Surabaya (Antaranews Jatim) - Ratusan pedagang Pandugo, Rungkut, Kota Surabaya menggelar demonstrasi di depan gedung DPRD Surabaya, Jatim, Senin, menolak relokasi ke Pasar Baru Panjaringan Sari yang telah disediakan pemerintah kota setempat.
"Kami menolak relokasi karena kami tidak melanggar peraturan daerah (perda) apapun," kata Perwakilan Pedagang Gang II Pandugo, Yayuk pada saat demontrasi di DPRD Surabaya.
Kedatangan para pedagang Pandugo di gedung DPRD Surabaya disertai sejumlah elemen masyarakat seperti Paguyupan Pedagang Pandugo, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Serikat Perempuan Indonesia (Seruni), Front Mahasiswa Nasional (FMN) dan Surabaya Melawan.
Sejumlah perwakilan dari elemen masyarakat tersebut melakukan orasi dengan disertai membawa sejumlah spanduk bertuliskan tuntutan seperti halnya "hentikan pemaksaan relokasi pedagang Pandugo", "hentikan intimidasi terhadap pedagang", "berikan kebebasan kepada pedagang" dan lainnya.
Setelah melakukan orasi, sejumlah perwakilan dipersilahkan melakukan audiensi dengan anggota DPRD Surabaya di ruang Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya.
Adapun perda yang dimaksud adalah Perda Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketentuan Penggunaan Jalan dan Perda 17/2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL), Perda 7/2009 tentang Bangunan dan lainnya.
Ia menilai para pedagang tidak melanggar perda karena tidak berjualan di atas trotoar atau bahu jalan. "Selama ini kami berjualan di depan rumah kami sendiri, bukan di bahu jalan atau trotoar. Apakah itu salah?," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya tidak mengetahui kalau selama ini telah dibuatkan tempat berjualan oleh Pemkot Surabaya di lahan bekas SD Panjaringan Sari yang telah dibongkar beberapa waktu lalu itu.
Hal ini, lanjut dia, dikarenakan para pedagang Pandugo hanya diberi waktu dua hari untuk segera mengosongkan tempat yang selama ini digunakan mencari nafkah.
"Mereka terkesan tutup mata. Mestinya menawari dulu kepada kami, mau atau tidak untuk pindah," ujarnya.
Ia menilai relokasi tersebut tidak berdampak positif dan manfaat kepada 150 pedagang Pandugo yang sudah puluhan tahun berjualan di depan rumahnya masing-masing.
"Justru sebaliknya, kebijakan itu menyengsarakan kami. Selama ini kami sudah nyaman berjualan di ini," ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap Pemkot Surabaya tidak menghalau pedagang dengan menghadirkan petugas gabungan dari Satpol PP, polisi dan TNI.
"Kami seperti musuh negara. Kami minta diberi kebebasan," ujarnya.
Sementara itu, aktivis dari Front Mahasiswa Nasional Anindiya mengatakan sesuai dengan Perda 1/2015 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat, tempat berjualan pedagang di Pandugo tidak tergolong pasar.
"Kalau di Pandugo ini, jam buka pasar dari pukul 05.00 hingga 08.00. Apakah ini disebut pasar?" katanya.
Hal sama juga dikatakan Ketua Paguyupan Pedagang Pandugo Supeno. Ia mengatakan para pedagang menolak relokasi karena selama ini telah memberikan manfaat buat warga setempat.
"Apalagi Pasar Baru Panjaringan Sari ini sepi pembeli. Kami sudah berupaya kesana kemari untuk mendapat dukungan tapi belum berhasil. Makanya kami mendatangi gedung DPRD Surabaya ini," ujarnya.
Ketua RT 3 Pandugo Yanto mengatakan bahwa pihaknya mengaku keberatan jika pedagang direlokasi karena selama ini tempat tersebut menjadi aset untuk kepentingan warga setempat.
"Saya sudah jadi korban. Awalnya saya diminta para sesepuh Pandugo berjualan di Pasar Baru Panjaringan Sari. Tapi pasar itu sepi karena konsepnya tidak jelas. Apalagi tempatnya hanya menampung 40 pedagang, sedangkan di Pandugo ada 150 pedagang," uajrnya.
Mendapati hal itu, Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur mengatakan pihaknya akan melakukan sidak ke lokasi tersebut untuk melihat langsung kondisi para pedagang.
"Besok (7/8), kami dari Komisi B akan sidak ke Pasar Pandugo sebelum nantinya akan memanggil pihak-pihak terkait di Pemkot Surabaya," ujarnya. (*)
Video Oleh Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Kami menolak relokasi karena kami tidak melanggar peraturan daerah (perda) apapun," kata Perwakilan Pedagang Gang II Pandugo, Yayuk pada saat demontrasi di DPRD Surabaya.
Kedatangan para pedagang Pandugo di gedung DPRD Surabaya disertai sejumlah elemen masyarakat seperti Paguyupan Pedagang Pandugo, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Serikat Perempuan Indonesia (Seruni), Front Mahasiswa Nasional (FMN) dan Surabaya Melawan.
Sejumlah perwakilan dari elemen masyarakat tersebut melakukan orasi dengan disertai membawa sejumlah spanduk bertuliskan tuntutan seperti halnya "hentikan pemaksaan relokasi pedagang Pandugo", "hentikan intimidasi terhadap pedagang", "berikan kebebasan kepada pedagang" dan lainnya.
Setelah melakukan orasi, sejumlah perwakilan dipersilahkan melakukan audiensi dengan anggota DPRD Surabaya di ruang Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya.
Adapun perda yang dimaksud adalah Perda Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketentuan Penggunaan Jalan dan Perda 17/2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL), Perda 7/2009 tentang Bangunan dan lainnya.
Ia menilai para pedagang tidak melanggar perda karena tidak berjualan di atas trotoar atau bahu jalan. "Selama ini kami berjualan di depan rumah kami sendiri, bukan di bahu jalan atau trotoar. Apakah itu salah?," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya tidak mengetahui kalau selama ini telah dibuatkan tempat berjualan oleh Pemkot Surabaya di lahan bekas SD Panjaringan Sari yang telah dibongkar beberapa waktu lalu itu.
Hal ini, lanjut dia, dikarenakan para pedagang Pandugo hanya diberi waktu dua hari untuk segera mengosongkan tempat yang selama ini digunakan mencari nafkah.
"Mereka terkesan tutup mata. Mestinya menawari dulu kepada kami, mau atau tidak untuk pindah," ujarnya.
Ia menilai relokasi tersebut tidak berdampak positif dan manfaat kepada 150 pedagang Pandugo yang sudah puluhan tahun berjualan di depan rumahnya masing-masing.
"Justru sebaliknya, kebijakan itu menyengsarakan kami. Selama ini kami sudah nyaman berjualan di ini," ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap Pemkot Surabaya tidak menghalau pedagang dengan menghadirkan petugas gabungan dari Satpol PP, polisi dan TNI.
"Kami seperti musuh negara. Kami minta diberi kebebasan," ujarnya.
Sementara itu, aktivis dari Front Mahasiswa Nasional Anindiya mengatakan sesuai dengan Perda 1/2015 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat, tempat berjualan pedagang di Pandugo tidak tergolong pasar.
"Kalau di Pandugo ini, jam buka pasar dari pukul 05.00 hingga 08.00. Apakah ini disebut pasar?" katanya.
Hal sama juga dikatakan Ketua Paguyupan Pedagang Pandugo Supeno. Ia mengatakan para pedagang menolak relokasi karena selama ini telah memberikan manfaat buat warga setempat.
"Apalagi Pasar Baru Panjaringan Sari ini sepi pembeli. Kami sudah berupaya kesana kemari untuk mendapat dukungan tapi belum berhasil. Makanya kami mendatangi gedung DPRD Surabaya ini," ujarnya.
Ketua RT 3 Pandugo Yanto mengatakan bahwa pihaknya mengaku keberatan jika pedagang direlokasi karena selama ini tempat tersebut menjadi aset untuk kepentingan warga setempat.
"Saya sudah jadi korban. Awalnya saya diminta para sesepuh Pandugo berjualan di Pasar Baru Panjaringan Sari. Tapi pasar itu sepi karena konsepnya tidak jelas. Apalagi tempatnya hanya menampung 40 pedagang, sedangkan di Pandugo ada 150 pedagang," uajrnya.
Mendapati hal itu, Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur mengatakan pihaknya akan melakukan sidak ke lokasi tersebut untuk melihat langsung kondisi para pedagang.
"Besok (7/8), kami dari Komisi B akan sidak ke Pasar Pandugo sebelum nantinya akan memanggil pihak-pihak terkait di Pemkot Surabaya," ujarnya. (*)
Video Oleh Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018