Saat acara puncak perayaan Natal Nasional 2019 yang dihadiri sekitar 11.000 orang, Presiden Joko Widodo menceritakan soal keakraban tokoh bangsa yang patut diteladani contohnya yang dilakukan Gus Dur dan Romo Mangun.
“Keakraban Gus Dur dan Romo Mangun menjadi inspirasi bagi kita semua,” kata Jokowi dalam perayaan Natal Nasional 2019 di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, Jumat malam.
Menurut dia, kedua tokoh itu tidak mempersoalkan perbedaan, jadi meskipun mereka berbeda agama namun tetap bersahabat.
Tetapi presiden mengingatkan dalam perjalanan sejarah bangsa ini memang seringkali diuji dalam menjaga kebersamaan tersebut.
“Tokoh bangsa telah memberikan banyak keteladanan tentang indahnya dan berharganya persaudaraan,” ujarnya.
Presiden pun memberikan contoh lain yakni pendiri Masyumi, M Natsir yang bersahabat kental dengan Ignatius Jonatan Kasimo sebagai tokoh Katolik.
“Ketika hari raya Natal, Bapak Natsir selalu berkunjung ke rumah IJ Kasimo. Sebaliknya saat Idul Fitri, Bapak IJ Kasimo berkunjung ke rumah Bapak Natsir. Inilah indahnya persahabatan diantara dua tokoh bangsa. Persahabatan hadir dengan mungkin juga bisa jadi inspirasi,” terangnya.
Hal itu sekaligus menjadi cerminan bagaimana Pancasila diwujudkan dalam persahabatan yang nyata.
“Dan pada momen tertentu ada saja yang mencoba menganggu kedamaian hubungan antar suku, menggoyang keharmonisan dan menebar kebencian dan intoleransi. Saya yakin dengan semangat persaudaraan dan persahabatan kita akan mampu hadapi semuanya. Saya memiliki keyakinan itu,” lanjut presiden.
Ia menambahkan, Indonesia sebagai negara yang dianugerahi keberagamaan dan kemajemukan baik suku agama dan bahasa daerah, maka harus selalu belajar untuk hidup sebagai saudara dan satu bangsa sehingga menjadi watak asli bangsa Indonesia.
“Bisa disebut DNA-nya rakyat Indonesia dan DNA itu sudah hidup ratusan tahun menjadi budaya masyarakat kita. Kemanapun kita pergi ke seluruh penjuru tanah air kita akan diterima sebagai sahahat,” katanya.
Persahabatan sejati, sebutnya juga sudah lama menjadi jati diri bangsa Indonesia. Selama ratusan tahun nenek moyang hidup dalam harmonisasi dan persahabatan yang tulus tanpa membedakan agama, suku, dan ras.
Menurut dia, nilai-nilai persaudaraan inilah yang mengikat keindonesiaan di masa lalu, saat ini, dan dimasa datang.
“Dengan hidup sebagai satu saudara kita akan siap mengulurkan tangan bila saudara kita kesusahan. Dengan hidup sebagai satu sahabat kita akan mudah menyodorkan bantuan. Dengan hidup sebagai satu saudara kita tidak akan ragu untuk saling mengingatkan. Dengan satu saudara kita tidak akan sulit bergandengan tangan untuk mencapai tujuan besar bangsa Indonesia,” jelas presiden. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
“Keakraban Gus Dur dan Romo Mangun menjadi inspirasi bagi kita semua,” kata Jokowi dalam perayaan Natal Nasional 2019 di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, Jumat malam.
Menurut dia, kedua tokoh itu tidak mempersoalkan perbedaan, jadi meskipun mereka berbeda agama namun tetap bersahabat.
Tetapi presiden mengingatkan dalam perjalanan sejarah bangsa ini memang seringkali diuji dalam menjaga kebersamaan tersebut.
“Tokoh bangsa telah memberikan banyak keteladanan tentang indahnya dan berharganya persaudaraan,” ujarnya.
Presiden pun memberikan contoh lain yakni pendiri Masyumi, M Natsir yang bersahabat kental dengan Ignatius Jonatan Kasimo sebagai tokoh Katolik.
“Ketika hari raya Natal, Bapak Natsir selalu berkunjung ke rumah IJ Kasimo. Sebaliknya saat Idul Fitri, Bapak IJ Kasimo berkunjung ke rumah Bapak Natsir. Inilah indahnya persahabatan diantara dua tokoh bangsa. Persahabatan hadir dengan mungkin juga bisa jadi inspirasi,” terangnya.
Hal itu sekaligus menjadi cerminan bagaimana Pancasila diwujudkan dalam persahabatan yang nyata.
“Dan pada momen tertentu ada saja yang mencoba menganggu kedamaian hubungan antar suku, menggoyang keharmonisan dan menebar kebencian dan intoleransi. Saya yakin dengan semangat persaudaraan dan persahabatan kita akan mampu hadapi semuanya. Saya memiliki keyakinan itu,” lanjut presiden.
Ia menambahkan, Indonesia sebagai negara yang dianugerahi keberagamaan dan kemajemukan baik suku agama dan bahasa daerah, maka harus selalu belajar untuk hidup sebagai saudara dan satu bangsa sehingga menjadi watak asli bangsa Indonesia.
“Bisa disebut DNA-nya rakyat Indonesia dan DNA itu sudah hidup ratusan tahun menjadi budaya masyarakat kita. Kemanapun kita pergi ke seluruh penjuru tanah air kita akan diterima sebagai sahahat,” katanya.
Persahabatan sejati, sebutnya juga sudah lama menjadi jati diri bangsa Indonesia. Selama ratusan tahun nenek moyang hidup dalam harmonisasi dan persahabatan yang tulus tanpa membedakan agama, suku, dan ras.
Menurut dia, nilai-nilai persaudaraan inilah yang mengikat keindonesiaan di masa lalu, saat ini, dan dimasa datang.
“Dengan hidup sebagai satu saudara kita akan siap mengulurkan tangan bila saudara kita kesusahan. Dengan hidup sebagai satu sahabat kita akan mudah menyodorkan bantuan. Dengan hidup sebagai satu saudara kita tidak akan ragu untuk saling mengingatkan. Dengan satu saudara kita tidak akan sulit bergandengan tangan untuk mencapai tujuan besar bangsa Indonesia,” jelas presiden. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019