Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, mencabut sementara izin operasional lembaga pelatihan kerja (LPK) milik tersangka MRT (38), karena terkait langsung dalam serangkaian aksi penipuan berkedok rekrutmen pekerja migran Indonesia dengan tujuan negara Polandia.
"Untuk sementara, selama proses hukum berjalan kami menutup sementara LPK milik MRT yang ada di Desa Rejotangan Kecamatan Rejotangan," kata Kepala Disnaker Tulungagung Agus Santoso di Tulungagung, Kamis.
Penegasan itu disampaikan Agus demi memberikan perlindungan terhadap warga yang ingin bekerja ke luar negeri agar tidak menggunakan jasa LPK tersebut, sekalipun untuk kursus bahasa asing.
Penutupan sementara juga bertujuan memberi kepastian hukum. Apabila MRT divonis tidak bersalah, maka izin operasional LPK bakal diaktifkan kembali. Namun sebaliknya jika dinyatakan bersalah, maka izin bakal dicabut untuk seterusnya.
Agus juga mengonfirmasi bahwa lembaga tersebut bukanlah PJTKI (pengerah jasa tenaga kerja Indonesia) atau PPTKIS (pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta) ilegal, namun sebatas LPK atau lembaga pelatihan kerja yang bekerjasama dengan PPTKIS di Bogor, Jawa Barat.
Calon pekerja migran Indonesia yang dilatih oleh MRT di LPK tersebut diminta untuk diberangkatkan, dengan iming-iming syarat yang lebih mudah dan biaya yang lebih murah.
Iming-iming itu disambut MRT yang kemudian merekrut para peserta didik di LPK-nya dan juga peminat PMI lain melalui iklan di media sosial. MRT kemudian menyetor sejumlah uang pada seseorang di Bogor.
"Tapi, ternyata dibohongi oleh PT yang ada di Bogor sana. Uang sudah disetor tapi tidak diberangkatkan sampai tiga tahun," tutur Agus.
Ia mengaku tahu kronologi kasus tersebut, karena sebelumnya Disnaker Tulungagung sudah beberapa kali membantu memediasi kasus tersebut dengan mempertemukan pihak LPK dengan para korban yang mengadukan kasus penipuan tersebut.
Agus melanjutkan MRT lalu mencari kejelasan dengan menemui orang yang menjanjikan pemberangkatan PMI ke Polandia itu, namun ternyata
hasilnya nihil. “Ternyata sampai di sana (Bogor) PT-nya sudah tidak ada," kata Agus mengutip pengakuan MRT sebelumnya.
Namun, pihaknya belum bisa memastikan kebenaran informasi tersebut. Menurut Agus bisa saja keterangan MRT sebatas alibi untuk menghindar dari tanggungjawab.
"Kami telah melaporkan kejadian ini ke Kementerian Tenaga Kerja untuk dilakukan investigasi. Nanti kalau informasi dari teman di Jakarta itu PT-nya lari, berarti memang benar dia (MRT) korban,” katanya.
Agus mengimbau warga yang ingin kerja di luar negeri, untuk berkonsultasi ke Disnaker terlebih dahulu agar tidak terjerumus pada penipuan.
"Sebelum daftar ke PT atau LPK, sebaiknya ke Disnaker dulu. Pastikan apakah LPK dan PJTKI/PPTKIS ini terdaftar atau tidak,” tutupnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Untuk sementara, selama proses hukum berjalan kami menutup sementara LPK milik MRT yang ada di Desa Rejotangan Kecamatan Rejotangan," kata Kepala Disnaker Tulungagung Agus Santoso di Tulungagung, Kamis.
Penegasan itu disampaikan Agus demi memberikan perlindungan terhadap warga yang ingin bekerja ke luar negeri agar tidak menggunakan jasa LPK tersebut, sekalipun untuk kursus bahasa asing.
Penutupan sementara juga bertujuan memberi kepastian hukum. Apabila MRT divonis tidak bersalah, maka izin operasional LPK bakal diaktifkan kembali. Namun sebaliknya jika dinyatakan bersalah, maka izin bakal dicabut untuk seterusnya.
Agus juga mengonfirmasi bahwa lembaga tersebut bukanlah PJTKI (pengerah jasa tenaga kerja Indonesia) atau PPTKIS (pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta) ilegal, namun sebatas LPK atau lembaga pelatihan kerja yang bekerjasama dengan PPTKIS di Bogor, Jawa Barat.
Calon pekerja migran Indonesia yang dilatih oleh MRT di LPK tersebut diminta untuk diberangkatkan, dengan iming-iming syarat yang lebih mudah dan biaya yang lebih murah.
Iming-iming itu disambut MRT yang kemudian merekrut para peserta didik di LPK-nya dan juga peminat PMI lain melalui iklan di media sosial. MRT kemudian menyetor sejumlah uang pada seseorang di Bogor.
"Tapi, ternyata dibohongi oleh PT yang ada di Bogor sana. Uang sudah disetor tapi tidak diberangkatkan sampai tiga tahun," tutur Agus.
Ia mengaku tahu kronologi kasus tersebut, karena sebelumnya Disnaker Tulungagung sudah beberapa kali membantu memediasi kasus tersebut dengan mempertemukan pihak LPK dengan para korban yang mengadukan kasus penipuan tersebut.
Agus melanjutkan MRT lalu mencari kejelasan dengan menemui orang yang menjanjikan pemberangkatan PMI ke Polandia itu, namun ternyata
hasilnya nihil. “Ternyata sampai di sana (Bogor) PT-nya sudah tidak ada," kata Agus mengutip pengakuan MRT sebelumnya.
Namun, pihaknya belum bisa memastikan kebenaran informasi tersebut. Menurut Agus bisa saja keterangan MRT sebatas alibi untuk menghindar dari tanggungjawab.
"Kami telah melaporkan kejadian ini ke Kementerian Tenaga Kerja untuk dilakukan investigasi. Nanti kalau informasi dari teman di Jakarta itu PT-nya lari, berarti memang benar dia (MRT) korban,” katanya.
Agus mengimbau warga yang ingin kerja di luar negeri, untuk berkonsultasi ke Disnaker terlebih dahulu agar tidak terjerumus pada penipuan.
"Sebelum daftar ke PT atau LPK, sebaiknya ke Disnaker dulu. Pastikan apakah LPK dan PJTKI/PPTKIS ini terdaftar atau tidak,” tutupnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021