Polisi menembakkan gas air mata saat demonstran menerobos barikade polisi yang mengamankan demo mahasiswa untuk menentang perubahan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi di Kantor DPRD Bangkalan, Jawa Timur, Kamis.
Sebelum polisi menembakkan gas air mata ke arah massa pengunjuk rasa, Kepala Kepolisian Resor Bangkalan AKBP Rama Sasmita terlebih dahulu menyampaikan imbauan kepada mahasiswa agar mengirimkan perwakilan untuk masuk ke kantor DPRD Bangkalan dan berdialog dengan anggota dewan.
"Silakan perwakilan dari kalian masuk untuk berdialog dengan para anggota DPRD," katanya menggunakan pelantang suara.
Namun demonstran tidak mengindahkan imbauan itu, malah merangsek menerobos barisan polisi.
Namun imbauan orang nomor satu di lingkungan Polres Bangkalan tersebut tidak diindahkan, bahkan pengunjuk rasa terus merangsek dan berupaya menerobos barisan polisi.
"Kami tidak mau melalui perwakilan, kami semua ingin masuk Pak. Kami ini satu, masuk semua atau DPRD-nya keluar menemui kami," teriak salah seorang peserta aksi, yang disetujui oleh pengunjuk rasa lainnya. "Betul! kami tidak mau dengan cara perwakilan," kata mereka serentak.
Suasana kemudian memanas. Mahasiswa dan petugas keamanan saling dorong dan saling pukul.
Saat aksi kian tak terkendali, karena massa terus berupaya menembus barisan polisi, petugas menembakkan gas air mata dan menyemprotkan air ke kerumunan demonstran.
Tindakan itu mampu memukul mundur pengunjuk rasa. Namun, mahasiswa dari berbagai kampus yang mengatas namakan diri "Aliansi Trunojoyo Menggugat" terus berupaya masuk melalui pintu selatan DPRD Bangkalan.
Upaya sigap petugas, membuat pengunjuk rasa kembali gagal, apalagi petugas menggunakan tembakan gas air mata.
Sebagaimana demonstrasi mahasiswa lainnya, ribuan mahasiswa yang berunjuk rasa di kantor DPRD Bangkalan menuntut DPR mencabut pemberlakuan undang-undang yang melemahkan peran institusi itu.
Massa juga menuntut DPR RI menolak mengesahkan RUU kontroversial lainnya seperti Rancangan KUHP, RUU Permasyarakatan, hingga RUU Pertanahan.
Secara terpisah, Ketua DPRD Bangkalan Muhammad Fahad menyatakan dewan sepakat dengan tuntutan mahasiswa menolak UU KPK.
"Kami sependapat dengan tuntutan teman-teman mahasiswa sebagaimana disampaikan di berbagai tempat di negeri ini. KPK harus kuat, karena KPK merupakan simbol kekuatan pemberantasan korupsi di negeri ini," kata Fahad.
Unjuk rasa berlangsung di kantor DPRD Bangkalan, Kamis sore itu, merupakan gelombang kedua.
Pada pagi hari, puluhan siswa di Bangkalan juga berunjuk rasa ke kantor DPRD setempat. Tuntutannya sama, memprotes pengesahan UU KPK dan menolak pengesahan RUU lainnya seperti RKUHP, RUU Permasyarakatan hingga RUU Pertanahan.
Para pelajar juga membentangkan poster dan menyebarkan brosur berisi berbagai tulisan seperti, "DPR butuh obat pintar? Sini ke anak Farmasi”. "Saya di sini hanya untuk mengobati DPR yang sakit".
Pada 24 September 2019, aksi serupa dilakukan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di kantor DPRD Bangkalan. Aksi organisasi itu berlangsung tertib.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Sebelum polisi menembakkan gas air mata ke arah massa pengunjuk rasa, Kepala Kepolisian Resor Bangkalan AKBP Rama Sasmita terlebih dahulu menyampaikan imbauan kepada mahasiswa agar mengirimkan perwakilan untuk masuk ke kantor DPRD Bangkalan dan berdialog dengan anggota dewan.
"Silakan perwakilan dari kalian masuk untuk berdialog dengan para anggota DPRD," katanya menggunakan pelantang suara.
Namun demonstran tidak mengindahkan imbauan itu, malah merangsek menerobos barisan polisi.
Namun imbauan orang nomor satu di lingkungan Polres Bangkalan tersebut tidak diindahkan, bahkan pengunjuk rasa terus merangsek dan berupaya menerobos barisan polisi.
"Kami tidak mau melalui perwakilan, kami semua ingin masuk Pak. Kami ini satu, masuk semua atau DPRD-nya keluar menemui kami," teriak salah seorang peserta aksi, yang disetujui oleh pengunjuk rasa lainnya. "Betul! kami tidak mau dengan cara perwakilan," kata mereka serentak.
Suasana kemudian memanas. Mahasiswa dan petugas keamanan saling dorong dan saling pukul.
Saat aksi kian tak terkendali, karena massa terus berupaya menembus barisan polisi, petugas menembakkan gas air mata dan menyemprotkan air ke kerumunan demonstran.
Tindakan itu mampu memukul mundur pengunjuk rasa. Namun, mahasiswa dari berbagai kampus yang mengatas namakan diri "Aliansi Trunojoyo Menggugat" terus berupaya masuk melalui pintu selatan DPRD Bangkalan.
Upaya sigap petugas, membuat pengunjuk rasa kembali gagal, apalagi petugas menggunakan tembakan gas air mata.
Sebagaimana demonstrasi mahasiswa lainnya, ribuan mahasiswa yang berunjuk rasa di kantor DPRD Bangkalan menuntut DPR mencabut pemberlakuan undang-undang yang melemahkan peran institusi itu.
Massa juga menuntut DPR RI menolak mengesahkan RUU kontroversial lainnya seperti Rancangan KUHP, RUU Permasyarakatan, hingga RUU Pertanahan.
Secara terpisah, Ketua DPRD Bangkalan Muhammad Fahad menyatakan dewan sepakat dengan tuntutan mahasiswa menolak UU KPK.
"Kami sependapat dengan tuntutan teman-teman mahasiswa sebagaimana disampaikan di berbagai tempat di negeri ini. KPK harus kuat, karena KPK merupakan simbol kekuatan pemberantasan korupsi di negeri ini," kata Fahad.
Unjuk rasa berlangsung di kantor DPRD Bangkalan, Kamis sore itu, merupakan gelombang kedua.
Pada pagi hari, puluhan siswa di Bangkalan juga berunjuk rasa ke kantor DPRD setempat. Tuntutannya sama, memprotes pengesahan UU KPK dan menolak pengesahan RUU lainnya seperti RKUHP, RUU Permasyarakatan hingga RUU Pertanahan.
Para pelajar juga membentangkan poster dan menyebarkan brosur berisi berbagai tulisan seperti, "DPR butuh obat pintar? Sini ke anak Farmasi”. "Saya di sini hanya untuk mengobati DPR yang sakit".
Pada 24 September 2019, aksi serupa dilakukan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di kantor DPRD Bangkalan. Aksi organisasi itu berlangsung tertib.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019