Surabaya (Antaranews Jatim) - Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya mempertanyakan rekomendasi tenaga ahli bangunan gedung yang dipakai PT. Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk selaku kontraktor sebelum Jalan Raya Gubeng ambles pada Selasa (18/12) malam.
"Jika pekerjaan itu sempat dihentikan karena ada penurunan tanah, kenapa dilanjutkan? Tim ahli bangunan gedung dari mana yang memberikan rekomendasi itu?" kata Sekretaris Komisi C DPRD Surabaya Camelia Habibah kepada kontraktor saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi C DPRD Surabaya, Jumat.
Mestinya, lanjut dia, pihak kontraktor sudah mengerti bahwa dampak yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut dengan amblesnya sebagian Jalan Raya Gubeng telah merugikan banyak warga Surabaya.
Menanggapi hal itu, Direktur Operasional PT. Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) Tbk Hendri Nur menjelaskan bahwa hal itu berawal dari Dirut PT NKE Djoko Eko Supraswoto yang mengetahui kondisi tanah di sejumlah wilayah Surabaya yang rawan longsor dari data tanah yang disajikan oleh konsultan perencanaan.
"Di situ ada lapisan pasir sehingga Pak Djoko tidak yakin kalau anchor (jangkar) dipasang di pasir itu akan berfungsi bisa tembus sampai tanah liat atau cadas," katanya.
Namun, lanjut dia, karena keraguan itu sehingga minta pendapat ahli bangunan gedung dari Institut Tekonologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Prof. Herman Wahyudi.
"Kemudian kami melakukan studi bersamaan dengan Prof. Herman. Tentunya Prof. Herman melakukan studi berdasarkan data yang diberikan konsultan perencana. Tidak mungkin profesor menyelidiki sendiri," katanya.
Adapun, lanjut dia, kesimpulan Prof. Herman saat itu tidak ada masalah dengan desian, melainkan memberikan catatan atau persyaratan yang harus dilakukan oleh kontraktor.
"Tapi saya lupa apa persyaratan itu. Tapi prinsipnya oke. Karena dari Prof Herman sudah oke, ya kita jalan. Ini untuk meyakin saja karena keraguan pak Djoko," katanya.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya Ahmad Suyanto menanggapi hal itu meminta agar kontraktor tidak asal mengarahkan persoalan amblesnya Jalan Raya Gubeng karena rekomendasi ahli bangunan gedung dari ITS. Bisa saja, lanjut dia, pihak kontraktor salah mengartikan rekomendasi yang disarankan tenaga ahli.
Selain itu, ia menilai konsultan dalam pembanganan gedung yang dimiliki PT Saputra Karya tidak berfungsi optimal. Bahkan selaku konsultan pengawas adalah pemilik gedung sendiri.
"Pada saat terjadi penurunan tanah, kontraktor melaporkan ke pemilik gedung. Sedangkan pemilik gedung menyerahkan kembali penanganan sepenuhnya kepada pihak kontraktor. Sehingga ini dimungkinkan bisa saja kontraktor senaknya sendiri," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi C lainnya, Agung Prasojo meminta Pemkot Surabaya melakukan pemulihan terhadap jalan yang ambles tersebut dengan cepat agar bisa difungsikan kembali seperti semula.
"Kami juga minta agar pihak kepolisian segera mengusut siapa yang bertanggung jawab dalam hal ini," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Jika pekerjaan itu sempat dihentikan karena ada penurunan tanah, kenapa dilanjutkan? Tim ahli bangunan gedung dari mana yang memberikan rekomendasi itu?" kata Sekretaris Komisi C DPRD Surabaya Camelia Habibah kepada kontraktor saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi C DPRD Surabaya, Jumat.
Mestinya, lanjut dia, pihak kontraktor sudah mengerti bahwa dampak yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut dengan amblesnya sebagian Jalan Raya Gubeng telah merugikan banyak warga Surabaya.
Menanggapi hal itu, Direktur Operasional PT. Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) Tbk Hendri Nur menjelaskan bahwa hal itu berawal dari Dirut PT NKE Djoko Eko Supraswoto yang mengetahui kondisi tanah di sejumlah wilayah Surabaya yang rawan longsor dari data tanah yang disajikan oleh konsultan perencanaan.
"Di situ ada lapisan pasir sehingga Pak Djoko tidak yakin kalau anchor (jangkar) dipasang di pasir itu akan berfungsi bisa tembus sampai tanah liat atau cadas," katanya.
Namun, lanjut dia, karena keraguan itu sehingga minta pendapat ahli bangunan gedung dari Institut Tekonologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Prof. Herman Wahyudi.
"Kemudian kami melakukan studi bersamaan dengan Prof. Herman. Tentunya Prof. Herman melakukan studi berdasarkan data yang diberikan konsultan perencana. Tidak mungkin profesor menyelidiki sendiri," katanya.
Adapun, lanjut dia, kesimpulan Prof. Herman saat itu tidak ada masalah dengan desian, melainkan memberikan catatan atau persyaratan yang harus dilakukan oleh kontraktor.
"Tapi saya lupa apa persyaratan itu. Tapi prinsipnya oke. Karena dari Prof Herman sudah oke, ya kita jalan. Ini untuk meyakin saja karena keraguan pak Djoko," katanya.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya Ahmad Suyanto menanggapi hal itu meminta agar kontraktor tidak asal mengarahkan persoalan amblesnya Jalan Raya Gubeng karena rekomendasi ahli bangunan gedung dari ITS. Bisa saja, lanjut dia, pihak kontraktor salah mengartikan rekomendasi yang disarankan tenaga ahli.
Selain itu, ia menilai konsultan dalam pembanganan gedung yang dimiliki PT Saputra Karya tidak berfungsi optimal. Bahkan selaku konsultan pengawas adalah pemilik gedung sendiri.
"Pada saat terjadi penurunan tanah, kontraktor melaporkan ke pemilik gedung. Sedangkan pemilik gedung menyerahkan kembali penanganan sepenuhnya kepada pihak kontraktor. Sehingga ini dimungkinkan bisa saja kontraktor senaknya sendiri," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi C lainnya, Agung Prasojo meminta Pemkot Surabaya melakukan pemulihan terhadap jalan yang ambles tersebut dengan cepat agar bisa difungsikan kembali seperti semula.
"Kami juga minta agar pihak kepolisian segera mengusut siapa yang bertanggung jawab dalam hal ini," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018