Jombang (Antaranews Jatim) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengingatkan banyak pihak-pihak yang berupaya melakukan adu domba rakyat mendekati Pemilu 2019, sehingga masyarakat diharapkan semakin bersatu demi mencegah terjadinya perpecahan.

"Kami berkeliling. Sekarang sudah banyak upaya mengadu domba rakyat, jangan ini, jangan itu, bahaya, kafir, itu musuh kita. Pemilu itu memilih yang lebih baik dari yang ada, sesudah itu yang menang harus hormati, yang kalah juga harus dirangkul," katanya dalam acara Dialog Kebangsaan seri VII di Stasiun Jombang, Jawa Timur, Rabu malam.

Mahfud MD yang juga Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan sangat berharap di pemilu ini tidak terjadi permusuhan. Bahkan, sesudah pemilu semua bisa berangkulan sebagai saudara, sebab pada dasarnya pemilu untuk mencari pemimpin dan wakil rakyat yang harus didukung bersama siapapun yang menang.

Nantinya, sesudah pemilu akan bekerja bersama untuk kemajuan Indonesia dan kebersatuan ikatan kebangsaan dalam satu situasi yang lebih kokoh lagi.  

Sementara itu, Romo Beny Susetyo yang juga hadir dalam acara tersebut mengatakan, saat ini terjadi kemerosotan dalam budaya politik, sebab elit politik menggunakan kata-kata yang tidak boleh dikatakan. Misalnya, menyebut nama binatang, menyebut karakter dan menghancurkan. 

Ia menyebut, politik seharusnya terkait dengan etis, namun saat ini yang banyak muncul justru propaganda, kampanye hitam, dengan menggunakan kapitalisasi media sosial, seperti twitter, instagram, hingga facebook untuk menghancurkan seseorang. 

"Padahal, politik yang beradap itu adu konsep, gagasan, kemudian mereka pertanggungjawabkan dengan parameter yang jelas. Dulu perdebatan Tan Malaka, Sjahrir, Soekarno, Hatta, bahkan tokoh besar mengenai bagaimana republik ini dibangun. Mereka mengajukan konsep, gagasan, tapi setelah tahap berikutnya kita alami krisis, dengan krisis etika politik karena tidak dijadikan kewajiban," kata dia. 

Lebih lanjut, ia mengatakan, kini juga marak terjadi politik adu domba, tanpa gagasan yang mengakibatkan secara sosial masyarakat terpecah sehingga ada kecurigaan. Secara psikologis masyarakat takut dan khawatir.

Menurut dia, masyarakat harus cerdas memilih pemimpin dengan mencari yang bermoral, yakni pemimpin yang dosanya paling kecil. Pemimpin itu harus jelas rekam jejaknya, mempunyai konsep yang jelas, terukur, emosinya stabil, dan memiliki jiwa merdeka, yakni pemimpin yang berani bersikap, bertindak dan bijaksana.

"Saatnya intelektual bertugas, menjadikan masyarakat memiliki kewarasan, menggunakan akal budi yang rasional, sehingga masyarakat tidak terjebak politik retorika, kebohongan yang dibungkus dengan kata-kata manis, tapi penuh kepalsuan. Yang penting adalah bgaimana membangun keadaban politik," kata Romo Beny.

Acara Dialog Kebangsaan itu juga dihadiri Bupati Jombang Mundjidah Wahab, Alissa Wahid, dan sejumlah tamu undangan lainnya. Setelah dari Stasiun Jombang, Mahfud MD dan rombongan singgah ke Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang.

Kegiatan dialog itu merupakan rangkaian dari Gerakan Suluh Kebangsaan yang didirikan sejumlah tokoh lintas agama, yaitu Mahfud MD, Alissa Wahid, Romo Beny Susetyo, dan Budi Kuncoro. Pembentukan gerakan ini dilatarbelakangi keprihatinan akan ancaman perpecahan bangsa Indonesia yang makin menguat menjelang momen politik akbar seperti pemilu.

Gerakan Suluh Kebangsaan bersama PT Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan jelajah kebangsaan ke sembilan stasiun yang berada di Pulau Jawa, dengan rute Merak hingga Banyuwangi. Rombongan singgah dan menggelar dialog di Stasiun Merak, Gambir, Cirebon, Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Jombang, Surabaya, dan Banyuwangi. (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019