Ribuan orang menyemut di sepanjang jalan utama Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu, menggelar selamatan kampung sebelum memulai ritual adat Keboan Aliyan.
Tak selang lama usai selamatan, sejumlah petani dan warga yang mengenakan atribut seperti halnya binatang kerbau mengalami kehilangan kesadaran. Sejumlah warga dan petani yang mulai kehilangan kesadaran itu kemudian keliling kampung.
Kepercayaan desa setempat, mereka disebut kerasukan roh leluhur. Diiringi dengan musik gamelan dan replika kerbau mereka diarak bersama-sama warga. Menuju ke titik kumpul kantor desa yang berada di tengah kampung.
Mereka berjalan layaknya kerbau yang sedang membajak sawah. Mereka juga berkubang, bergumul di lumpur, dan bergulung-gulung di sepanjang jalan yang dilewati. Saat berjalan pun di pundak mereka terpasang peralatan membajak.
Para petani yang menjadi "kerbau" lalu berkeliling desa mengikuti empat penjuru mata angin. Saat berkeliling desa inilah, para "kerbau" itu melakukan ritual layaknya siklus bercocok tanam, mulai dari membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi.
Ada dua kelompok warga yang arak-arakan Keboan Aliyan. Dari sisi timur kantor desa berasal dari warga Dusun Krajan. Lalu disusul kemudian oleh rombongan dari Dusun Sukodono. Masing-masing menggelar atraksi di depan para tamu undangan di halaman kantor desa.
"Ini merupakan tradisi permohonan kami kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga desa kami selalu dihindarkan dari berbagai mala petaka dan diberikan keselamatan serta melimpah-nya hasil panen," ujar Kepala Desa Aliyan, Anton Sujarwo.
Keboan Aliyan sendiri dirangkai dengan berbagai kegiatan pendukung lainnya, seperti pagelaran wayang, janger hingga pasar rakyat.
"Kami siapkan acara ini menjadi pesta rakyat. Tidak hanya bagi masyarakat Aliyan, tapi bagi seluruh masyarakat yang hendak hadir ke desa kami," ujar Anton.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang turut menyaksikan Keboan Aliyan tersebut mengapresiasi keguyuban warga. Menurutnya, dengan kegiatan komunal yang guyub tersebut akan menjadi modal dasar pembangunan.
"Keguyuban warga Aliyan dalam melaksanakan acara ini adalah perwujudan semangat gotong royong. Dengan bergotong royong ini, saya yakin akan membawa kemajuan bagi semua," katanya.
Bupati Ipuk mengharapkan kegiatan Keboan Aliyan tersebut dapat menjadi salah satu daya tarik wisatawan. Sehingga akan dapat memberikan kontribusi dalam perputaran ekonomi masyarakat setempat.
"Semoga penyelenggaraannya semakin baik dan ditata lebih kreatif sehingga menjadi daya tarik wisata yang lebih," tuturnya.
Keboan Aliyan yang konon dilaksanakan sejak era kerajaan Blambangan adalah warisan Buyut Wongso Kenongo, yang lokasi makam berada di Dusun Cempokosari, Desa Aliyan. Ritual ini dilaksanakan oleh masyarakat setempat yang berkultur Osing setiap memasuki bulan Suro penanggalan Jawa.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Tak selang lama usai selamatan, sejumlah petani dan warga yang mengenakan atribut seperti halnya binatang kerbau mengalami kehilangan kesadaran. Sejumlah warga dan petani yang mulai kehilangan kesadaran itu kemudian keliling kampung.
Kepercayaan desa setempat, mereka disebut kerasukan roh leluhur. Diiringi dengan musik gamelan dan replika kerbau mereka diarak bersama-sama warga. Menuju ke titik kumpul kantor desa yang berada di tengah kampung.
Mereka berjalan layaknya kerbau yang sedang membajak sawah. Mereka juga berkubang, bergumul di lumpur, dan bergulung-gulung di sepanjang jalan yang dilewati. Saat berjalan pun di pundak mereka terpasang peralatan membajak.
Para petani yang menjadi "kerbau" lalu berkeliling desa mengikuti empat penjuru mata angin. Saat berkeliling desa inilah, para "kerbau" itu melakukan ritual layaknya siklus bercocok tanam, mulai dari membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi.
Ada dua kelompok warga yang arak-arakan Keboan Aliyan. Dari sisi timur kantor desa berasal dari warga Dusun Krajan. Lalu disusul kemudian oleh rombongan dari Dusun Sukodono. Masing-masing menggelar atraksi di depan para tamu undangan di halaman kantor desa.
"Ini merupakan tradisi permohonan kami kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga desa kami selalu dihindarkan dari berbagai mala petaka dan diberikan keselamatan serta melimpah-nya hasil panen," ujar Kepala Desa Aliyan, Anton Sujarwo.
Keboan Aliyan sendiri dirangkai dengan berbagai kegiatan pendukung lainnya, seperti pagelaran wayang, janger hingga pasar rakyat.
"Kami siapkan acara ini menjadi pesta rakyat. Tidak hanya bagi masyarakat Aliyan, tapi bagi seluruh masyarakat yang hendak hadir ke desa kami," ujar Anton.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang turut menyaksikan Keboan Aliyan tersebut mengapresiasi keguyuban warga. Menurutnya, dengan kegiatan komunal yang guyub tersebut akan menjadi modal dasar pembangunan.
"Keguyuban warga Aliyan dalam melaksanakan acara ini adalah perwujudan semangat gotong royong. Dengan bergotong royong ini, saya yakin akan membawa kemajuan bagi semua," katanya.
Bupati Ipuk mengharapkan kegiatan Keboan Aliyan tersebut dapat menjadi salah satu daya tarik wisatawan. Sehingga akan dapat memberikan kontribusi dalam perputaran ekonomi masyarakat setempat.
"Semoga penyelenggaraannya semakin baik dan ditata lebih kreatif sehingga menjadi daya tarik wisata yang lebih," tuturnya.
Keboan Aliyan yang konon dilaksanakan sejak era kerajaan Blambangan adalah warisan Buyut Wongso Kenongo, yang lokasi makam berada di Dusun Cempokosari, Desa Aliyan. Ritual ini dilaksanakan oleh masyarakat setempat yang berkultur Osing setiap memasuki bulan Suro penanggalan Jawa.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022