan kapasitas 42.449 tempat duduk itu.

Biasanya kalau Hari Minggu atau hari libur, suasana di pintu stadion itu selalu ramai dengan hadirnya pedagang kaki lima serta persewaan sepeda angin, becak mini dan motor-motor mini untuk anak-anak bermain.

Stadion yang terletak di Kecamatan Kepanjen itu memang menjadi pusat keramaian dan ekonomi warga pada hari libur, khususnya Minggu.

Maklum pusat perbelanjaan atau mal serta tempat keramaian layaknya pusat kota, terlalu jauh untuk dijangkau oleh warga di sekitar lokasi, sehingga stadion yang mulai dibuka pada 9 Juni 2004 itu selalu menjadi jujugan (tujuan utama) untuk bersantai warga sekitar Kepanjen.

Namun, aspal di depan stadion yang biasanya bersih dan aman untuk anak-anak berlari serta bersepeda itu kini tampak kotor, dengan berserakan sisa kaca botol. Kondisi itu membuat hamparan luas tempat bermain itu tidak ramah lagi buat anak, karena untuk dilewati saja sangat berbahaya.

Bekas kaca botol, batu ban bekas, serta sisa pembakaran kayu dan mobil yang berserakan itu merupakan saksi bisu kerusuhan yang terjadi di dalam Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10) malam.

Kerusuhan itu, membuat perputaran ekonomi dan jujugan warga sekitar Kepanjen mandeg, tak ada lagi senyum anak berlari mengejar sepeda dan aktivitas pedagang kaki lima di dalam stadion.

Semuanya hilang pada Minggu senja itu, karena akses masuk stadion ditutup total oleh kepolisian untuk kepentingan identifikasi setelah terjadi kerusuhan yang menewaskan seratusan lebih orang.

Suasananya pun berbeda. Bunga duka cita dari warga yang ditaburkan pada patung Kepala Singa yang ada di depan stadion tidak mampu menyambut kaki yang masuk stadion ini dengan senyuman, sebab lokasi stadion mencekam dengan beberapa sisa-sisa kerusuhan dengan korban meninggal dalam peristiwa itu di atas 150 orang.

Bekas kerusuhan di Suasana Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang, Minggu (2/10) sore (ANTARA/Aribowo Sujipto)

Kerusuhan Kanjuruhan

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan terjadi pascapertandingan sepak bola antara tuan rumah Arema FC yang kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3.

Kerusuhan ini berawal saat suporter Arema FC kecewa dengan kekalahan tim dukungannya itu. Para suporter Arema FC kemudian melampiaskan emosi dengan turun ke lapangan mengejar pemain dan ofisial, sehingga polisi berupaya menghalau, termasuk menembakkan gas air mata.

Penonton yang panik berlari ke pintu keluar, sehingga terjadi penumpukan. Akibatnya fatal, banyak penonton yang jatuh dan kemudian terinjak-injak, terhimpit, dan mengalami sesak nafas.

Kerusuhan ini pun sampai menjadi sorotan beberapa media asing, seperti di China, yakni CGTN. Media penyiaran televisi China berjaringan internasional itu pada Minggu pagi menurunkan laporan soal kerusuhan itu.

Baca juga: Manajemen Arema FC dukung proses investigasi tragedi Kanjuruhan Malang

Baca juga: Cerita penjaga warung depan stadion saat tragedi Kanjuruhan

Selain itu, salah satu media asal Inggris, The Guardian melaporkan 120 orang tewas dalam kerusuhan setelah Arema FC harus menelan dari Persebaya Surabaya dengan skor 2-3.

Serta media asal Amerika Serikat, New York Times turut mengabarkan soal kerusuhan ini dan menuliskan beberapa orang tewas setelah lusinan suporter masuk ke lapangan seusai pertandingan.

Sorotan itu wajar, karena kerusuhan tersebut menelan korban jiwa terbesar kedua dalam sejarah kerusuhan di stadion sepak bola.

Tragedi pertama, dikutip dari laman footballgroundguide.com, terjadi di Stadion Nasional (Estadio Nacional), Lima, Peru, saat laga Peru vs Argentina pada 1964, yang menewaskan 326 orang.

Kerusuhan itu terjadi akibat banyak penonton yang terinjak-injak, sebab akses pintu dihalau polisi setelah adanya kerusuhan.

Tragedi dengan jumlah terbesar kedua adalah di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10) malam, usai pertandingan antara tuan rumah Arema FC yang kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3.

Tragedi ketiga, terjadi Stadion Olahraga Accra, Ghana, yang mempertandingkan laga antara Heart of Oak vs Kotoko pada 2001 menyebabkan 126 orang meninggal.

Fans dari Kotoko bereaksi buruk dengan melemparkan botol dan kursi ke lapangan yang direspons polisi dengan gas air mata, yang membuat para penggemar Kotoko keluar.

Selain itu, orang nomor satu di Tanah Air, Presiden Joko Widodo pun bersuara dan memerintahkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memberikan pelayanan terbaik kepada korban yang dirawat di rumah sakit.

Jokowi juga memerintahkan Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan pertandingan sepakbola dan juga prosedur pengamanan penyelenggaraan pertandingan tersebut.

Secara khusus, Jokowi meminta Kapolri untuk melakukan investigasi dan mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan yang berdasarkan data saat ini telah menewaskan 129 orang tersebut.

Tentunya, kita semua berharap tragedi di Kanjuruhan Malang adalah yang terakhir kali di Tanah Air, karena tidak ada nyawa seharga sebuah pertandingan sepak bola.

Selain itu, tujuan utama datangnya suporter atau pendukung sepak bola ke stadion adalah mendukung tim kesayangannya serta mencari hiburan, dan bukan mencari celah berbuat rusuh, apalagi mencari jalan kematian.(*)



 

Pewarta: Abdul Malik Ibrahim

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022