Umat muslim yang berada di sekitar Pondok Pesantren Mahfilud Dluror yang berada di Desa Suger Kidul, Kabupaten Jember, Jawa Timur menunaikan shalat Idul Fitri 1440 Hijriah dan merayakan Lebaran 2019 pada Selasa.
"Alhamdulillah kami sudah menjalankan ibadah puasa selama 30 hari dan melaksanakan shalat Id lebih awal dari penetapan pemerintah karena kami berpuasa lebih awal," kata Pengasuh Pesantren Mahfilud Dluror KH Ali Wafa di Kabupaten Jember.
Warga yang menunaikan shalat Id di lingkungan Pesantren Mahfilud Dluror tidak hanya warga Kabupaten Jember, namun sebagian warga Kabupaten Bondowoso karena lokasi pesantren tersebut merupakan daerah perbatasan Jember dan Bondowoso.
"Meski kami merayakan Lebaran hari ini, kami selalu mengimbau kepada santri dan warga di lingkungan pesantren untuk tetap menghormati umat muslim yang masih menjalankan ibadah puasa," tuturnya.
Jamaah Pesantren Mahfilud Dluror baik santri maupun masyarakat yang berada di sekitar pondok pesantren melaksanakan shalat tarawih pada Sabtu (4/5) malam dan makan sahur pada Ahad (5/5) dini hari, sehingga melaksanakan puasa lebih awal dari penetapan pemerintah yang menentukan awal Ramadhan pada Senin (6/5).
"Penentuan awal puasa di pesantren kami berdasarkan kitab Nushatul Majaalis wa Muntahobul Nafaais dan metode itu diterapkan sejak tahun 1826, sehingga tidak menggunakan metode hisab dan rukyat," katanya.
Ia menjelaskan penetapan awal puasa tersebut berdasarkan keyakinan yang menggunakan acuan sistem khumasi (dari bahasa Arab artinya lima/khomsatun), yang berdasarkan pada kitab Nushatul Majaalis karangan Syeh Abdurrohman As Shufuri As Syafi'i.
"Sistem penghitungan khumasi yakni penentuan awal puasa tahun ini bisa ditentukan dengan cara menghitung lima hari dari awal puasa tahun sebelumnya yakni pada Selasa, sehingga lima hari berikutnya yakni pada Ahad sebagai awal puasa tahun ini," ujarnya.
Ali Wafa mengatakan tidak ada paksaan untuk mengikuti hasil ijtihad di pesantren tersebut dan masyarakat bebas memilih untuk mengikuti penetapan 1 Syawal 1440 Hijriah sesuai penetapan pemerintah, Muhammadiyah atau ikut metode yang dijalankan pesantren yang sudah berjalan ratusan tahun lamanya.
"Meskipun berbeda dengan pemerintah, warga dan alumni pesantren sangat menghargai perbedaan yang ada dan tetap hidup rukun dengan umat muslim di sekitarnya," katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Syawal 1440 Hijriah jatuh pada 5 Juni 2019 dan penetapan tersebut dilakukan setelah Kemenag menggelar sidang isbat pada Senin (3/6) malam, di Kementerian Agama, Jakarta. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Alhamdulillah kami sudah menjalankan ibadah puasa selama 30 hari dan melaksanakan shalat Id lebih awal dari penetapan pemerintah karena kami berpuasa lebih awal," kata Pengasuh Pesantren Mahfilud Dluror KH Ali Wafa di Kabupaten Jember.
Warga yang menunaikan shalat Id di lingkungan Pesantren Mahfilud Dluror tidak hanya warga Kabupaten Jember, namun sebagian warga Kabupaten Bondowoso karena lokasi pesantren tersebut merupakan daerah perbatasan Jember dan Bondowoso.
"Meski kami merayakan Lebaran hari ini, kami selalu mengimbau kepada santri dan warga di lingkungan pesantren untuk tetap menghormati umat muslim yang masih menjalankan ibadah puasa," tuturnya.
Jamaah Pesantren Mahfilud Dluror baik santri maupun masyarakat yang berada di sekitar pondok pesantren melaksanakan shalat tarawih pada Sabtu (4/5) malam dan makan sahur pada Ahad (5/5) dini hari, sehingga melaksanakan puasa lebih awal dari penetapan pemerintah yang menentukan awal Ramadhan pada Senin (6/5).
"Penentuan awal puasa di pesantren kami berdasarkan kitab Nushatul Majaalis wa Muntahobul Nafaais dan metode itu diterapkan sejak tahun 1826, sehingga tidak menggunakan metode hisab dan rukyat," katanya.
Ia menjelaskan penetapan awal puasa tersebut berdasarkan keyakinan yang menggunakan acuan sistem khumasi (dari bahasa Arab artinya lima/khomsatun), yang berdasarkan pada kitab Nushatul Majaalis karangan Syeh Abdurrohman As Shufuri As Syafi'i.
"Sistem penghitungan khumasi yakni penentuan awal puasa tahun ini bisa ditentukan dengan cara menghitung lima hari dari awal puasa tahun sebelumnya yakni pada Selasa, sehingga lima hari berikutnya yakni pada Ahad sebagai awal puasa tahun ini," ujarnya.
Ali Wafa mengatakan tidak ada paksaan untuk mengikuti hasil ijtihad di pesantren tersebut dan masyarakat bebas memilih untuk mengikuti penetapan 1 Syawal 1440 Hijriah sesuai penetapan pemerintah, Muhammadiyah atau ikut metode yang dijalankan pesantren yang sudah berjalan ratusan tahun lamanya.
"Meskipun berbeda dengan pemerintah, warga dan alumni pesantren sangat menghargai perbedaan yang ada dan tetap hidup rukun dengan umat muslim di sekitarnya," katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Syawal 1440 Hijriah jatuh pada 5 Juni 2019 dan penetapan tersebut dilakukan setelah Kemenag menggelar sidang isbat pada Senin (3/6) malam, di Kementerian Agama, Jakarta. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019