Juru sita Pengadilan Negeri Surabaya mengeksekusi rumah I Made Sukarta yang dikenal sebagai pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Timur di era Gubernur Soekarwo.
Rumah di Jalan Sidosermo PDK V/ 377 Surabaya itu dibeli Made Sukarta atas nama putrinya Ni Luh Putu yang bekerja sebagai dokter kesehatan anggota Kepolisian Daerah Jatim.
"Eksekusi kami lakukan atas putusan PN Surabaya berdasarkan sertifikat nomer 1272," kata Juru Sita PN Surabaya Ferry Isyono di sela pelaksanaan eksekusi pengosongan rumah, Rabu.
Menurut putusan PN Surabaya berdasarkan sertifikat nomer 1332, rumah di Jalan Sidosermo PDK V/ 377 tersebut milik Feryna Juliani, selaku pemohon eksekusi.
Di pihak lain, I Made Sukarta juga memiliki bukti kepemilikan sertifikat rumah tersebut atas nama putrinya Ni Luh Putu.
Oleh karena itu, saat pra-eksekusi yang dimediasi Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya beberapa waktu lalu, Made Sukarta menolak menjalankan perintah PN Surabaya untuk mengosongkan rumahnya.
"Saya menolak eksekusi karena membeli rumah ini sesuai prosedur," kata Babe, sapaan akrabnya.
Sumarso S.H. yang bertindak sebagai kuasa hukum pemohon eksekusi Feryna Juliani mengisahkan kliennya membeli rumah yang selanjutnya menjadi objek sengketa di Jalan Sidosermo PDK V/ 377 itu pada tahun 2009 seharga Rp550 juta dari pemiliknya Fandriyani dan Adi Wijaya.
"Namun, sertifikatnya dijanjikan akan diserahkan pada tahun 2010," katanya.
Janji pemilik awal untuk menyerahkan sertifikat rumah kepada Feryna Juliani yang telah membelinya ternyata tidak ditepati. Feryna didampingi Kuasa Hukum Sumarso kemudian melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya dan dinyatakan menang.
Pada tahun 2013, saat akan dilakukan eksekusi pada objek rumah tersebut, tiba-tiba muncul perlawanan hukum dari seseorang bernama Faturosyid.
Ternyata pemilik awal Fandriyani dan Adi Wijaya juga telah menjual rumah tersebut kepada Faturosyid. Bisa jadi karena itu pula Feryna tak kunjung mendapatkan sertifikatnya karena oleh pemilik awal telah diberikan kepada Faturosyid.
Namun, putusan PN Surabaya tidak memihak pada gugatan yang dilayangkan Faturosyid. Pun melalui upaya Peninjauan Kembali (PK) yang proses hukumnya berlangsung hingga tahun 2013, Faturosyid dinyatakan kalah.
Pada sekitar tahun 2013 itu, Made Sukarta mengaku membeli rumah tersebut sekaligus menerima sertifikatnya dari Faturosyid seharga Rp1,8 miliar. Sertifikatnya langsung dibalik nama atas nama putrinya Ni Luh Putu.
"Waktu itu kondisi rumah tidak terawat, ditumbuhi alang-alang yang menjulang tinggi," katanya, mengenang. Babe lantas merenovasinya menjadi rumah mewah yang kini terlihat asri.
Mantan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pemprov Jatim yang saat ini sedang menikmati masa pensiun itu tampak tak berdaya saat juru sita PN Surabaya tadi pagi datang untuk mengeksekusinya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Rumah di Jalan Sidosermo PDK V/ 377 Surabaya itu dibeli Made Sukarta atas nama putrinya Ni Luh Putu yang bekerja sebagai dokter kesehatan anggota Kepolisian Daerah Jatim.
"Eksekusi kami lakukan atas putusan PN Surabaya berdasarkan sertifikat nomer 1272," kata Juru Sita PN Surabaya Ferry Isyono di sela pelaksanaan eksekusi pengosongan rumah, Rabu.
Menurut putusan PN Surabaya berdasarkan sertifikat nomer 1332, rumah di Jalan Sidosermo PDK V/ 377 tersebut milik Feryna Juliani, selaku pemohon eksekusi.
Di pihak lain, I Made Sukarta juga memiliki bukti kepemilikan sertifikat rumah tersebut atas nama putrinya Ni Luh Putu.
Oleh karena itu, saat pra-eksekusi yang dimediasi Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya beberapa waktu lalu, Made Sukarta menolak menjalankan perintah PN Surabaya untuk mengosongkan rumahnya.
"Saya menolak eksekusi karena membeli rumah ini sesuai prosedur," kata Babe, sapaan akrabnya.
Sumarso S.H. yang bertindak sebagai kuasa hukum pemohon eksekusi Feryna Juliani mengisahkan kliennya membeli rumah yang selanjutnya menjadi objek sengketa di Jalan Sidosermo PDK V/ 377 itu pada tahun 2009 seharga Rp550 juta dari pemiliknya Fandriyani dan Adi Wijaya.
"Namun, sertifikatnya dijanjikan akan diserahkan pada tahun 2010," katanya.
Janji pemilik awal untuk menyerahkan sertifikat rumah kepada Feryna Juliani yang telah membelinya ternyata tidak ditepati. Feryna didampingi Kuasa Hukum Sumarso kemudian melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya dan dinyatakan menang.
Pada tahun 2013, saat akan dilakukan eksekusi pada objek rumah tersebut, tiba-tiba muncul perlawanan hukum dari seseorang bernama Faturosyid.
Ternyata pemilik awal Fandriyani dan Adi Wijaya juga telah menjual rumah tersebut kepada Faturosyid. Bisa jadi karena itu pula Feryna tak kunjung mendapatkan sertifikatnya karena oleh pemilik awal telah diberikan kepada Faturosyid.
Namun, putusan PN Surabaya tidak memihak pada gugatan yang dilayangkan Faturosyid. Pun melalui upaya Peninjauan Kembali (PK) yang proses hukumnya berlangsung hingga tahun 2013, Faturosyid dinyatakan kalah.
Pada sekitar tahun 2013 itu, Made Sukarta mengaku membeli rumah tersebut sekaligus menerima sertifikatnya dari Faturosyid seharga Rp1,8 miliar. Sertifikatnya langsung dibalik nama atas nama putrinya Ni Luh Putu.
"Waktu itu kondisi rumah tidak terawat, ditumbuhi alang-alang yang menjulang tinggi," katanya, mengenang. Babe lantas merenovasinya menjadi rumah mewah yang kini terlihat asri.
Mantan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pemprov Jatim yang saat ini sedang menikmati masa pensiun itu tampak tak berdaya saat juru sita PN Surabaya tadi pagi datang untuk mengeksekusinya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022