Tokoh agama di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Kiai Ali Nasuhan mengajak semua elemen masyarakat untuk ikut serta menjaga demokrasi di negeri ini, dengan tetap menjaga solidaritas dan menghindari perpecahan karena perbedaan pendapat.
"Saya sangat menyesalkan kejadian di Jakarta, 22 Mei kemarin. Mari jaga demokrasi kita dengan baik, jangan kotori demokrasi dengan hal yang sangat merugikan dan memecah belah kerukunan," kata Kiai Ali yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Mukhtar di Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Kamis.
Ia mengatakan, tidak seharusnya insiden di Jakarta serta sejumlah wilayah lainnya terjadi. Bahkan, karena kejadian itu banyak korban baik jiwa maupun yang luka-luka.
Pihaknya mendukung penuh aparat kepolisian untuk menindak tegas para perusuh dan koordinator yang terjadi pada 22 Mei 2019. Aksi itu seakan sudah ada kepentingan dan bertentangan dengan hukum yang berlaku terkait dengan seruan mereka yang menuding terjadinya kecurangan.
Pemerintah, kata dia, juga sudah menegaskan bahwa bagi pihak-pihak yang tidak setuju dengan keputusan Pemilu 2019 bisa menggunakan jalur hukum dan tidak dengan aksi yang membawa massa.
"Jika ada pihak yang tidak setuju dengan keputusan KPU, gunakan jalur hukum di negara ini. Jangan gunakan kekerasan untuk mencapai tujuan pribadi atau golongan," kata Kiai Ali.
Polda Metro Jaya menetapkan 257 orang sebagai tersangka kasus kerusuhan 22 Mei 2019 yang berawal dari depan Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat, pada Selasa (21/5) malam.
Para tersangka tersebut diamankan di beberapa lokasi, antara lain dari depan Bawaslu sebanyak 75 orang, Petamburan 156 tersangka, dan Gambir 29 orang tersangka.
Sebelumnya sempat terjadi aksi massa mengatasnamakan Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) di depan Bawaslu yang bubar setelah salat tarawih pada Selasa (21/5). Namun, setelahnya terjadi kerusuhan di depan Bawaslu.
Kerusuhan di depan Bawaslu RI itu pun berlanjut hingga Rabu (22/5) siang hingga merembet ke kawasan Petamburan dan Tanah Abang, Jakarta Pusat, karena massa diupayakan bubar oleh polisi. Bahkan, polisi memberlakukan siaga 1 di Jakarta menyikapi hasil rekapitulasi suara hasil Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Kerusuhan massa itu diduga terkait hasil rekapitulasi Pemilu 2019 yang telah diumumkan KPU RI di mana calon Presiden dan calon Wakil Presiden nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin mengalahkan calon Presiden dan calon Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Saya sangat menyesalkan kejadian di Jakarta, 22 Mei kemarin. Mari jaga demokrasi kita dengan baik, jangan kotori demokrasi dengan hal yang sangat merugikan dan memecah belah kerukunan," kata Kiai Ali yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Mukhtar di Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Kamis.
Ia mengatakan, tidak seharusnya insiden di Jakarta serta sejumlah wilayah lainnya terjadi. Bahkan, karena kejadian itu banyak korban baik jiwa maupun yang luka-luka.
Pihaknya mendukung penuh aparat kepolisian untuk menindak tegas para perusuh dan koordinator yang terjadi pada 22 Mei 2019. Aksi itu seakan sudah ada kepentingan dan bertentangan dengan hukum yang berlaku terkait dengan seruan mereka yang menuding terjadinya kecurangan.
Pemerintah, kata dia, juga sudah menegaskan bahwa bagi pihak-pihak yang tidak setuju dengan keputusan Pemilu 2019 bisa menggunakan jalur hukum dan tidak dengan aksi yang membawa massa.
"Jika ada pihak yang tidak setuju dengan keputusan KPU, gunakan jalur hukum di negara ini. Jangan gunakan kekerasan untuk mencapai tujuan pribadi atau golongan," kata Kiai Ali.
Polda Metro Jaya menetapkan 257 orang sebagai tersangka kasus kerusuhan 22 Mei 2019 yang berawal dari depan Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat, pada Selasa (21/5) malam.
Para tersangka tersebut diamankan di beberapa lokasi, antara lain dari depan Bawaslu sebanyak 75 orang, Petamburan 156 tersangka, dan Gambir 29 orang tersangka.
Sebelumnya sempat terjadi aksi massa mengatasnamakan Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) di depan Bawaslu yang bubar setelah salat tarawih pada Selasa (21/5). Namun, setelahnya terjadi kerusuhan di depan Bawaslu.
Kerusuhan di depan Bawaslu RI itu pun berlanjut hingga Rabu (22/5) siang hingga merembet ke kawasan Petamburan dan Tanah Abang, Jakarta Pusat, karena massa diupayakan bubar oleh polisi. Bahkan, polisi memberlakukan siaga 1 di Jakarta menyikapi hasil rekapitulasi suara hasil Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Kerusuhan massa itu diduga terkait hasil rekapitulasi Pemilu 2019 yang telah diumumkan KPU RI di mana calon Presiden dan calon Wakil Presiden nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin mengalahkan calon Presiden dan calon Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019