Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengkritisi kebijakan pemerintah yang melakukan impor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun 2021 dan meminta impor itu dihentikan.
"Pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras dan kami tidak setuju dengan kebijakan itu karena panen sudah dimulai di sejumlah daerah. Kami khawatir kebijakan itu akan merugikan petani," kata Ketua HKTI Jember Jumantoro di kabupaten setempat, Jumat.
Menurut ia, rencana pemerintah untuk mengimpor beras sebanyak 1 juta ton jelas-jelas membuat petani tidak nyaman karena berdampak anjloknya harga jual gabah dan beras.
"Panen baru mulai dan saat pemerintah impor beras, maka pengusaha penggilingan padi tidak akan menyerap gabah petani dengan harga yang baik. Mereka jelas tak mau rugi," tuturnya.
Selain itu, lanjut Jumantoro, kemampuan Bulog untuk menyerap gabah dan beras terbatas hanya 15 sampai 20 persen dari hasil panen petani dan sisanya ada di penggilingan padi.
"Pada saat serapan penggilingan padi sudah membatasi, pastinya harga gabah di petani akan terjun bebas. Padahal biaya produksi semakin tinggi, sehingga secara tegas saya sampaikan stop impor beras dan maksimalkan hasil petani," katanya.
Ia menjelaskan pemerintah seharusnya mengoptimalkan produk pangan di dalam negeri dan melakukan pengecekan di stok penggilingan beras dan lahan pertanian yang sudah panen, sehingga mengetahui stok pangan yang riil di lapangan.
"Kami berharap pemerintah jangan mengacu stok beras yang ada di Bulog saja karena Bulog hanya mampu menyerap 10 persen gabah petani, sehingga perlu dikaji ulang kebijakan impor beras itu berdasarkan data yang valid," ujarnya.
Jumantoro menilai kebijakan impor beras yang dipaksakan menjelang panen raya yang menyebabkan harga gabah dan beras jatuh, sehingga petani akan merugi dan kalau itu terus dilakukan maka ke depan sektor pertanian akan semakin ditinggalkan oleh masyarakat.
"Bukan kemandirian dan ketahanan pangan, namun kehancuran pangan yang dirasakan petani ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak berpihak kepada petani, seperti impor beras," ujar petani asal Kecamatan Arjasa itu.
Sebelumnya, dalam bahan paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Kerja Kemendag di Jakarta, Kamis (4/3), menyebutkan pemerintah akan melakukan impor beras sekitar 1 juta ton untuk menjaga ketersediaan stok beras sebesar 1 hingga 1,5 juta ton.
Impor beras sebesar 1 juta ton terbagi sebanyak 500.000 ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Bulog yang merupakan upaya pemerintah menjaga ketersediaan stok beras setelah adanya bansos beras PPKM, antisipasi dampak banjir dan pandemi COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras dan kami tidak setuju dengan kebijakan itu karena panen sudah dimulai di sejumlah daerah. Kami khawatir kebijakan itu akan merugikan petani," kata Ketua HKTI Jember Jumantoro di kabupaten setempat, Jumat.
Menurut ia, rencana pemerintah untuk mengimpor beras sebanyak 1 juta ton jelas-jelas membuat petani tidak nyaman karena berdampak anjloknya harga jual gabah dan beras.
"Panen baru mulai dan saat pemerintah impor beras, maka pengusaha penggilingan padi tidak akan menyerap gabah petani dengan harga yang baik. Mereka jelas tak mau rugi," tuturnya.
Selain itu, lanjut Jumantoro, kemampuan Bulog untuk menyerap gabah dan beras terbatas hanya 15 sampai 20 persen dari hasil panen petani dan sisanya ada di penggilingan padi.
"Pada saat serapan penggilingan padi sudah membatasi, pastinya harga gabah di petani akan terjun bebas. Padahal biaya produksi semakin tinggi, sehingga secara tegas saya sampaikan stop impor beras dan maksimalkan hasil petani," katanya.
Ia menjelaskan pemerintah seharusnya mengoptimalkan produk pangan di dalam negeri dan melakukan pengecekan di stok penggilingan beras dan lahan pertanian yang sudah panen, sehingga mengetahui stok pangan yang riil di lapangan.
"Kami berharap pemerintah jangan mengacu stok beras yang ada di Bulog saja karena Bulog hanya mampu menyerap 10 persen gabah petani, sehingga perlu dikaji ulang kebijakan impor beras itu berdasarkan data yang valid," ujarnya.
Jumantoro menilai kebijakan impor beras yang dipaksakan menjelang panen raya yang menyebabkan harga gabah dan beras jatuh, sehingga petani akan merugi dan kalau itu terus dilakukan maka ke depan sektor pertanian akan semakin ditinggalkan oleh masyarakat.
"Bukan kemandirian dan ketahanan pangan, namun kehancuran pangan yang dirasakan petani ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak berpihak kepada petani, seperti impor beras," ujar petani asal Kecamatan Arjasa itu.
Sebelumnya, dalam bahan paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Kerja Kemendag di Jakarta, Kamis (4/3), menyebutkan pemerintah akan melakukan impor beras sekitar 1 juta ton untuk menjaga ketersediaan stok beras sebesar 1 hingga 1,5 juta ton.
Impor beras sebesar 1 juta ton terbagi sebanyak 500.000 ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Bulog yang merupakan upaya pemerintah menjaga ketersediaan stok beras setelah adanya bansos beras PPKM, antisipasi dampak banjir dan pandemi COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021