Malang (Antaranews Jatim) - Menjadi seorang guru membutuhkan komitmen yang sangat besar. Di pundaknya, bergantung nasib generasi muda yang harus mendapatkan pendidikan dengan baik, layak, dan mampu memberikan masa depan cerah.

Masa depan cerah untuk anak didiknya, menjadi cita-cita mulia tiap-tiap guru yang ada di Indonesia, termasuk para guru honorer atau yang biasa disebut sebagai Guru Tidak Tetap (GTT). Tanpa pamrih, dirinya hanya akan berbangga dalam hati tentang anak didiknya yang sudah menjadi pengusaha, menteri, atau bahkan presiden di republik ini.

Mungkin, di dalam hati para guru itu hanya mampu berucap dengan bangga, "Iya, itu anak didikku, dia sekarang berhasil.."

Seorang guru yang penuh komitmen hanya akan benar-benar berusaha untuk mendidik anak muridnya, tanpa ada sedikitpun ada rasa utang budi yang harus dibalas.Tidak ada permintaan apapun, terutama materi kepada anak didiknya yang sudah mulai membuat kerajaan kecilnya di bumi pertiwi, atau bahkan di dunia.

Mungkin, bagi sebagian orang yang mengenal karya atau pernah mendengarkan lagu berjudul Oemar Bakri ciptaan Iwan Fals, akan langsung tergambar sosok seorang guru sederhana yang berjuang untuk mendidik anak-anak di tengah keterbatasannya.

Lagu tersebut seolah menjadi lagu wajib perjuangan bagi seorang guru, bahkan hingga saat ini. Guru-guru tidak tetap yang hanya menerima gaji ratusan ribu rupiah, tetap berjuang untuk mendiidik, membuka mimpi anak muda untuk masa depan yang indah, dan tetap memenuhi nafkah keluarganya.

Kebanyakan dari para guru honorer tersebut tergabung dalam instansi pemerintahan, namun bukan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), yang memiliki pendapatan yang jauh lebih memadai. Banyak cerita pilu yang muncul dari ucapan pada pahlawan tanpa tanda jasa itu.

Perjuangan para guru tidak tetap yang bahkan sudah puluhan tahun itu, hingga saat ini masih terkatung-katung. Bahkan, para guru-guru itu tidak jarang turun ke jalan dan berdemonstrasi untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Mimpi para guru tersebut tidak muluk-muluk, mereka ingin diangkat menjadi ASN, setelah mengabdi puluhan tahun lamanya.

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), ada kurang lebih sebanyak 735.825 guru honorer di seluruh Indonesia. Pemerintah masih mencari rumusan yang paling ideal untuk mengatasi status masalah guru honorer tersebut.

Jika melihat para guru honorer yang ada di wilayah perkotaan, mungkin bisa dikatakan kondisinya masih jauh lebih baik. Namun, para guru honorer itu tidak hanya ada di wilayah perkotaan saja, banyak yang berada di wilayah pedesaan, atau bahkan daerah pelosok.

Tidak sedikit guru honorer yang tetap berkomitmen untuk mendidik anak murid mereka di daerah pelosok, meskipun harus berada jauh dari kondisi yang nyaman. Bahkan terkadang, sekolah yang dijadikan tempat kegiatan belajar mengajar tersebut, jauh dari kondisi yang terbilang layak.

Tapi, komitmen mereka untuk terus mendidik, memberikan sedikit mimpi kepada anak didiknya masih terus dilakukan dengan berbagai keterbatasan yang ada. Hal itu, membutuhkan komitmen yang sungguh besar dan keikhlasan dari para guru, khususnya guru honorer.

Meskipun sulit, dan kondisi saat ini yang terus mengalami perubahan, para guru-guru itu masih terus tersenyum saat melaksanakan tugasnya. Setidaknya, mereka tahu akan apa yang sedang dikerjakan, memberikan pendidikan yang lebih baik untuk para penerus bangsa.

Setidaknya, bagaimana peringatan hari guru pada 2018 ini tidak hanya diisi dengan perayaan dan seremonial saja, melainkan bagaimana pemerintah bisa merumuskan langkah konkrit untuk menyelesaikan persoalan dan memberi kepastian kepada ratusan ribu guru honorer tersebut.

Pemerintah diharapkan benar-benar mampu mengatasi peliknya masalah yang dihadapi para guru honorer itu. Paling tidak, biarkan para guru-guru honorer itu mendapatkan mimpi kecil masing-masing untuk penghidupan layak, sembari terus memacu para generasi muda Indonesia untuk mengejar mimpi besar mereka.(*)

Pewarta: Vicki Febrianto

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018