Surabaya (Antaranews Jatim) - Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Kota Surabaya menyoroti adanya pengelolaan air secara mandiri dengan menggunakan bahan baku air sumur yang sudah lama terjadi di kawasan perumahan elit di Kota Surabaya, Jawa Timur.
"Pada saat saya reses di perumahan Graha Family, saya dapat banyak keluhan dari warga setempat. Katanya tarif air bersih di perumahannya jauh lebih mahal dari tarif air PDAM," kata Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur kepada Antara di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, tidak hanya warga yang tinggal di Graha Family saja, melainkan juga terjadi dengan ribuan warga lain yang tinggal di kawasan perumahan elit seperti di Pakuwon, Citra Land dan lainnya.
"Jadi di perumahan elit itu punya pengelolaan air bersih sendiri. Mereka mengambil air baku dari air sumur yang diola menjadi air bersih," katanya.
Tentunya, lanjut dia, kondisi tersebut cukup memprihatinkan karena ternyata ada pihak lain yang melakukan pengelolaan air bersih di Surabaya selain Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
"Padahal tanah dan air itu dikuasai oleh negara. Tapi ini kok ada yang menguasai sendiri," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya meminta Pemerintah Kota Surabaya segera turun tangan mengambil alih pengelolaan air bersih di sejumlah perumahan elit tersebut untuk diserahkan pengelolaannya kepada PDAM.
Apalagi, lanjut dia, sudah ada perintah dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini agar semua aktivitas yang menggunakan air sumur dihentikan karena bisa merusak tanah di Surabaya.
"Pemkot juga harus adil. Mereka yang tinggal di perumahan elit juga warga Surabaya. Mereka juga ingin diperlakukan sama seperti warga lainnya," katanya.
Adapun dampak positifnya, kata dia, kalau semua pengelolaan air di Surabaya diserahkan penuh kepada PDAM, maka akan menguntungkan Pemkot Surabaya karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) naik.
Saat ditanya bagaimana dengan kepemilikan infrastruktur pengelolaan air yang sudah dibangun di kawasan rumah elit, Mazlan mengatakan bahwa hal itu bisa diatasi dengan cara dibeli oleh manajemen PDAM untuk dijadikan asetnya.
"Mereka pastinya sudah untung banyak karena sudah menerapakan tarif mahal. Jadi kalau infrastrukturnya dibeli PDAM ya pastinya tidak terlalu mahal," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan informasi yang didapat dari PDAM, bahwa ada sekitar 7.000 warga Surabaya yang belum mendapat distribusi air PDAM. Dari jumlah tersebut, sekitar 3.000 merupakan warga miskin dan sisanya warga yang tidak mau menjadi pelanggan PDAM.
"Mungkin yang sisanya itu warga yang ada di perumahan elit. Mereka tidak bisa menggunakan air PDAM karena sudah menggunakan air yang disediakan di perumahan itu," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Pada saat saya reses di perumahan Graha Family, saya dapat banyak keluhan dari warga setempat. Katanya tarif air bersih di perumahannya jauh lebih mahal dari tarif air PDAM," kata Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur kepada Antara di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, tidak hanya warga yang tinggal di Graha Family saja, melainkan juga terjadi dengan ribuan warga lain yang tinggal di kawasan perumahan elit seperti di Pakuwon, Citra Land dan lainnya.
"Jadi di perumahan elit itu punya pengelolaan air bersih sendiri. Mereka mengambil air baku dari air sumur yang diola menjadi air bersih," katanya.
Tentunya, lanjut dia, kondisi tersebut cukup memprihatinkan karena ternyata ada pihak lain yang melakukan pengelolaan air bersih di Surabaya selain Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
"Padahal tanah dan air itu dikuasai oleh negara. Tapi ini kok ada yang menguasai sendiri," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya meminta Pemerintah Kota Surabaya segera turun tangan mengambil alih pengelolaan air bersih di sejumlah perumahan elit tersebut untuk diserahkan pengelolaannya kepada PDAM.
Apalagi, lanjut dia, sudah ada perintah dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini agar semua aktivitas yang menggunakan air sumur dihentikan karena bisa merusak tanah di Surabaya.
"Pemkot juga harus adil. Mereka yang tinggal di perumahan elit juga warga Surabaya. Mereka juga ingin diperlakukan sama seperti warga lainnya," katanya.
Adapun dampak positifnya, kata dia, kalau semua pengelolaan air di Surabaya diserahkan penuh kepada PDAM, maka akan menguntungkan Pemkot Surabaya karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) naik.
Saat ditanya bagaimana dengan kepemilikan infrastruktur pengelolaan air yang sudah dibangun di kawasan rumah elit, Mazlan mengatakan bahwa hal itu bisa diatasi dengan cara dibeli oleh manajemen PDAM untuk dijadikan asetnya.
"Mereka pastinya sudah untung banyak karena sudah menerapakan tarif mahal. Jadi kalau infrastrukturnya dibeli PDAM ya pastinya tidak terlalu mahal," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan informasi yang didapat dari PDAM, bahwa ada sekitar 7.000 warga Surabaya yang belum mendapat distribusi air PDAM. Dari jumlah tersebut, sekitar 3.000 merupakan warga miskin dan sisanya warga yang tidak mau menjadi pelanggan PDAM.
"Mungkin yang sisanya itu warga yang ada di perumahan elit. Mereka tidak bisa menggunakan air PDAM karena sudah menggunakan air yang disediakan di perumahan itu," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018