Jakarta (Antaranews jatim) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif adanya rencana pertemuan dengan Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat untuk membicarakan soal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Kami tentu saja menyambut positif hal tersebut karena tim di KPK juga sebenarnya sudah jauh-jauh hari mempersiapkan kajian juga. Kalau kajian sudah kami lakukan sejak 2014-2015 ya sampai dengan perkembangan terbaru juga sudah kami "up date" ," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Menurut Febri, ada sejumlah bahaya dan risiko terhadap KPK dan pemberantasan korupsi jika RKUHP disahkan seperti dalam kondisi saat ini.

"Jadi perlu juga kami sampaikan bahwa KPK bukan menolak pengesahan RUU KUHP-nya tetapi kami menyampaikan ada risiko yang sangat besar bagi KPK dan pemberantasan korupsi kalau pasal-pasal tindak pidana korupsi dipaksakan masuk dalam RUU KUHP tersebut," tuturnya.

Hal tersebut, lanjut Febri, juga akan disampaikan kepada PresidenJokowi  bahwa memang ada risiko yang cukup besar bagi pemberantasan korupsi jika RKUHP itu disahkan.

"Semoga nanti jika waktunya sudah ada dan KPK bisa menjelaskan kepada Presiden, kami bisa sampaikan langsung ada risiko yang cukup besar bagi pemberantasan korupsi," ucap Febri.

Pihaknya pun percaya bahwa Presiden akan mempertimbangkan dengan sangat baik soal RKUHP tersebut.

"Kami percaya Presiden akan mendengar, kami percaya Presiden akan mempertimbangkan dengan sangat baik karena kami yakin dengan komitmen pemberantasan korupsi dari Presiden," ungkap Febri.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo belum menentukan waktu untuk bertemu dengan KPK terkait masuknya tindak pidana korupsi ke dalam RKUHP.

"Oh ya nanti, akan kita atur. Kalau tidak minggu ini, minggu depan awal," Presiden Joko Widodo di lokasi pembangunan landasan pacu bandara Soekarno Hatta,Tangerang, Banten, Kamis.

Pada 8 Juni 2018 lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan setelah Hari Idul Fitri, Presiden menyiapkan waktu khusus bagi KPK untuk membicarakan soal RKUHP.

Sebelumnya Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan bahwa DPR akan mengetujui untuk disahkannya RUU KUHP pada 17 Agustus 2018 sebagai kado kemerdekaan Indonesia.

KPK mengatakan setidaknya ada 10 hal mengapa RKUHP berisiko bagi KPK dan pemberantasan korupsi yaitu (1) Kewenangan kelembagaaan KPK tidak ditegaskan dalam RUU KUHP, (2) KPK tidak dapat menangani aturan baru dari United Nations Convention againts Corruption (UNCAC) seperti untuk menangani korupsi sektor swasta, (3) RUU KUHP tidak mengatur pidana tambahan berupa uang pengganti.

Selanjutnya (4) RUU KUHP mengatur pembatasan penjatuhan pidana secara kumulatif, (5) RUU KUHP mengatur pengurangan ancaman pidana sebesar 1/3 terhadap percobaan, pembantuan dan pemufakatan jahat tindak pidana korupsi, (6) Beberapa tindak pidana korupsi dari UU Pemberantasan Tipikor masuk menjadi Tindak Pidana Umum.

Kemudian (7) UU Pemberantasan Tipikor menjadi lebih mudah direvisi, (8) Kodifikasi RUU KUHP tidak berhasil menyatukan ketentuan hukum pidana dalam satu kitab Undang-undang, (9) Terjadi penurunan ancaman pidana denda terhadap pelaku korupsi, (10) Tidak ada konsep dan parameter yang jelas dalam memasukkan hal-hal yang telah diatur undang-undang khusus ke dalam RUU KUHP.(*)

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018