Seorang terpidana empat tahun kasus korupsi dana perawatan PDAM Tirta Cahya Agung, Tulungagung, Jawa Timur, Djoko Hariyanto, yang telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor di Surabaya, mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC).

Terpidana mengajukan diri sebagai JC itu untuk mengungkap otak dan orang-orang terkait korupsi PDAM Tulungagung yang merugikan keuangan kas daerah selama kurun waktu 2016-2018.

"Saat vonis kemarin (Selasa, 2/2), hakim juga sudah mengabulkan keinginan terdakwa untuk menjadi JC," kata Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Tulungagung Agung Tri Radityo menjelaskan hasil sidang, di Tulungagung, Rabu.

Posisi terpidana yang sebelumnya menjabat sebagai kabag perawatan PDAM Tulungagung, penugasannya dikendalikan langsung oleh pimpinan di atasnya. Sejumlah bukti berupa vocer-vocer pelaksana/penyedia masih diamankan Kejari Tulungagung dan siap ditindaklanjuti.

Djoko pada Selasa (2/2) telah divonis bersalah dan dihukum kurungan selama empat tahun. Vonis tersebut masih lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni 7,5 tahun penjara.

Dikonfirmasi terkait vonis ini, penasihat hukum terdakwa, Bambang Suhandoko membenarkan vonis yang diterima oleh kliennya.

Menurut Bambang, kliennya diputus bersalah dalam kasus dugaan korupsi pada kurun tahun anggaran 2016-2018. "Putusan ini sudah mendekati harapan saya. Baguslah. Namun sebenarnya, keinginan terdakwa serendah mungkin," katanya pula.

Hakim juga memutuskan terdakwa juga harus membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp135 juta. UP itu lebih rendah dari nilai kerugian korupsi tersebut, yaitu sebesar Rp1,359 miliar.

Rendahnya UP itu, menurut Bambang, disebabkan hakim mempunyai asumsi terdakwa mendapat perintah dalam melakukan korupsinya. Terdakwa juga dianggap tidak menikmati sendiri hasil korupsi tersebut.

Besar kemungkinan kasus ini akan berkembang dan menyeret nama-nama lainnya.

Kasi Intelijen Kejari Tulungagung, Agung Tri Radityo membenarkan terpidana Djoko Hariyanto telah divonis bersalah dan diharuskan membayar UP. Pihaknya mengaku masih pikir-pikir dengan vonis itu, lantaran lebih rendah dari tuntutan JPU.

"Kami masih pikir-pikir. Nanti kami informasikan lebih lanjut keputusan. Mengingat masa pikir-pikir itu tujuh hari," ujarnya lagi.

Selain itu, pihaknya merasa ada yang janggal dalam vonis ini. Kejanggalan ini terkait UP yang sudah dititipkan oleh keluarga terpidana sebelum vonis dijatuhkan.

UP yang dititipkan nilainya mendekati nilai UP yang harus dibayarkan oleh terpidana. Keluarga korban menitipkan UP sebesar Rp140 juta, sementara UP putusan hakim sebesar Rp135 juta. Seolah keluarga sudah tahu hasil putusan terpidana.

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021