Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia KH Cholil Nafis mengatakan pihaknya belum mengeluarkan fatwa haram Netflix dan keluarnya fatwa membutuhkan proses panjang.
"Kami dalam berfatwa butuh banyak waktu, pertama 'istiqro' kami riset yang sebenarnya seperti apa masalahnya. Kami agar ada gambaran masalah secara utuh dan baru kita membahas secara hukumnya," kata dia di Jakarta, Kamis.
Sebelum membahas fatwa, dia mengatakan MUI biasanya menyerap pertanyaan masyarakat soal hukum syariah mengenai suatu perkara. Kemudian persoalan itu diklasifikasi soal urgensi dan dampaknya untuk umat dan khalayak umum.
Klasifikasi itu, kata dia, ditentukan dampaknya secara nasional, lokal atau sekadar sifatnya individu. Jika cakupannya Nusantara maka dibahas di tingkat MUI Pusat. Sementara jika hanya lingkungan lokal maka cukup di MUI provinsi atau kabupaten/kota.
Di lain pihak, lanjut dia, apabila persoalan itu ranahnya personal maka cukup dibahas secara orang per orang.
Saat sudah dalam klasifikasi perlu dibahas segera, kata dia, maka akan dikaji secara mendalam dengan mengundang ahli sesuai permasalahan.
"Kalau permasalahannya dengan kesehatan, kita mengundang ahli kesehatan, ketika berkaitan dengan regulasi tentu kita akan mengundang kepada pejabat bersangkutan untuk mendapatkan informasi secara utuh," kata dia.
Selanjutnya, kata Cholil, MUI akan mencari dalil secara seksama dengan mempertimbangkan persoalan serta dampak buruknya baru kemudian mengeluarkan fatwa.
Terkait waktu pembahasan hingga menjadi fatwa, dia mengatakan sangat tidak mungkin dibahas dalam satu atau dua pekan kemudian rilis hukum syariahnya.
"Kita mengeluarkan fatwa itu antara sebulan. Itu sudah cepat. Kalau tidak dua sampai tiga bulan tergantung pada pendalaman dan tingkat urgensinya kalau tidak segera dikeluarkan ini bahaya," kata dia.
Cholil mengatakan tidak setiap persoalan harus diselesaikan dengan fatwa. "Selama suatu perkara dapat dilakukan pembinaan maka tidak perlu ada fatwa."
Cukup komisi dakwah melakukan pembinaan dan kita luruskan sehingga tidak perlu difatwakan, katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Kami dalam berfatwa butuh banyak waktu, pertama 'istiqro' kami riset yang sebenarnya seperti apa masalahnya. Kami agar ada gambaran masalah secara utuh dan baru kita membahas secara hukumnya," kata dia di Jakarta, Kamis.
Sebelum membahas fatwa, dia mengatakan MUI biasanya menyerap pertanyaan masyarakat soal hukum syariah mengenai suatu perkara. Kemudian persoalan itu diklasifikasi soal urgensi dan dampaknya untuk umat dan khalayak umum.
Klasifikasi itu, kata dia, ditentukan dampaknya secara nasional, lokal atau sekadar sifatnya individu. Jika cakupannya Nusantara maka dibahas di tingkat MUI Pusat. Sementara jika hanya lingkungan lokal maka cukup di MUI provinsi atau kabupaten/kota.
Di lain pihak, lanjut dia, apabila persoalan itu ranahnya personal maka cukup dibahas secara orang per orang.
Saat sudah dalam klasifikasi perlu dibahas segera, kata dia, maka akan dikaji secara mendalam dengan mengundang ahli sesuai permasalahan.
"Kalau permasalahannya dengan kesehatan, kita mengundang ahli kesehatan, ketika berkaitan dengan regulasi tentu kita akan mengundang kepada pejabat bersangkutan untuk mendapatkan informasi secara utuh," kata dia.
Selanjutnya, kata Cholil, MUI akan mencari dalil secara seksama dengan mempertimbangkan persoalan serta dampak buruknya baru kemudian mengeluarkan fatwa.
Terkait waktu pembahasan hingga menjadi fatwa, dia mengatakan sangat tidak mungkin dibahas dalam satu atau dua pekan kemudian rilis hukum syariahnya.
"Kita mengeluarkan fatwa itu antara sebulan. Itu sudah cepat. Kalau tidak dua sampai tiga bulan tergantung pada pendalaman dan tingkat urgensinya kalau tidak segera dikeluarkan ini bahaya," kata dia.
Cholil mengatakan tidak setiap persoalan harus diselesaikan dengan fatwa. "Selama suatu perkara dapat dilakukan pembinaan maka tidak perlu ada fatwa."
Cukup komisi dakwah melakukan pembinaan dan kita luruskan sehingga tidak perlu difatwakan, katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020