Pengamat politik sekaligus peneliti Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdusalam menilai pertarungan di Pilkada Surabaya 2020 akan sengit karena bakal Cawali Surabaya Machfud Arifin yang didukung sebagian besar parpol melawan calon yang akan diusung parpol besar yakni PDIP.
"PDIP jelas sangat siap. Kalaupun PDIP berjuang sendiri melawan koalisi besar (Machfud Arifin), itu tidak jadi masalah. Tidak ada istilah koalisi gajah lawan semut di Pilkada Surabaya. Ini gajah lawan gajah," kata Surokim Abdussalam, di Surabaya, Sabtu.
Hingga kini, PDI Perjuangan belum mengumumkan nama pasangan calon di Pilkada Surabaya yang bakal digelar pada 9 Desember mendatang. Sedangkan calon lawannya yaitu Machfud Arifin sudah duluan mengumumkan diri dan rajin kampanye tiap hari.
Surokim menilai meski belum mengumumkan jagoannya itu bukan berarti PDIP dinilai tidak siap. Ia menyebut pengumuman pasangan calon di Pilkada Surabaya sebagai strategi untuk menghadapi Machfud Arifin yang telah memborong dukungan hampir semua partai.
Menurut dia, wajar jika PDIP belum mengumumkan nama calonnya di Pilkada Surabaya karena sudah mempunyai syarat kecukupan kursi untuk mencalonkan wali kota dan wakilnya.
"Memang ini plus-minus kalau sampai saat ini PDIP belum beri rekomendasi. Plusnya, PDIP bisa menyembunyikan peta kekuatannya, yang membuat lawannya menjadi buta terhadap kekuatan dan strategi PDIP. Kan sudah terbukti, hingga sekarang Pak Machfud Arifin, belum menentukan siapa wakilnya, itu salah satunya karena menunggu calon PDIP," ujarnya.
Namun, minusnya, di masa pandemi COVID-19 ini, model kampanye berbeda dibanding sebelumnya yang memungkinkan pengumpulan massa. "Ini masa pandemi. Butuh waktu lama untuk sosialisasi karena harus benar-benar patuh protokol kesehatan," ujarnya.
Surokim pun membeberkan sejumlah faktor bagaimana kekuatan dan kesiapan PDIP di Pilkada Surabaya yang tidak bisa dipandang remeh.
Pertama, faktor sejerah dalam pemilu langsung, di mana PDIP selalu menang di Surabaya. "Ini bisa mempengaruhi warga untuk memilih lagi," ujarnya.
Kedua, karakteristik warga Kota Surabaya yang identik dengan kota perjuangan bisa digarap PDIP dengan baik. "Lihat saja, PDIP selalu mengusung jargon gotong royong. Meski pemilih di Surabaya sangat heterogen, tetapi gotong royong itu bisa masuk ke masyarakat langsung," katanya.
Tak heran, kata dia, jika PDIP punya pemilih yang solid. Rata-rata selama ini berdasarkan statistik kajian pemilu, pemilih partai yang patuh pada rekomendasi partai dalam Pilkada hanya sekitar 30-50 persen.
"Tapi, PDIP berbeda. Loyalitas orang yang memilih PDIP untuk mengikuti rekomendasi PDIP di Pilkada bisa tembus 60 persen. Apalagi, PDIP pernah mengusung calon dan menang di Surabaya, lalu dianggap sebagai sosok yang sukses membawa Surabaya, yaitu Bu Risma. Ini akan menambah kepercayaan masyakarat terhadap PDIP dan calonnya di Surabaya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"PDIP jelas sangat siap. Kalaupun PDIP berjuang sendiri melawan koalisi besar (Machfud Arifin), itu tidak jadi masalah. Tidak ada istilah koalisi gajah lawan semut di Pilkada Surabaya. Ini gajah lawan gajah," kata Surokim Abdussalam, di Surabaya, Sabtu.
Hingga kini, PDI Perjuangan belum mengumumkan nama pasangan calon di Pilkada Surabaya yang bakal digelar pada 9 Desember mendatang. Sedangkan calon lawannya yaitu Machfud Arifin sudah duluan mengumumkan diri dan rajin kampanye tiap hari.
Surokim menilai meski belum mengumumkan jagoannya itu bukan berarti PDIP dinilai tidak siap. Ia menyebut pengumuman pasangan calon di Pilkada Surabaya sebagai strategi untuk menghadapi Machfud Arifin yang telah memborong dukungan hampir semua partai.
Menurut dia, wajar jika PDIP belum mengumumkan nama calonnya di Pilkada Surabaya karena sudah mempunyai syarat kecukupan kursi untuk mencalonkan wali kota dan wakilnya.
"Memang ini plus-minus kalau sampai saat ini PDIP belum beri rekomendasi. Plusnya, PDIP bisa menyembunyikan peta kekuatannya, yang membuat lawannya menjadi buta terhadap kekuatan dan strategi PDIP. Kan sudah terbukti, hingga sekarang Pak Machfud Arifin, belum menentukan siapa wakilnya, itu salah satunya karena menunggu calon PDIP," ujarnya.
Namun, minusnya, di masa pandemi COVID-19 ini, model kampanye berbeda dibanding sebelumnya yang memungkinkan pengumpulan massa. "Ini masa pandemi. Butuh waktu lama untuk sosialisasi karena harus benar-benar patuh protokol kesehatan," ujarnya.
Surokim pun membeberkan sejumlah faktor bagaimana kekuatan dan kesiapan PDIP di Pilkada Surabaya yang tidak bisa dipandang remeh.
Pertama, faktor sejerah dalam pemilu langsung, di mana PDIP selalu menang di Surabaya. "Ini bisa mempengaruhi warga untuk memilih lagi," ujarnya.
Kedua, karakteristik warga Kota Surabaya yang identik dengan kota perjuangan bisa digarap PDIP dengan baik. "Lihat saja, PDIP selalu mengusung jargon gotong royong. Meski pemilih di Surabaya sangat heterogen, tetapi gotong royong itu bisa masuk ke masyarakat langsung," katanya.
Tak heran, kata dia, jika PDIP punya pemilih yang solid. Rata-rata selama ini berdasarkan statistik kajian pemilu, pemilih partai yang patuh pada rekomendasi partai dalam Pilkada hanya sekitar 30-50 persen.
"Tapi, PDIP berbeda. Loyalitas orang yang memilih PDIP untuk mengikuti rekomendasi PDIP di Pilkada bisa tembus 60 persen. Apalagi, PDIP pernah mengusung calon dan menang di Surabaya, lalu dianggap sebagai sosok yang sukses membawa Surabaya, yaitu Bu Risma. Ini akan menambah kepercayaan masyakarat terhadap PDIP dan calonnya di Surabaya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020