Ahli gizi dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Vierra Ni'reza Pratiwi S.TP., M.Sc., mengatakan beras pecah kulit ideal untuk dikonsumsi saat sahur karena mempunyai kandungan gizi lebih lengkap yang bisa menahan lapar lebih lama.

"Hal ini karena komponen bekatul yang masih menempel berupa serat yang masih memberikan kandungan gizi yang lebih," ujarnya dalam talkshow "Pangan Rakyat di Rumah Pangan Kita", di Surabaya, Rabu.

Meskipun kaya gizi, tekstur nasi dari beras pecah kulit dikatakan Vierra masih jarang diminati masyarakat. Karena masyarakat cenderung menyukai beras premium yang telah melewati beberapa kali proses penggilingan hingga bisa menghasilkan nasi punel.

"Permasalahan saat ini adalah masyarakat kurang bisa menerima tekstur dan warna yang tidak sebersih beras putih. Karena bekatulnya tidak dihilangkan jadi tidak sepulen beras putih," ujarnya.

Namun, tekstur ini dikatakannya bisa disiasati dengan menggunakan air lebih banyak dari beras putih biasanya saat pemasakan. Bisa satu atau dua kali lebih banyak dari beras putih biasa.

"Dan ini relatif lebih aman tidak mengurangi kandungan gizinya," katanya.

Pemilik Rumah Pangan Kita, Hason Sitorus mengungkapkan selama ini peminat beras cokelat memang masih jarang. Padahal beras cokelat bisa dengan mudah di produksi tanpa perlu melibatkan proses produksi besar seperti beras premium.

"Proses produksi beras pecah kulit lebih sederhana karena bisa dikerjakan mesin penggiling keliling. Berbeda dengan beras yang umum dikonsumsi dengan warna putih bersih ini membutuhkan mesin giling besar," ucapnya.

Biaya produksinya menurutnya juga lebih murah pecah kulit dibandingkan premium. Bahkan bisa menaikkan harga jual padi di kalangan petani yang seperti biasanya ia lakukan.

"Perbandingan harganya per kilo tidak beberapa berbeda, tetapi kandungan gizinya yang jauh berbeda," katanya.

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022