Seorang pria asal Provinsi Jiangxi, China, menerima uang kompensasi senilai 4,96 juta yuan atau sekitar Rp10,92 miliar akibat kesalahan penahanan yang sudah telanjur dijalaninya selama 27 tahun.
Kompensasi yang diberikan Zhang Yuhuan itu terdiri atas kesalahan penahanan senilai 3,39 juta yuan dan penderitaan mental selama dipenjara sebesar 1,57 juta yuan, demikian putusan Pengadilan Tinggi Jiangxi yang beredar di media massa China, Sabtu.
"Kami terima putusan itu, meskipun kalau dipikir-pikir tidak puas dengan nilai kompensasi," kata kakak kandung Zhang yang menerima kompensasi atas nama adiknya.
"Zhang Yuhuan berencana menggunakan uang kompensasi itu untuk membeli apartemen bagi kedua anaknya yang lama tidak dijumpainya dan sisanya untuk dana pensiun," ujarnya.
Pada 4 Agustus, Pengadilan Tinggi membatalkan putusan Zhang sebelumnya berupa hukuman mati atas kasus pembunuhan dengan sengaja.
Majelis hakim tidak menemukan kesalahan pada pria berusia 52 tahun itu karena memang tidak ada bukti yang cukup kuat atas keterlibatannya.
Maka pada saat itu, Zhang dibebaskan dan dipulangkan. Saat itu pula dia mengeluhkan penahanan yang telah lama dijalaninya.
Lalu pada 2 September dia mengajukan tuntutan kompensasi senilai 22,3 juta yuan atau sekitar Rp49,10 miliar kepada pemerintah.
Meskipun akhirnya bersedia menerima nilai lebih rendah daripada tuntutannya, kompensasi Zhang tersebut merupakan yang tertinggi dalam sejarah pembebasan penahanan di China, tulis laman berita The Paper.
Tim pengacara berupaya membantu Zhang mendapatkan nilai lebih dari kompensasi atas kerugian mental, namun tetap saja tergantung pihak pengadilan, demikian Luo Jinshou selaku kuasa hukum Zhang.
Zhang ditetapkan sebagai tersangka atas penemuan dua jasad bocah laki-laki di waduk desanya di Kabupaten Jinxian pada 1993.
Pada Januari 1995, dia divonis hukuman mati. Dia tidak terima vonis tersebut dan mengajukan banding ke pengadilan tinggi.
Dua bulan kemudian, pengadilan tinggi memerintahkan pengadilan yang lebih rendah meringankan hukuman Zhang karena tidak ada bukti yang cukup atas keterlibatan dalam kasus pembunuhan itu.
Zhang mengajukan banding lagi, namun ditolak.
Setelah berkali-kali Zhang dan keluarganya mengajukan banding, akhirnya Pengadilan Tinggi Jiangxi bersedia mendengarkan kembali keterangannya di persidangan mulai 9 Juli lalu. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Kompensasi yang diberikan Zhang Yuhuan itu terdiri atas kesalahan penahanan senilai 3,39 juta yuan dan penderitaan mental selama dipenjara sebesar 1,57 juta yuan, demikian putusan Pengadilan Tinggi Jiangxi yang beredar di media massa China, Sabtu.
"Kami terima putusan itu, meskipun kalau dipikir-pikir tidak puas dengan nilai kompensasi," kata kakak kandung Zhang yang menerima kompensasi atas nama adiknya.
"Zhang Yuhuan berencana menggunakan uang kompensasi itu untuk membeli apartemen bagi kedua anaknya yang lama tidak dijumpainya dan sisanya untuk dana pensiun," ujarnya.
Pada 4 Agustus, Pengadilan Tinggi membatalkan putusan Zhang sebelumnya berupa hukuman mati atas kasus pembunuhan dengan sengaja.
Majelis hakim tidak menemukan kesalahan pada pria berusia 52 tahun itu karena memang tidak ada bukti yang cukup kuat atas keterlibatannya.
Maka pada saat itu, Zhang dibebaskan dan dipulangkan. Saat itu pula dia mengeluhkan penahanan yang telah lama dijalaninya.
Lalu pada 2 September dia mengajukan tuntutan kompensasi senilai 22,3 juta yuan atau sekitar Rp49,10 miliar kepada pemerintah.
Meskipun akhirnya bersedia menerima nilai lebih rendah daripada tuntutannya, kompensasi Zhang tersebut merupakan yang tertinggi dalam sejarah pembebasan penahanan di China, tulis laman berita The Paper.
Tim pengacara berupaya membantu Zhang mendapatkan nilai lebih dari kompensasi atas kerugian mental, namun tetap saja tergantung pihak pengadilan, demikian Luo Jinshou selaku kuasa hukum Zhang.
Zhang ditetapkan sebagai tersangka atas penemuan dua jasad bocah laki-laki di waduk desanya di Kabupaten Jinxian pada 1993.
Pada Januari 1995, dia divonis hukuman mati. Dia tidak terima vonis tersebut dan mengajukan banding ke pengadilan tinggi.
Dua bulan kemudian, pengadilan tinggi memerintahkan pengadilan yang lebih rendah meringankan hukuman Zhang karena tidak ada bukti yang cukup atas keterlibatan dalam kasus pembunuhan itu.
Zhang mengajukan banding lagi, namun ditolak.
Setelah berkali-kali Zhang dan keluarganya mengajukan banding, akhirnya Pengadilan Tinggi Jiangxi bersedia mendengarkan kembali keterangannya di persidangan mulai 9 Juli lalu. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020