Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah (pemda) kabupaten kota di Jatim menganggarkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsostek) bagi pegawai non-Aparatur Sipil Negara (ASN).
 
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni secara virtual pada kegiatan Monitoring dan Evaluasi Kepesertaan Non ASN Pemda Tindak Lanjut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Timur, Kamis.
 
Ia mengatakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan merupakan penyelenggara yang ditunjuk negara untuk memberikan perlindungan Jamsostek bagi pegawai nonASN.
 
"Khusus bagi pemerintah daerah yang telah mengalokasikan anggaran Jamsostek bagi pegawai pemerintah dengan status nonASN pada APBD segera melakukan pendaftaran kepesertaannya dan menyesuaikan pembayaran iuran Jamsostek kepada BPJS Ketenagakerjaan,” tuturnya.
 
Fatoni mengatakan, fokus Kemendagri dalam menjalankan Inpres Nomor 2 Tahun 2021 yakni dengan mendorong seluruh kepala daerah untuk mengalokasikan anggaran dalam rangka optimalisasi pelaksanaan program Jamsostek.
 
Ia mengatakan, hal itu juga termasuk memastikan seluruh pekerja, terutama para pekerja di pemda baik sebagai honorer, guru dan tenaga kependidikan, perangkat desa dan BPD, hingga perangkat RT/RW dengan status nonASN untuk menjadi program peserta aktif Jamsostek.
 
"Upaya ini agar memberikan perlindungan serta meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh pekerja dan keluarganya," katanya.
 
Inpres tersebut, kata Fatoni, telah ditindaklanjuti oleh Kemendagri melalui Permendagri Nomor 27 Tahun 2021 dan Surat Edaran Mendagri Nomor 842.2/5193/SJ tentang Implementasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Pemerintah Daerah.
 
"Aturan ini menjadi pedoman bagi pemda untuk mengalokasikan anggaran dalam APBD," katanya.
 
Fatoni meminta pemda untuk terus aktif dalam melaporkan jumlah pegawai nonASN di jajarannya. Dia mewanti-wanti agar tidak ada pegawai yang tertinggal dalam pelaksanaan program tersebut.
 
Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur, Deny Yusyulian mendukung kegiatan ini sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
 
"Di Jawa Timur dari 15.186.329 penduduk bekerja di Jawa Timur yang sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 4.099.934 orang atau 27 persen. Artinya masih terdapat sisa pekerja yang belum terlindungi sebanyak 11.086.395 jiwa," kata Deny.
 
Ia mengatakan, berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur, penganggaran tenaga kerja nonASN termasuk honorer kabupaten atau kota, honorer guru dan tenaga kependidikan, DPRD, badan permusyawaratan desa, perangkat desa, dan RT/RW yang telah terealisasi di tahun 2022 adalah sebanyak 404.214 pekerja dengan jumlah penganggaran sebesar Rp95 miliar.
 
Di samping itu, kata dia, fokus utama pemerintah daerah terutama di Jawa Timur yang juga dibahas dalam agenda kegiatan ini untuk melindungi pekerja rentan yang memiliki resiko kecelakaan kerja tinggi.
 
Menurutnya, pekerja rentan adalah pekerja sektor informal dengan risiko kerja yang tinggi serta berpenghasilan sangat minim dan pekerja bukan penerima upah lainnya yang rentan terhadap gejolak ekonomi serta tingkat kesejahteraan di bawah rata-rata.

"Tahun ini penganggaran biaya untuk pekerja rentan di Jawa Timur sebesar Rp2,9 miliar yang dialokasikan kepada 40.674 pekerja," katanya.
 
Ia mengatakan, hal ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam memberikan jaminan perlindungan ketenagakerjaan kepada seluruh pekerja rentan seperti nelayan, petani, tukang becak dan marbot masjid serta pekerja rentan lainnya.
 
Ia berharap, kegiatan ini menjadi pendorong bagi seluruh Pemprov dan Pemda dalam menindaklanjuti Inpres Nomor 2 Tahun 2021 ini.
 
"Mengingat pentingnya perlindungan sosial BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja nonASN akan sangat membantu keluarga peserta apabila terjadi Kecelakaan Kerja atau resiko
sosial ekonomi akibat kerja, serta membantu pemerintah daerah dalam menanggulangi munculnya kemiskinan baru di Jawa Timur," ujarnya.

Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari pemerintah daerah sebanyak 38 kabupaten kota se Provinsi Jawa Timur, serta diikuti juga oleh Tim Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian Inpres Nomor 2 tahun 2021 yang terdiri dari Kemenko PMK, Sekretariat Kabinet dan Kantor Staf Presiden. (*)
 
 
 
 
 

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022