Surabaya (Antaranews Jatim) - Komisi B DPRD Kota Surabaya meminta wali kota segera menunjuk pelaksanan tugas Dirut Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan setelah Teguh Prihandoko melayangkan surat pengunduran dari jabatannya sebagai dirut pada 17 Desember 2018.
     
"Kepala daerah selalu pemegang otoritas pemilik perusahaan daerah harus segera memutuskan.  Tidak perlu menunggu 31 Januari 2019. Secara moral, mundur itu ya terhitung sejak diucapkan atau sejak dibuat surat pernyataan mundur," kata anggota Komisi B DPRD Surabaya Achmad Zakaria kepada Antara di Surabaya, Kamis.
     
Menurut dia, persoalan ini harus segera diputuskan sambil menunggu terbentuknya Badan Pengawas (Bawas) Rumah Potong Hewan (RPH) yang baru yang nantinya yang bertugas melakukan seleksi calon dirut RPH.
     
"Seleksi bawas harus dituntaskan segera," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
     
Hal itu, lanjut dia, sesuai dengan pasal 13 D ayat 2 Perda Nomor 5 Tahun 1988 Tentang Perubahan Perda Nomor 11 Tahun 1982 Tentang Pembentukan PD RPH, anggota direksi RPH dapat diberhentikan kepala daerah sebelum masa jabatan berakhir. 
     
Pemberhentian tersebut dikarenakan beberapa hal yakni a. permintaan sendiri, b. melakukan tindakan yang merugikan pemerintah daerah, c. melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan pemerintah daerah atau kepentingan negara dan d. sesuatu yang mengakibatkan tidak dapat melaksanakan tugasnya secara wajar.
     
"Dalam persoalan ini masuk poin a dan d," katanya.
     
Selain itu, lanjut dia, terkait berbagai masalah yang dihadapi RPH saat ini harus segera direspons Pemkot Surabaya selaku pemilik RPH, seperti halnya persoalan IPAL, revitalisasi tempat pemotongan RPH di Pegirikan dan Kedurus dan usulan rumah potong unggas di RPH.
     
Terbaru, menurut Zakaria, masalah polemik penyelesaian pencabutan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) atau sertifikasi dari rumah potong hewan untuk menghasilkan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur.  
     
"Kalau serius menyelematkan hajat hidup orang banyak dalam ketersediaan daging yang ASUH, ya, harus dilakukan penyehatan perusahaan dengan penyertaan modal," katanya. 
     
Untuk itu, kata dia, Pemkot Surabaya harus ajukan raperda penambahan penyertaan modal kepada RPH. Terakhir pengajuan RPH dilakukan pada 2009 dilakukan. Hasilnya sembilan tahun setelahnya masih belum optimal. 
     
"Tapi penambahan penyertaan modal ini murni untuk penyehatan RPH, harus dilakukan secara hati-hati," katanya.
     
Ia menyarankan untuk direksi RPH yang tersisa, pegawai perusahaan dan seluruh stakeholder harus bekerja sesuai tupoksinya. Begitu juga dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Surabaya harus meningkatkan supervisi pengawasan perusahaan ini sesuai tupoksi perundang-undangan.
     
"Pemkot Harus Segera Selamatkan RPH," katanya.
     
Dirut RPH Teguh Prihandoko sebelumnya mengatakan alasan pengunduran diri yang utama karena selama ini belum ada kesamaan persepsi di internal direksi RPH dalam menjalankan organisasi perusahan.
     
Konflik berkepanjangan di internal RPH tersebut memuncak pada saat pencabutan NKV oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur.  Teguh meminta Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono mengeluarkan anggaran untuk memenuhi persyaratan NKV.
     
"Tapi Romi tidak mau keluar biaya. Padahal investasi, kebersihan, IPAL sebagai prasyarat NKV itu butuh biaya. Buat apa menyimpan uang, sementara pengelolaan RPH berdampak buruk," ujarnya.
     
Teguh menilai dengan kondisi konflik yang berkepanjangan ini, maka yang dirugikan adalah masyarakat, begitu juga dengan jaminan keamanan pangan akan terancam. Untuk itu, Teguh memilih sikap mengundurkan diri dengan harapan Pemkot Surabaya bisa menata ulang RPH agar lebih baik. (*)

 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018