Kediri (Antaranews Jatim) - Wali Kota Kediri, Jawa Timur, Abdullah Abu Bakar mengugkapkan toleransi umat beragama di daerahnya selalu terjaga, karena saling menghargai, sehingga tercipta rasa menghormati satu sama lain.

"Ini adalah budaya dan kehidupan sosial kita. Setiap warga, setiap orang yang ada di Kota Kediri harus ikut bertanggungjawab menjaga toleransi. Ini juga wujud dari Harmoni Kediri yang merupakan cerminan kehidupan dari warga kota ini," katanya di Kediri, Sabtu.

Ia juga mengatakan, rasa toleransi di antara warga di kota ini tidak pernah tercipta begitu saja, namun toleransi tersebut bisa dibentuk dan dipertahankan.

Bahkan, di Kota Kediri toleransi bukan sesuatu hal baru, melainkan sudah tercipta sejak lama. Sejak 1998, Paguyuban Antar Umat Beragama (PAUB) Kota Kediri sudah terbentuk dan semua umat beragama berkomitmen untuk menjaganya.

Pihaknya mengapresiasi kegiatan yang digelar anak muda di Kediri, dalam peringatan Hari Toleransi Internasional di sebuah rumah tua, B. Poedijo Hartono di Jalan Brawijaya 21 Kota Kediri.

Kegiatan itu melibatkan seluruh umat beragama dari berbagai suku, agama, ras, dan budaya.

Ia juga mengingatkan agar budaya silaturahmi tetap dijaga dengan saling komunikasi. Dengan silaturahmi secara langsung akan menjalin komunikasi yang lebih baik, tidak akan menimbulkan salah paham ketimbang memanfaatkan telepon seluler.

Sementara itu, Ketua Panitia Acara Abdul Hakim Bafagih mengatakan Kota Kediri dipilih menjadi salah satu tempat pelaksanaan peringatan Hari Toleransi Internasional dengan berbagai alasan, salah satunya adalah banyaknya aliran kelompok agama yang tumbuh tanpa saling bersinggungan satu sama lain.

"Inilah kekayaan Kota Kediri, masyarakat antarumat beragama hidup harmonis, berdampingan," kata Abdul Hakim Bafagih yang juga Direktur Kediri Creative City Forum, yang menjadi panitia lokal peringatan Hari Toleransi Internasional di Kediri tersebut.

Ia juga menjelaskan, di Kediri banyak organisasi masyarakat, termasuk NU hingga Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Lembaga ini memiliki basis massa yang cukup besar di kota ini dan sistem ekonominya cukup bagus.

Hal yang sama juga ada pada Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo di Kelurahan Bandar, Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Warga sekitar tidak keberatan dengan berbagai kegiatan di pondok itu, yang bahkan hingga melakukan penutupan akses jalan.

"Di kawasan bisnis dan perdagangan, penduduk Tionghoa menjalankan bisnisnya tanpa khawatir gangguan keamanan. Keberadaan mereka mendominasi kegiatan bisnis Kota Kediri, tapi tak pernah ada konflik berlatar belakang dagang yang menyulut pertengkaran massal," kata Hakim.

Acara tersebut digelar dalam rangkaian puncak perayaan Hari Toleransi Internasional yang digelar serentak di 16 kota Indonesia. Di Kota Kediri, acara ini didesain oleh Kediri Creative City Forum, yang digelar pada 16-18 November 2018.

Beberapa acara yang digelar adalah pameran foto essay "lima generasi Tionghoa Kediri" oleh Freddy A Lempas, pentas barongsai Kelenteng Tjoe Hwie Kiong Kediri, pencak silat LDII, atraksi beladiri Wushu Guang Kediri, "Kediri youth voice", musikalisasi puisi Taufik Al Amin (Lesbumi NU), akustik religi tali jiwo, hingga rebana shodrun alwasy. (*)

 

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018