Kediri (Antaranews Jatim) - Para penari tradisional ikut mendukung perhelatan "Dhoho Street Fashion" 2018 yang digelar Pemerintah Kota Kediri sebagai upaya semakin mengenalkan batik dan tenun ikat khas kota ini.
"Kami memberikan dukungan dengan menampilkan tarian tradisional. Kami juga berharap ini bisa semakin melestarikan kesenian dari Kediri," kata Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Kota Kediri Nur Muhyar di Kediri, Jumat.
Pemkot Kediri dengan Dekranasda Kota Kediri menyelenggarakan kegiatan "Dhoho Street Fashion" 2018, Kamis (13/12). Kegiatan itu merupakan tahun keempat dan selalu sukses setiap penampilannya. Bahkan, selain melibatkan desainer lokal, juga selalu mengundang desainer kenamaan tingkat nasional.
"Kegiatan ini bagian dari upaya kami mengangkat nilai tenun ikat Kota Kediri, yakni konsep warisan agung Panji Sekartaji yang bagian dari konten pemasaran. Kami percaya pemasaran modern saat ini adalah membangun cerita di balik sebuah produk atau `story-telling`," kata Ketua Dewan Kerajian Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kediri Ferry Silviana Abu Bakar.
Direktur Kediri Creative City Forum Abdul Hakim Bafagih menambahkan kegiatan ini juga bisa membawa dampak positif, yakni UMKM bisa lebih dikenal dan bisa berkembang.
"Kegiatan seperti ini patut diapresiasi agar pemerintah tidak hanya fokus pada upaya peningkatan kapasitas produksi produk UMKM. Kami berharap nantinya nilai jual produk tenun ikat Kota Kediri bisa meningkat," kata Hakim.
Lebih lanjut, Hakim mengatakan Kediri Creative City Forum juga turut serta mendukung acara ini, agar generasi muda mau berwirausaha.
"Bunda Fey telah memberikan standar tinggi dengan mengundang desainer kenamaan, tidak hanya berkelas nasional, bahkan internasional. Didiet Maulana dengan brand Ikat Indonesia-nya telah melanglang buana di industri fashion dunia, begitu juga Lenny Agustin. Semoga ke depan kolaborasi ini bisa mengundang nama besar di industri fashion lainnya," ujar dia.
Tenun Ikat khas Kediri telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada mulanya yang mempelopori industri tenun ikat di Kota Kediri kebanyakan pada pendatang Tionghoa.
Setelah sempat mengalami masa-masa keemasan, pada 1985 ketika alat tenun mesin masuk ke Indonesia, seketika kejayaan tenun ikat ini surut, sebab tidak bisa bersaing dengan alat tenun modern yang menawarkan harga kain menjadi sangat murah.
Namun, alat tenun mesin bukan lantas tidak mempunyai kelemahan, karena hanya bisa menghasilkan kain bermotif kotak-kotak. Keragaman motif yang dimiliki oleh alat tenun bukan mesin (ATBM) menjadi keunggulan yang tidak bisa ditiru oleh mesin.
Seiring dengan perkembangan zaman, pada 1990-an, perajin tenun ikat Kota Kediri mulai bangkit dengan memproduksi tenun ikat berbagai motif yang bervariasi, di antaranya motif ceplok, kawung, tirto tirjo, kuncup, es lilin, bunga, gelombang air, dan beberapa motif abstrak lainnya.
Kini, banyak motif makin berkembang hingga ke rupa kontemporer. Kelurahan Bandar Kidul menjadi sentra produksi tenun ikat Kota Kediri dengan 11 pengusaha tenun yang menyerap setidaknya 500 pekerja. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Kami memberikan dukungan dengan menampilkan tarian tradisional. Kami juga berharap ini bisa semakin melestarikan kesenian dari Kediri," kata Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Kota Kediri Nur Muhyar di Kediri, Jumat.
Pemkot Kediri dengan Dekranasda Kota Kediri menyelenggarakan kegiatan "Dhoho Street Fashion" 2018, Kamis (13/12). Kegiatan itu merupakan tahun keempat dan selalu sukses setiap penampilannya. Bahkan, selain melibatkan desainer lokal, juga selalu mengundang desainer kenamaan tingkat nasional.
"Kegiatan ini bagian dari upaya kami mengangkat nilai tenun ikat Kota Kediri, yakni konsep warisan agung Panji Sekartaji yang bagian dari konten pemasaran. Kami percaya pemasaran modern saat ini adalah membangun cerita di balik sebuah produk atau `story-telling`," kata Ketua Dewan Kerajian Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kediri Ferry Silviana Abu Bakar.
Direktur Kediri Creative City Forum Abdul Hakim Bafagih menambahkan kegiatan ini juga bisa membawa dampak positif, yakni UMKM bisa lebih dikenal dan bisa berkembang.
"Kegiatan seperti ini patut diapresiasi agar pemerintah tidak hanya fokus pada upaya peningkatan kapasitas produksi produk UMKM. Kami berharap nantinya nilai jual produk tenun ikat Kota Kediri bisa meningkat," kata Hakim.
Lebih lanjut, Hakim mengatakan Kediri Creative City Forum juga turut serta mendukung acara ini, agar generasi muda mau berwirausaha.
"Bunda Fey telah memberikan standar tinggi dengan mengundang desainer kenamaan, tidak hanya berkelas nasional, bahkan internasional. Didiet Maulana dengan brand Ikat Indonesia-nya telah melanglang buana di industri fashion dunia, begitu juga Lenny Agustin. Semoga ke depan kolaborasi ini bisa mengundang nama besar di industri fashion lainnya," ujar dia.
Tenun Ikat khas Kediri telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada mulanya yang mempelopori industri tenun ikat di Kota Kediri kebanyakan pada pendatang Tionghoa.
Setelah sempat mengalami masa-masa keemasan, pada 1985 ketika alat tenun mesin masuk ke Indonesia, seketika kejayaan tenun ikat ini surut, sebab tidak bisa bersaing dengan alat tenun modern yang menawarkan harga kain menjadi sangat murah.
Namun, alat tenun mesin bukan lantas tidak mempunyai kelemahan, karena hanya bisa menghasilkan kain bermotif kotak-kotak. Keragaman motif yang dimiliki oleh alat tenun bukan mesin (ATBM) menjadi keunggulan yang tidak bisa ditiru oleh mesin.
Seiring dengan perkembangan zaman, pada 1990-an, perajin tenun ikat Kota Kediri mulai bangkit dengan memproduksi tenun ikat berbagai motif yang bervariasi, di antaranya motif ceplok, kawung, tirto tirjo, kuncup, es lilin, bunga, gelombang air, dan beberapa motif abstrak lainnya.
Kini, banyak motif makin berkembang hingga ke rupa kontemporer. Kelurahan Bandar Kidul menjadi sentra produksi tenun ikat Kota Kediri dengan 11 pengusaha tenun yang menyerap setidaknya 500 pekerja. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018