Bojonegoro (Antaranews Jatim) - Dinas Pertanian Pemkab Bojonegoro, Jawa Timur, mengharapkan petugas penyuluh lapangan (PPL) di daerahnya dilengkapi  pengukur udara untuk mengetahui kandungan Co2 (karbon dioksida) di wilayahnya masing-masing, sebab gangguan tanaman di masa datang tidak hanya berupa hama tapi bisa juga perubahan udara.

"Ancaman gangguan tanaman pertanian di masa mendatang tidak hanya hama, tetapi juga adanya perubahan udara," kata Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian Bojonegoro Zainal Fanani, di Bojonegoro, Rabu.

Ia menyatakan hal itu dalam acara "workshop" penggunaan Surfaktan untuk meningkatkan efektivitas pestisida pada padi bekerja sama dengan "Tertiary Irrigation Technical Assistance" (TIRTA) yang diikuti jajaran dinas pertanian termasuk sebanyak 155 PPL.

Oleh karena itu, menurut dia, kalau PPL dilengkapi dengan alat pengukur udara maka bisa mengetahui kandungan Co2 di udara di wilayahnya masing-masing. Sebab, kalau kandungan Co2 di udara besarnya sudah dua kali dari kondisi normal maka akan menganggu semua tanaman pertanian.

Meningkatnya kandungan Co2 di udara, lanjut dia, apabila dalam pengelolaan lapangan minyak di daerahnya tidak benar.

"Kalau dalam pengelolaan migas tidak dilakukan tidak benar maka akan meningkatkan kandungan Co2 di udara," kata dia menegaskan.

Ia menyebutkan kandungan normal Co2 di udara besarnya 0,003 persen, tetapi kalau besarnya meningkat dua kali lipat maka akan terjadi peningkatan suhu 1 derajat celsius.

"Kalau suhu udara di atas 37 derajat celsius bisa menganggu pertumbuhan semua tanaman pertanian," kata dia menegaskan.

Namun, ia mengaku belum tahu pasti besarnya kandungan Co2 yang ada di daerahnya dengan adanya pengelolaan lapangan minyak Blok Cepu dan lapangan minyak Sukowati.

"Ya untuk pastinya harus ada penelitian. Tapi kalau PPL dilengkapi dengan peralatan uji udara maka akan lebih cepat mengetahui kandungan Co2 yang ada di udara," ujarnya.

Kepala Dinas Pertanian Bojonegoro Ahmad Djupari mengatakan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman petani diarahkan untuk mempergunakan agens hayati.

"Namun jika pengendalian tersebut sudah tidak mampu petani bisa memilih pestisida berlabel hijau yang aman dan ramah lingkungan," ucapnya.

Tampil sebagai pembicara Senior Bisnis "Consultant" (SBC) TIRTA Albert Tanrian, dengan materi optimalisasi pelayanan irigasi dan praktisi Surfaktan Riki Rivaldi. "Melalui workshop ini, PPL diharapkan dapat lebih memahami manfaat dari penggunaan surfaktan terhadap komoditas padi," kata Tim "Leader" TIRTA Nasir Ahmed. (*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018