BEM Nusantara mengapresiasi langkah cepat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menangani dan menindak dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh YouTuber Muhammad Kece.
Koordinator Pusat BEM Nusantara Dimas Prayoga mengatakan kasus penistaan agama seperti yang dilakukan Muhammad Kece adalah isu yang sangat sensitif, jika dibiarkan berkembang di Indonesia akan menimbulkan kegaduhan.
“Masih teringat jelas pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI tahun 2017 lalu, isu SARA berkembang menjadi isu yang sangat mengerikan. Kami BEM Nusantara mengapresiasi langkah cepat Polri dalam menangani kasus ini agar tidak menjadi bola liar dan berujung kegaduhan di kalangan masyarakat luas,” kata Dimas dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Polisi akhirnya tangkap Muhammad Kece
Menurut ia, respon cepat dari Bareskrim Polri patut diapresiasi, karena jika Muhammad Kece tetap dibiarkan bebas, hal ini akan berpotensi memecah belah bangsa.
“Apa yang disampaikan oleh Muhammad Kece dalam isi ceramahnya sangat mencederai nilai-nilai luhur Pancasila. Hal itulah yang berpotensi memecah belah bangsa,” kata Dimas menegaskan.
Baca juga: Muhammad Kece tiba di Bareskrim Polri
Dimas menyatakan pada masa sulit seperti sekarang ini seharusnya masyarakat bisa saling bahu-membahu untuk membantu sesama dan saling menguatkan. Bahkan, jangan sampai terdapat oknum yang berniat untuk memecah belah bangsa Indonesia.
“Dari kasus ini kita juga bisa belajar untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan sosial media,” katanya.
Sebelumnya Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan tersangka dugaan penistaan agama Muhammad Kece (MK-red) ditangkap di tempat persembunyiannya di Bali.
Polri telah menyematkan status tersangka kepada Muhammad Kece. Menurut Rusdi, sejak video bermuatan penistaan agama viral di masyarakat, M Kece tidak muncul memberikan klarifikasi, sehingga Polri memburu keberadaannya yang terdeteksi di Bali.
Tersangka M Kece, kata Rusdi disangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) dan junto Pasal 45 a ayat (2) dapat juga dijerat dengan peraturan lainnya yang relevan yakni Pasal 156 a KUHP tentang Penodaan Agama.
"Ancaman pidananya bisa enam tahun penjara," kata Rusdi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Koordinator Pusat BEM Nusantara Dimas Prayoga mengatakan kasus penistaan agama seperti yang dilakukan Muhammad Kece adalah isu yang sangat sensitif, jika dibiarkan berkembang di Indonesia akan menimbulkan kegaduhan.
“Masih teringat jelas pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI tahun 2017 lalu, isu SARA berkembang menjadi isu yang sangat mengerikan. Kami BEM Nusantara mengapresiasi langkah cepat Polri dalam menangani kasus ini agar tidak menjadi bola liar dan berujung kegaduhan di kalangan masyarakat luas,” kata Dimas dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Polisi akhirnya tangkap Muhammad Kece
Menurut ia, respon cepat dari Bareskrim Polri patut diapresiasi, karena jika Muhammad Kece tetap dibiarkan bebas, hal ini akan berpotensi memecah belah bangsa.
“Apa yang disampaikan oleh Muhammad Kece dalam isi ceramahnya sangat mencederai nilai-nilai luhur Pancasila. Hal itulah yang berpotensi memecah belah bangsa,” kata Dimas menegaskan.
Baca juga: Muhammad Kece tiba di Bareskrim Polri
Dimas menyatakan pada masa sulit seperti sekarang ini seharusnya masyarakat bisa saling bahu-membahu untuk membantu sesama dan saling menguatkan. Bahkan, jangan sampai terdapat oknum yang berniat untuk memecah belah bangsa Indonesia.
“Dari kasus ini kita juga bisa belajar untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan sosial media,” katanya.
Sebelumnya Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan tersangka dugaan penistaan agama Muhammad Kece (MK-red) ditangkap di tempat persembunyiannya di Bali.
Polri telah menyematkan status tersangka kepada Muhammad Kece. Menurut Rusdi, sejak video bermuatan penistaan agama viral di masyarakat, M Kece tidak muncul memberikan klarifikasi, sehingga Polri memburu keberadaannya yang terdeteksi di Bali.
Tersangka M Kece, kata Rusdi disangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) dan junto Pasal 45 a ayat (2) dapat juga dijerat dengan peraturan lainnya yang relevan yakni Pasal 156 a KUHP tentang Penodaan Agama.
"Ancaman pidananya bisa enam tahun penjara," kata Rusdi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021