Jakarta (Antaranews Jatim) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyesalkan adanya keterlibatan anak-anak dalam aksi teror yang terjadi di tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5) dan di Polrestabes Surabaya pada Senin (14/5).
"Saya sangat menyesalkan, dalam konteks agama manapun anak-anak itu belum punya kewajiban hukum apapun bahkan harus mendapatkan pendidikan terbaik," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menilai menjadi tanggung pemerintah untuk memunculkan kesadaran bagi para orang tua bahwa seorang anak wajib mendapatkan pendidikan terbaik untuk menunjang tumbuh kembang sehingga menjadi generasi cemerlang di masa mendatang.
Menurut dia, hal itu menjadi tantangan semua pihak termasuk tokoh-tokoh agama manapun untuk berperan serta menyelamatkan keluarga agar tidak terulang kembali peristiwa teroris yang sangat keji dengan melibatkan anak-anak.
"Seharusnya antar tetangga bisa bersosialisasi dan juga di dalam lingkungan. Saya kira itu salah satu yang bisa mengkoreksi, khususnya terorisme yang melibatkan seluruh anggota keluarga bahkan anak-anak," ujarnya.
Hidayat menilai pelibatan anak-anak dalam aksi teror dan munculnya terorisme merupakan bentuk penyimpangan pemahaman terhadap agama.
Menurut dia, di beberapa negara penyimpangan terhadap pemahaman agama apapun melahirkan bentuk terorisme seperti di India dan Irlandia Utara.
"Di India terjadi bom bunuh diri, lalu di Irlandia Utara juga terjadi, agama apapun penting untuk dipahami secara baik dan benar sehingga agama apapun menolak terorisme," katanya.
Sebelumnya dalam aksi terorisme yang terjadi di tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5) pelakunya adalah Dita Supriyanto dan istrinya, Puji Kuswari. Dalam aksinya tersebut, keduanya mengajak keempat anaknya.
Sementara itu aksi teror bom di Polrestabes Surabaya pada Senin (14/5) pelakunya adalah Tri Murtono dan Tri Ernawati. Dalam aksinya, keduanya mengajak ketiga anaknya namun anak bungsu selamat dalam aksi teror tersebut. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Saya sangat menyesalkan, dalam konteks agama manapun anak-anak itu belum punya kewajiban hukum apapun bahkan harus mendapatkan pendidikan terbaik," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menilai menjadi tanggung pemerintah untuk memunculkan kesadaran bagi para orang tua bahwa seorang anak wajib mendapatkan pendidikan terbaik untuk menunjang tumbuh kembang sehingga menjadi generasi cemerlang di masa mendatang.
Menurut dia, hal itu menjadi tantangan semua pihak termasuk tokoh-tokoh agama manapun untuk berperan serta menyelamatkan keluarga agar tidak terulang kembali peristiwa teroris yang sangat keji dengan melibatkan anak-anak.
"Seharusnya antar tetangga bisa bersosialisasi dan juga di dalam lingkungan. Saya kira itu salah satu yang bisa mengkoreksi, khususnya terorisme yang melibatkan seluruh anggota keluarga bahkan anak-anak," ujarnya.
Hidayat menilai pelibatan anak-anak dalam aksi teror dan munculnya terorisme merupakan bentuk penyimpangan pemahaman terhadap agama.
Menurut dia, di beberapa negara penyimpangan terhadap pemahaman agama apapun melahirkan bentuk terorisme seperti di India dan Irlandia Utara.
"Di India terjadi bom bunuh diri, lalu di Irlandia Utara juga terjadi, agama apapun penting untuk dipahami secara baik dan benar sehingga agama apapun menolak terorisme," katanya.
Sebelumnya dalam aksi terorisme yang terjadi di tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5) pelakunya adalah Dita Supriyanto dan istrinya, Puji Kuswari. Dalam aksinya tersebut, keduanya mengajak keempat anaknya.
Sementara itu aksi teror bom di Polrestabes Surabaya pada Senin (14/5) pelakunya adalah Tri Murtono dan Tri Ernawati. Dalam aksinya, keduanya mengajak ketiga anaknya namun anak bungsu selamat dalam aksi teror tersebut. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018