Pejabat Pemerintah Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mengakui belum dapat mewujudkan program wajib belajar sembilan tahun di wilayahnya, karena masih adanya anak tidak sekolah di usia sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP).
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Madiun J.W. Widodo mengatakan, terdata sebanyak 1.607 anak usia sekolah di Madiun yang tidak bisa mengenyam pendidikan.
"Jumlah yang terkumpul tersebut merupakan data di 12 dari 15 kecamatan di Kabupaten Madiun pada akhir tahun 2019 yang disetor ke Dikbud. Masih ada tiga kecamatan yang belum, yakni Madiun, Gemarang, dan Geger," ujar Widodo di Madiun, Kamis.
Dari jumlah 1.607 anak yang tidak sekolah itu, sebanyak 182 anak berusia 5-6 tahun tidak bersekolah di tingkat taman kanak-kanak (TK). Kemudian, terdapat 441 anak usia 7-12 tahun tidak bersekolah di tingkat SD.
Lalu, sebanyak 213 anak di kisaran usia 13-15 tahun (SMP) dan sebanyak 771 anak usia antara 16-18 tahun tak bersekolah di tingkat SMA.
"Data tersebut merupakan data dari desa, namun kami masih perlu melakukan klarifikasi untuk memastikan kevalidannya," kata dia.
Menurut dia, kemungkinan anak tidak sekolah tetap ada. Faktor penyebabnya bermacam-macam, di antaranya minat sang anak serta jarak rumah dengan sekolah.
Pemerintah pusat maupun daerah, kata dia, sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan minat pendidikan dengan menyediakan fasilitas, bantuan beasiswa, dan lainnya.
"Untuk itu, kami terus menyosialisasikan wajib belajar sembilan tahun, sebab, sekolah itu penting untuk masa depan anak," kata dia.
Ia menambahkan, selain anak tidak sekolah, Kabupaten Madiun juga masih dihadapkan dengan anak putus sekolah untuk mewujudkan wajib belajar sembilan tahun.
Sesuai data, pada 2018 terdapat enam anak SD berhenti sekolah. Di tingkat SMP, terdapat 53 pelajar putus sekolah. Sementara di Tahun 2019 terdapat 30 pelajar tingkat SMP putus sekolah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Madiun J.W. Widodo mengatakan, terdata sebanyak 1.607 anak usia sekolah di Madiun yang tidak bisa mengenyam pendidikan.
"Jumlah yang terkumpul tersebut merupakan data di 12 dari 15 kecamatan di Kabupaten Madiun pada akhir tahun 2019 yang disetor ke Dikbud. Masih ada tiga kecamatan yang belum, yakni Madiun, Gemarang, dan Geger," ujar Widodo di Madiun, Kamis.
Dari jumlah 1.607 anak yang tidak sekolah itu, sebanyak 182 anak berusia 5-6 tahun tidak bersekolah di tingkat taman kanak-kanak (TK). Kemudian, terdapat 441 anak usia 7-12 tahun tidak bersekolah di tingkat SD.
Lalu, sebanyak 213 anak di kisaran usia 13-15 tahun (SMP) dan sebanyak 771 anak usia antara 16-18 tahun tak bersekolah di tingkat SMA.
"Data tersebut merupakan data dari desa, namun kami masih perlu melakukan klarifikasi untuk memastikan kevalidannya," kata dia.
Menurut dia, kemungkinan anak tidak sekolah tetap ada. Faktor penyebabnya bermacam-macam, di antaranya minat sang anak serta jarak rumah dengan sekolah.
Pemerintah pusat maupun daerah, kata dia, sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan minat pendidikan dengan menyediakan fasilitas, bantuan beasiswa, dan lainnya.
"Untuk itu, kami terus menyosialisasikan wajib belajar sembilan tahun, sebab, sekolah itu penting untuk masa depan anak," kata dia.
Ia menambahkan, selain anak tidak sekolah, Kabupaten Madiun juga masih dihadapkan dengan anak putus sekolah untuk mewujudkan wajib belajar sembilan tahun.
Sesuai data, pada 2018 terdapat enam anak SD berhenti sekolah. Di tingkat SMP, terdapat 53 pelajar putus sekolah. Sementara di Tahun 2019 terdapat 30 pelajar tingkat SMP putus sekolah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020