Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Situbondo, Mohamad Hasanudin Riwansa menyatakan bahwa dari hasil uji laboratorium penyebab kematian sembilan ekor sapi milik warga bukan karena virus atau pun penyakit yang dikhawatirkan, melainkan karena perut sapi kembung (tympani).

"Sejak awal kami yakini bahwa ini bukan penyakit hewan menular, terlebih penyakit yang sedang ditakuti yaitu antraks," kata Udin (sapaan akrabnya) kepada wartawan di Situbondo, Jawa Timur, Jumat.

Menurut ia, hasil uji laboratorium sampel darah, dan sampel lainnya, kematian sembilan ekor sapi terkait rose bengal test (RBT) delapan sampel 100 persen dinyatakan negatif. Sedangkan pengujian antraks dari delapan sampel 100 persen juga dinyatakan negatif, dan termasuk juga dengan pengujian toksin, plumbon dan sianida hasilnya juga negatif.

Sementara endoparasit dari delapan sampel yang diuji laboratorium, katanya, satu sampel positif terinfeksi cacing hati (faciola hepatica), dan tujuh sampel lainnya dinyatakan negatif.

"Untuk parasit darah dari delapan sampel, hasil uji laboratorium juga semuanya negatif. Dari pengujian yang dilakukan laboratorium di Malang, tidak mengarah pada penyakit hewan menular strategis," ucapnya.

Udin mengimbau, agar peternak memperhatikan cara menyajikan pakan terhadap ternaknya, katanya, rumput muda sangat berbahaya bagi hewan ternak, karena menyimpan banyak air.

"Untuk menghindari kematian sapi karena tympani atau perut kembung, penyediaan pakan harus diseimbangkan. Jeramian itu bagus untuk penyeimbang pakan, sedangkan rumput muda harus diangin-anginkan terlebih dulu untuk mengurangi kandungan air," ujar Udin.

Sebelumnya, pada 3 Februari 2020 tercatat sebanyak sembilan ekor sapi di Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, mati secara mendadak, ternak sapi warga sati desa itu mengalami kejang-kejang dan mati. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020