Mantan Ketua DPC PDIP Surabaya Saleh Mukadar angkat bicara menanggapi pernyataan putra sulung mantan Sekjen DPP PDIP Soetjipto, Jagad Hari Seno, yang menyebut elektabilitasnya rendah sehingga Tri Rismaharini yang direkomendasi di Pilkada Surabaya 2010.

"Jadi, bohong kalau memotong saya karena elektabilitas saya rendah. Itu sama artinya menghina Pak Asrof dari Pusdeham (Pusat Studi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia)," kata Saleh Mukadar kepada ANTARA di Surabaya, Senin.

Menurut dia, hasil survei Pusdeham, elektabilitasnya bersama Bambang Dwi Hartono tertinggi karena dirinya cukup dikenal di Persebaya dan ketua DPC PDIP Surabaya.

Bahkan dengan Risma, kata Saleh, elektabilitasnya masih tinggi karena saat itu Risma masih menjabat sebagai kepala dinas di Pemkot Surabaya. 

"Bagaimana bisa kepala dinas lebih tinggi elektabilitasnya dari saya yang politikus," katanya mempertanyakan.

Saleh pun bercerita kenapa dirinya dipotong dan digantikan Tri Rismaharini yang mendapatkan rekomendasi PDIP untuk maju di Pilkada Surabaya 2010.

"Saya sadar bahwa BDH (Bambang Dwi Hartono) bisa naik menjadi Wali Kota Surabaya karena kasus sampah di zamannya almarhum Pak Narto (Wali Kota Surabaya Sunarto Sumoprawiro)," ujarnya.

Waktu BDH menjadi wali kota menggantikan Cak Narto, lanjut dia, hal pertama yang ingin dilakukan adalah mencari pola penyelesaian sampah. Jadi, yang dicari pola menyelesaikan masalah bukan meninggalkan masalah.

"Saya pergi kemana-mana dengan Pak Jamhadi (mantan Ketua Kadin Surabaya) dan Bu Risma. Akhirnya kita dapat tipe pengelolan sampah di Kuala lumpur dan Singapura. Bisa ditanya ke dia (Risma)," katanya.

Saleh Mukadar mengatakan model pengelolaan sampah di Singapura yakni pertama, dipilah antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik diperas dan airnya bisa digunakan untuk air bersih dan menyiram taman, sedangkan sampah anorganik bisa digunakan listrik.
 
"Jadi, teknologi sampah harus zero. Artinya, selesai tidak boleh ada sisa. Ini yang kita coba terapkan di Surabaya," katanya.

Untuk itu, lanjut dia, sejumlah investor diundang untuk mengikuti beauty contest untuk menangani sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo Surabaya pada 2011. Akhirnya, muncul investor  PT Phoenix (Singapura), PT Medco (Malaysia), dan PT Imantata (Prancis).

Namun, lanjut dia, di tengah jalan Seno mengajak dokter Hendro dari Tulungagung untuk menawarkan  PT Navigate Organic Energy, pengelola Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. PT Navigate ini yang kemudian berganti nama PT Sumber Organik.

"Saya pikir silahkan kalau mau ikut kontes, silahkan dilelang. Yang jelas bukan kita yang mutusin, tapi lelang," katanya.

Dinilai tidak ada jalan, lanjut dia, akhirnya Seno dengan bantuan Pak Tjip mengajak pengusaha bertemu Ketua Umum PDIP Megawati dengan meminta Saleh tidak direkomendasi di Pilkada Surabaya 2020 dan diganti dengan Risma.

Soal ambisi Risma yang sejak awal ingin menjadi Wali Kota Surabaya sebagaimana pernyataam Seno saat diwawancarai seorang pengacara muda Surabaya, M. Sholeh dalam channel Youtube Cak Sholeh, Saleh mengatakan tidak tahu.

"Soal bu Risma soal ambisi saya tidak tau, yang pasti dia (Seno) yang potong saya supaya tidak maju di pilkada," katanya.

Sementara itu, Jagad Hari Seno sebelumnya saat diwawancarai Sholeh mengatakan pada saat diskusi dengan almahrum Pak Tjip, sempat ditanya apakah secara survei, Saleh-Bambang sudah benar. Saat itu, Seno mengatakan hasil survei cukup berat, sehingga harus adaa calon lain. 

Adapun calon tersebut adalah Tri Rismaharini yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeko) Pemkot Surabaya.

"Bukan berarti saya tidak suka dengan Bang Saleh, saya punya lembaga survei market riset saat itu. Bang Saleh punya satu fenomena, dia sangat populer tapi elektabilitasnya rendah," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020