Trenggalek (Antaranews Jatim) - Kepolisian Resor Trenggalek, Jawa Timur, hingga saat ini belum menetapkan tersangka atas tujuh aparatur sipil negara di Puskesmas Pule yang tertangkap tangan berkonspirasi melakukan pungutan liar dana jasa pelayanan kesehatan di tempat kerjanya.
"Memang belum. Masih tahap pengembangan penyelidikan," kata Kanit Tindak Pidana Korupsi Polres Trenggalek Iptu Eko Widiantoro di Trenggalek, Minggu.
Hasil pengumpukan bahan dan keterangan yang dilakukan tim penyidik, lanjut Eko, ke tujuh ASN ini bertindak secara terkoordinasi dalam satu tim kerja khusus.
Aksi mereka diduga sepengetahuan pimpinan puskesmas, namun tidak memiliki dasar aturan yang jelas.
"Kami perlu mengidentifikasi dulu siapa sebenarnya otak di balik kejadian ini semua," ucapnya.
Ada beberapa fakta penting ditemukan penyidik selama proses pengembangan penyelidikan.
Di antaranya, berkaitan besaran potongan jaspel yang harus diberikan berbeda pada tiap triwulannya di 2018.
Ini terlihat potongan pada triwulan pertama mencapai 20 persen dengan dana yang terkumpul sebesar Rp72.425.904.
"Sedangkan pada pemotongan triwulan kedua berdasarkan penyelidikan yang kami lakukan turun menjadi 10 persen sehingga dana yang terkumpul sebesar Rp41,336 juta," ujarnya.
Sedangkan pada triwulan ke tiga, potongannya tetap seperti triwulan sebelumnya, yaitu 10 persen, dengan asumsi jumlah dana yang terkumpul sama seperti bulan sebelumnya.
Namun, karena 65 pegawai baik PNS maupun kontrak Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) puskesmas setempat belum seluruhnya mengumpulkan, maka ketika OTT pada Rabu (17/10), hanya terkumpul dana lebih dari Rp28 juta.
Dugaan pungli difasilitas kesehatan tingkat pertama tersebut cukup kentara, mengingat sebelum menyerahkan uang pegawai puskesmas diberi amplop kosong yang bertuliskan identitas, meliputi nama dan NIP, hingga besaran yang harus disetor.
Sehingga setelah jaspel dikirimkan ke masing-masing rekening pegawai baik itu PNS maupun kontrak BLUD, yang bersangkutan mengisi amplop kosong tersebut sesuai dengan nominal yang tertera, dan selanjutnya dikumpulkan ke tim teknis. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Memang belum. Masih tahap pengembangan penyelidikan," kata Kanit Tindak Pidana Korupsi Polres Trenggalek Iptu Eko Widiantoro di Trenggalek, Minggu.
Hasil pengumpukan bahan dan keterangan yang dilakukan tim penyidik, lanjut Eko, ke tujuh ASN ini bertindak secara terkoordinasi dalam satu tim kerja khusus.
Aksi mereka diduga sepengetahuan pimpinan puskesmas, namun tidak memiliki dasar aturan yang jelas.
"Kami perlu mengidentifikasi dulu siapa sebenarnya otak di balik kejadian ini semua," ucapnya.
Ada beberapa fakta penting ditemukan penyidik selama proses pengembangan penyelidikan.
Di antaranya, berkaitan besaran potongan jaspel yang harus diberikan berbeda pada tiap triwulannya di 2018.
Ini terlihat potongan pada triwulan pertama mencapai 20 persen dengan dana yang terkumpul sebesar Rp72.425.904.
"Sedangkan pada pemotongan triwulan kedua berdasarkan penyelidikan yang kami lakukan turun menjadi 10 persen sehingga dana yang terkumpul sebesar Rp41,336 juta," ujarnya.
Sedangkan pada triwulan ke tiga, potongannya tetap seperti triwulan sebelumnya, yaitu 10 persen, dengan asumsi jumlah dana yang terkumpul sama seperti bulan sebelumnya.
Namun, karena 65 pegawai baik PNS maupun kontrak Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) puskesmas setempat belum seluruhnya mengumpulkan, maka ketika OTT pada Rabu (17/10), hanya terkumpul dana lebih dari Rp28 juta.
Dugaan pungli difasilitas kesehatan tingkat pertama tersebut cukup kentara, mengingat sebelum menyerahkan uang pegawai puskesmas diberi amplop kosong yang bertuliskan identitas, meliputi nama dan NIP, hingga besaran yang harus disetor.
Sehingga setelah jaspel dikirimkan ke masing-masing rekening pegawai baik itu PNS maupun kontrak BLUD, yang bersangkutan mengisi amplop kosong tersebut sesuai dengan nominal yang tertera, dan selanjutnya dikumpulkan ke tim teknis. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018