Jakarta (Antara) - Menteri BUMN Rini Soemarno, Jumat, menerima sekitar 15 orang perwakilan Serikat Pekerja Pertamina, yang berunjuk rasa di depan Gedung Kementerian BUMN, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta.

Sejak pukul 08.00 WIB ratusan pengunjuk rasa telah memenuhi jalan Medeka Selatan menuntut berbagai hal, antara lain agar pemerintah menghentikan politisasi Pertamina dan menyelamatkan Pertamina.

Sekitar pukul 09.45, di Lantai 19 Kantor Kementerian BUMN, Rini didampingi Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN Ahmad Bambang dan Staf Khusus Sahala Lumban Gaol, berdialog dengan perwakilan pengunjuk rasa.

Dialog berlangsung sekitar 15 menit.

Rini kemudian bersama deputi dan perwakilan Serikat Pekerja bergegas keluar ruangan menemui para pengunjuk rasa yang sudah menunggu di depan gedung.

Rini langsung menaiki mimbar orasi, sekaligus menyapa para pengunjuk rasa yang mengusung berbagai atribut seperti bendera merah putih, bendera serikat pekeran, spanduk dan poster.

"Saya baru saja menerima Presiden dan Sekjen Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu. Dialog ini saya yakini merupakan pertanda bahwa kita semua peduli terhadap Pertamina," kata Rini.

 Saat bersamaan, pengunjuk rasa langsung meneriakkan bahwa apa yang diucapkan Rini tidak sesuai dengan kenyataan.

 "Semua peduli Pertamina, tapi tulisan-tulisan (spanduk) ini, "Pertamina For Sale" tidak tepat. Baca betul surat saya, tolong dikaji untuk kemungkinan pengalihan wilayah kerja. Tapi jangan lupa bahwa kontrol tetap harus di Pertamina," ujar Rini.

Pada kesempatan itu, ia pun menegaskan bahwa Pertamina sebagai BUMN merupakan agen pembangunan untuk mendorong perekonomian nasional dan mensejahterakan masyarakat.

"Kita sebagai pemegang saham tidak mungkin menjerumuskan Pertamina. Tanggung jawab saya adalah bagaimana Pertamina itu sehat untuk 100 tahun ke depan, untuk cucu dan cicit kalian semua," ujarnya.

 "Sebagai keluarga Pertamina kalian juga punya tanggung jawab untuk menjalankan fungsi itu," kata Rini.

 Rini berorasi sekitar lima menit.

Unjuk rasa berlangsung simpatik, kemudian para demonstran melanjutkan aksi "long march" ke Kementerian ESDM untuk selanjutnya menuju Terminal BBM Plumpang.


Menolak

Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar menolak penjualan aset Pertamina karena langkah tersebut berpotensi merugikan perusahaan dan bahkan melenyapkan BUMN sektor migas ini, di Kementerian ESDM Jakarta Pusat, Jumat (20/7) siang.

"Saya khawatir Pertamina semakin lemah, pada akhirnya Pertamina hilang dan lenyap di Indonesia. Maka yang akan sengsara adalah rakyat, karena rakyat akan didikte oleh kepentingan swasta," ujarnya.

Pertamina memiliki beban kas usaha karena tidak disubsidi, yang berdampak pada Pertamina tidak bisa belanja lagi. Upaya-upaya jangka pendek yang dapat dilakukan dengan aksi korporasi, yakni dengan melepas aset.

Lanjut Arie, jika Pertamina berani melepas aset, bukan untuk investasi,namun untuk menutupi kekurangan akibat kebocoran. Di sisi lain, selama kebocoran/kerugian in tidak ditanggulangi, maka yang terjadi adalah perusahaan akan merasa makin susah ke depannya.

"Tapi tadi ada konfirmasi bahwa itu bukan prosedur persetujuan pelepasan aset. Ya, kita lihat saja, kalau ada pelepasan aset kita akan berontak," tegasnya.

Massa yang tergabung dalam federasi itu berunjuk rasa atas poin, yakni menjaga kelangsungan bisnis perusahaan.

Arie yang mewakili aspirasi demonstran mengatakan, ada upaya-upaya dari pihak tertentu yang mencoba membuat Pertamina menjadi rugi.

Hal tersebut menghasilkan potensi-potensi yang berujung pada penjualan aset perusahaan.

Padahal, bagi Arie, pelepasan aset yang akan dilakukan hanya untuk menutupi kerugian sebagai dampak dari kebijakan-kebijakan pemerintah, seperti BBM satu harga, 

Akibatnya, hal itu akan membebani kas perusahaan. Ketika kas perusahaan sudah mulai tergerus, maka upaya direksi sebagai aksi korporasi, salah satunya adalah dengan menjual aset.

"Kami tahu ketika ada surat dari menteri BUMN (Rini Soemarno) yang setuju atas penjualan aset. Meskipun dibantah oleh ibu Menteri bahwa itu bukan surat persetujuan, melainkan surat perintah untuk melakukan pengkajian," kata Arie.

Penjualan aset maupun pelepasan kilang dapat menyebabkan amputasi-amputasi perusahaan.

Sebenarnya, menurut Arie, yang harus dijadikan acuan adalah industri migas yang kuat di hilir dan hulu harusnya merger.

Sayangnya, pihak Pertamina malah memecah industri di hilir dan hulu, bahkan mungkin akan diamputasi.

"Saya khawatir kalau Pertamina semakin lemah, maka akhirnya Pertamina akan hilang dan lenyap di Indonesia," ujarnya lagi.

Sebelumnya,  para demonstran yang tergabung dalam serikat pekerja Pertamina, menggelar aksi unjuk rasa atas penjualan Pertagas di Kementerian BUMN, yang kemudian berlanjut ke Kementerian ESDM, di Jakarta, Jumat.

Warna putih dan merah mendominasi pemandangan demo tersebut, bahkan ada beberapa orang yang mengenakan pakaian khas adat Papua. (*)

   

Pewarta: Royke Sinaga

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018