Surabaya (Antaranews Jatim) - Tampil sebagai juara Liga 2 musim kompetisi 2017, Persebaya Surabaya promosi ke Liga 1 bersama dua tim lainnya, yakni PSMS Medan sebagai juara 2 dan PSIS Semarang selaku juara 3.

Tiket promosi Liga 1 semakin meyakinkan usai di final Liga 2 menghadapi PSMS Medan di Gelora Bandung Lautan Api pada 28 November 2017 dengan skor 3-2.

"Bajul Ijo", julukan Persebaya, mempertahankan mayoritas timnya dan pelatih untuk menyongsong liga tertinggi di kasta sepak bola Indonesia, hanya menambah beberapa pemain lokal berkualitas dan asing untuk memperkuat sejumlah lini.

Dari 27 pemain selama mengarungi satu musim Liga 2, total ada 17 pemain yang diperpanjang kontraknya, sedangkan 10 pemain sisanya dibebaskan mencari klub lain, bahkan ada juga yang dipinjamkan ke sejumlah tim, baik Liga 1 maupun Liga 2.

Pelatih Persebaya saat itu, Angel Alfredo Vera menambah daya gedor tim dengan mengontrak penggawa baru, yaitu empat pemain lokal anyar dari Persipura Jayapura masing-masing fullback kiri Ruben Sanadi, gelandang bertahan Nelson Alom, sayap kiri Osvaldo Haay, dan pemain sayap Ferinando Pahabol, ditambah satu pemain asing, yakni bek tengah Otavio Dutra.

Kekuatan tim bertambah dengan gelandang Fandi Eko Utomo yang juga merupakan anak kandung legenda hidup Persebaya Yusuf Ekodono, pun demikian dengan merapatnya gelandang impor 33 tahun asal Argentina, Robertino Pugliara.

25 Maret 2018, merupakan momentum bersejarah yang dinantikan sekian lama oleh seluruh Bonek dan warga Surabaya karena Rendy Irwan dkk untuk kali pertama akan kembali ke habitatnya, bermain di level tertinggi Liga Indonesia dengan menjamu Perseru Serui.

Pada laga di Stadion Gelora Bung Tomo Surabaya itu, tuan rumah menang dengan skor tipis 1-0 melalui gol semata wayang oleh Robertino Pugliara.

Setiap pekannya, Persebaya bermain menghadapi tim-tim terbaik di Tanah Air, dan hasilnya di awal musim cukup memuaskan karena mampu bertengger di papan atas klasemen sementara.

Namun, hasil-hasil pertandingan berikutnya cukup membuat pecinta Persebaya was-was, bahkan di akhir putaran pertama sempat merasakan duduk di posisi 15 dengan hanya meraup 22 poin atau tertinggal 16 poin dari sang pemuncak klasemen, Persib Bandung.

Banyak faktor yang membuat kondisi tim tidak stabil, terutama rentetan cedera dari pemain-pemain utamanya.

Puncaknya, pelatih Alfredo Vera mengundurkan diri karena merasa tak mampu membawa tim juara perserikatan itu menuai prestasi seperti yang ditunjukkan pada Liga 2 serta di awal-awal musim.

Pelatih berpaspor Argentina itu memutuskan mundur dari posisi pelatih pada Rabu (1/8) atau setiba dari partai "away" di kandang Perseru Serui yang berakhir dengan kekalahan 3-1.

Sang Presiden klub, Azrul Ananda mengapresiasi sikap Alfredo dan menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas jasanya membantu menyelamatkan Persebaya menjadi juara Liga 2 dan kembali ke Liga 1. 

"Bagaimana pun dia pernah menjadi bagian penting dalam sejarah klub bersejarah ini. Saya berharap semua pihak juga terus mengenang jasa tersebut," ujarnya.

Putra kandung pengusaha media, Dahlan Iskan, itupun menunjuk Bejo Sugiantoro yang saat itu melatih Persebaya U-19 untuk mengambil alih peran Alfredo memimpin latihan "Green Force" menghadapi pertandingan "derby" melawan Persela Lamongan dan melawat ke Barito Putera.

Hasilnya, Persebaya menang atas Persela di Surabaya, tapi kalah atas tuan rumah Barito Putera sebelum akhirnya libur panjang karena bersamaan dengan ajang Asian Games 2018 di Jakarta.

Usai liburan panjang, Persebaya menjatuhkan pilihan kepada Djadjang Nurdjaman dan berduet dengan Bejo Sugiantoro sebagai pelatih mengarungi sisa musim kompetisi tahun ini.

Djanur, sapaan akrabnya, merupakan pelatih berlisensi A AFC yang pada 2007 menahkodai Persib Bandung, hijrah sejenak ke Pelita Jaya pada 2011 dan kembali ke "Maung Bandung" pada 2012, bahkan mengantarkan timnya juara Indonesia Super League (ISL) musim 2014.

Selain Persib, Djanur juga pernah membesut PSMS Medan dan berhasil mengentaskan tim ke Liga 1, tapi kalah di final melawan Persebaya.

"Saya senang bisa bergabung Persebaya bersama Bejo yang tahu detil tim serta kultur sepak bola Surabaya," kata Djanur.

Sempat meraih hasil negatif di laga-laga awalnya mengasuh tim, perlahan tapi pasti, prestasi yang diperoleh semakin terkuak, bahkan predikat penakluk tim-tim papan atas disematkan.

Saat itu, tim seperti Persib Bandung, Persija Jakarta, PSM Makassar, Bali United, Mitra Kukar dan beberapa tim raksasa lainnya sukses dikandaskan dengan skor cukup telak.

Di laga pamungkas yang berlangsung 8 Desember lalu, melalui gol tunggal Fandi Eko Utomo, Persebaya menaklukkan PSIS Semarang di Stadion Gelora Bung Tomo.

Hingga di klasemen akhir, Persebaya duduk di peringkat lima dengan koleksi 50 poin, hasil 14 kali menang, delapan kali seri dan 12 kali menderita kekalahan.

Paling Produktif
Dibandingkan 18 tim kontestan Liga 1 lainnya, Persebaya adalah tim paling banyak memasukkan gol ke gawang lawan.

Sejak liga bergulir, total 60 gol dicetak oleh bomber-bomber Bajul Ijo, tapi di sisi lain, Miswar Saputra dan kiper Persebaya yang menjaga gawang secara bergantian, harus kemasukan 48 gol sehingga selisih golnya 12 gol.

Poin 50 juga didapat Arema FC yang secara statistik kemenangan, hasil imbang dan kalah sama dengan Persebaya, hanya kalah selisih gol yaitu 11 gol hasil 53 gol memasukkan dan kebobolan 42 gol.

Top skor Persebaya adalah Divid Da Silva yang menyumbang 20 gol, sekaligus mengantarnya sebagai pencetak gol terbanyak kedua di bawah Aleksandar Rakic asal PS Tira yang mengoleksi 21 gol.

Sekadar informasi, di urutan ketiga dan keempat daftar top skor adalah Marko Simic asal Persija Jakarta dengan 18 golnya, serta pemain Persib Bandung Ezechiel Ndouasel hasil 17 gol.

Yang berbeda dibanding pemain lainnya, David Da Silva tercatat tiga kali mencetak hattrick, yaitu ke gawang PS Tira pada 13 April, Mitra Kukar pada 22 September dan Bali United pada 18 November.

Gol-gol Persebaya lainnya dicetak sejumlah pemain, antara lain Osvaldo Haay (10 gol), Irfan Jaya (6 gol), Fandi Utomo (4 gol) dan beberapa pemain yang mencetak di bawah tiga gol.

Prestasi membanggakan Persebaya lainnya adalah dinobatkannya Osvaldo Haay sebagai penghargaan pemain muda terbaik Liga 1.

Keputusan penobatan Osvaldo Haay berdasarkan beberapa aspek, yaitu mencatatkan 17 kali starter (bermain sejak awal), kemudian memiliki 1.517 menit bermain, mencetak 10 gol dan pernah melakukan hattrick (tiga gol dalam satu pertandingan).

Osvaldo yang di Persebaya mengenakan nomor punggung 20 itu juga pernah menyandang gelar pemain muda terbaik saat kompetisi Liga 1 memasuki pekan ke-27.

Penilaian lain yang dilakukan PT LIB juga berdasarkan "good leadership" pemain yang bersangkutan dan pengaruh terhadap tim secara keseluruhan, setelah itu pemain tersebut bisa menjadi contoh bagi rekan-rekannya.

Manajer tim Persebaya Candra Wahyudi bersyukur salah seorang pemain timnya menerima gelar dari PT LIB dan meminta penghargaan yang diterima sebagai pelecut untuk memotivasi pemain agar lebih baik.

"Saya harap penghargaan yang diterima Osvaldo ini dapat menjadi motivasinya bermain, serta rekan-rekan setim. Ini merupakan pencapaian luar biasa bagi Persebaya dan Osvaldo pribadi," katanya.

Bonek
Di awal-awal kompetisi, Bonek sempat kaget dengan harga yang dipatok manajemen untuk tiket fans (ekonomi) maupun superfans (VIP), yaitu Rp50 ribu dan Rp250 ribu.

Berbagai keluhan muncul, tapi manajemen tak bergeming, hingga ada nada-nada protes di stadion, salah satunya tertulis "Tiket Naik Tinggi, Lumpia Tak Terbeli".

Kendati demikian, dukungan Bonek selama satu musim membuat bangga banyak pihak, bahkan jumlah penonton di Stadion Gelora Bung Tomo diklaim mendekati 500 ribu orang.

"Saya mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan suporter, karena dukungan Bonek, Persebaya menjadi klub dengan penonton terbanyak di Indonesia," kata Azrul Ananda.

Menurut dia, Bonek tidak hanya mendukung, tetapi memang suporter seperti Bonek merupakan aset yang tidak banyak dimiliki oleh klub-klub lain di Indonesia.

Di setiap pertandingan "home", Bonek selalu menampilkan permainan atraktif, mulai nyanyian, tepuk tangan, koreo hingga chant-chant yang membakar semangat juang pemain Persebaya di lapangan hijau.

Selama 90 menit mereka tak berhenti bernyanyi, bahkan di awal dan akhir pertandingan, "anthem" berjudul "Song for Pride" selalu membuat merinding siapapun yang mendengarnya langsung di stadion.

Liriknya, "Saat ini kita dipertemukan kembali, kutinggalka semua demi mengawalmu lagi, semangat kami takkan pernah lelah dan terhenti, berjuanglah engkau demi kebanggan kami. Kukorbankan semua untuk kau sang pahlawan, kan ku bela dengan penuh rasa bangga di dada. Satukan semangatmu Bajol Ijoku, doa dan dukunganku menyertaimu, kuyakin kau pasti bisa taklukkan lawanmu, kuselalu mendukungmu Persebaya". (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018