Kepala Bidang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK) Dinas Pendidikan Jawa Timur Suhartono menyebutkan sebanyak 33 sekolah luar biasa (SLB) negeri dan swasta di daerah setempat yang ditunjuk oleh Kemendikbud menjadi Sekolah Penggerak.
"Ke-33 SLB itu rinciannya sebanyak 12 lembaga pada angkatan pertama dan 22 lembaga pada angkatan kedua," kata Suhartono kepada wartawan di Surabaya, Selasa.
Dia menjelaskan pada program Sekolah Penggerak, SLB berkewajiban meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran usai pandemi COVID-19.
Berbeda dengan sekolah reguler, untuk implementasi kurikulum merdeka dalam SLB ditekankan pada pembelajaran yang berbasis pada kompetensi dan tolok ukur siswa dalam mencapai pembelajaran yang diberikan.
"Dalam menjalankan program ini, SLB lebih optimal menjalankan kurikulum merdeka belajar karena program vokasi istimewa yang kami gagas sebagian untuk mendukung kurikulum merdeka ini," katanya.
Di Surabaya, salah satu SLB yang ditunjuk sebagai Sekolah Penggerak adalah SLB Putra Mandiri.
Untuk mengoptimalkan program tersebut, sekolah itu menggelar In House Training dengan menghadirkan Prof. Qomariyatus Sholihah yang merupakan fasilitator Sekolah Penggerak dari Universitas Negeri Malang (UM).
Dijelaskan Prof. Qomariyah, Sekolah Penggerak ini bertujuan memperkuat pondasi kurikulum, hanya saja ditata ulang hal-hal yang tidak berjalan maksimal. Mulai input proses sampai output, mulai visi misi, kurikulum hingga cara pembelajaran.
"Ketika pondasi ini kuat, misalkan ada model pembelajaran baru tidak akan mempengaruhi proses penerimaan materi," ujarnya.
Dalam lingkup SLB, sekolah dituntut untuk memodifikasi dengan menyesuaikan geografis dan sumber daya manusia (SDM) yang mana objeknya merupakan siswa berkebutuhan khusus.
Dengan kata lain, lanjutnya, guru dituntut untuk berinovasi dan mandiri dalam arti harus membuat strategi dan penyampaian yang ideal untuk siswa.
Tak hanya itu, Prof. Qomariyah menilai peran guru tidak hanya menyampaikan pembelajaran pada Kurikulum Merdeka ini, tetapi juga berfokus pada perilaku dan kesiapan mandiri anak. Karena SLB merupakan rumah kedua bagi anak berkebutuhan khusus.
Guru Besar UM Malang ini mencontohkan seperti anak berkebutuhan khusus (ABK) lebih menyukai seni, tidak bisa dipaksakan ke matematika.
"Maka porsi matematika dikurangi dan lebih berfokus pada peningkatan seni," tuturnya.
Dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki siswa ini, sekolah bisa bekerja sama dengan dunia usaha dunia industri (DUDI) untuk meningkatkan kualitas siswa.
Sementara itu, Kepala SLB Putra Mandiri Surabaya Dyajeng Ayu Mega Puspita menuturkan sekolahnya menjadi SLB pertama di Surabaya yang ditunjuk sebagai sekolah penggerak setelah melewati proses seleksi yang cukup ketat.
Mulai administrasi, seleksi akademik kepala sekolah hingga wawancara. Setelah dinyatakan lolos, lanjut Dyajeng, pihaknya mengikuti diklat selama dua bulan.
"Kegiatan In House Training ini dimaksudkan untuk menyampaikan kepada guru-guru yang belum mengikuti diklat dan bimbingan teknis untuk memahamkan visi, misi sekolah dalam program sekolah penggerak dengan implementasi kurikulum merdeka," ujarnya.
Dyajeng menuturkan pada Kurikulum Merdeka ini, ditekankan pada pembelajaran disabilitas friendly, yakni kurikulum lebih berpusat pada peserta didik.
"Jadi difokuskan pada ketrampilan siswa sekecil apapun potensi yang dimiliki harus digali," ujarnya, menambahkan.
Dengan kata lain, guru hanya sebagai fasilitator dan kurikulum akan menyertakan karakteristik siswa.
"Dulu mengacu kurikulum kompeten sekarang berubah menjadi capaian pembelajaran. Jadi mengubah patokan pemerintah ke anak didik," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Ke-33 SLB itu rinciannya sebanyak 12 lembaga pada angkatan pertama dan 22 lembaga pada angkatan kedua," kata Suhartono kepada wartawan di Surabaya, Selasa.
Dia menjelaskan pada program Sekolah Penggerak, SLB berkewajiban meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran usai pandemi COVID-19.
Berbeda dengan sekolah reguler, untuk implementasi kurikulum merdeka dalam SLB ditekankan pada pembelajaran yang berbasis pada kompetensi dan tolok ukur siswa dalam mencapai pembelajaran yang diberikan.
"Dalam menjalankan program ini, SLB lebih optimal menjalankan kurikulum merdeka belajar karena program vokasi istimewa yang kami gagas sebagian untuk mendukung kurikulum merdeka ini," katanya.
Di Surabaya, salah satu SLB yang ditunjuk sebagai Sekolah Penggerak adalah SLB Putra Mandiri.
Untuk mengoptimalkan program tersebut, sekolah itu menggelar In House Training dengan menghadirkan Prof. Qomariyatus Sholihah yang merupakan fasilitator Sekolah Penggerak dari Universitas Negeri Malang (UM).
Dijelaskan Prof. Qomariyah, Sekolah Penggerak ini bertujuan memperkuat pondasi kurikulum, hanya saja ditata ulang hal-hal yang tidak berjalan maksimal. Mulai input proses sampai output, mulai visi misi, kurikulum hingga cara pembelajaran.
"Ketika pondasi ini kuat, misalkan ada model pembelajaran baru tidak akan mempengaruhi proses penerimaan materi," ujarnya.
Dalam lingkup SLB, sekolah dituntut untuk memodifikasi dengan menyesuaikan geografis dan sumber daya manusia (SDM) yang mana objeknya merupakan siswa berkebutuhan khusus.
Dengan kata lain, lanjutnya, guru dituntut untuk berinovasi dan mandiri dalam arti harus membuat strategi dan penyampaian yang ideal untuk siswa.
Tak hanya itu, Prof. Qomariyah menilai peran guru tidak hanya menyampaikan pembelajaran pada Kurikulum Merdeka ini, tetapi juga berfokus pada perilaku dan kesiapan mandiri anak. Karena SLB merupakan rumah kedua bagi anak berkebutuhan khusus.
Guru Besar UM Malang ini mencontohkan seperti anak berkebutuhan khusus (ABK) lebih menyukai seni, tidak bisa dipaksakan ke matematika.
"Maka porsi matematika dikurangi dan lebih berfokus pada peningkatan seni," tuturnya.
Dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki siswa ini, sekolah bisa bekerja sama dengan dunia usaha dunia industri (DUDI) untuk meningkatkan kualitas siswa.
Sementara itu, Kepala SLB Putra Mandiri Surabaya Dyajeng Ayu Mega Puspita menuturkan sekolahnya menjadi SLB pertama di Surabaya yang ditunjuk sebagai sekolah penggerak setelah melewati proses seleksi yang cukup ketat.
Mulai administrasi, seleksi akademik kepala sekolah hingga wawancara. Setelah dinyatakan lolos, lanjut Dyajeng, pihaknya mengikuti diklat selama dua bulan.
"Kegiatan In House Training ini dimaksudkan untuk menyampaikan kepada guru-guru yang belum mengikuti diklat dan bimbingan teknis untuk memahamkan visi, misi sekolah dalam program sekolah penggerak dengan implementasi kurikulum merdeka," ujarnya.
Dyajeng menuturkan pada Kurikulum Merdeka ini, ditekankan pada pembelajaran disabilitas friendly, yakni kurikulum lebih berpusat pada peserta didik.
"Jadi difokuskan pada ketrampilan siswa sekecil apapun potensi yang dimiliki harus digali," ujarnya, menambahkan.
Dengan kata lain, guru hanya sebagai fasilitator dan kurikulum akan menyertakan karakteristik siswa.
"Dulu mengacu kurikulum kompeten sekarang berubah menjadi capaian pembelajaran. Jadi mengubah patokan pemerintah ke anak didik," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022