Shanghai, (Antara) - Seorang tenaga kerja Indonesia yang kabur dari majikannya di Hangzhou, China diselamatkan pelajar asal Yaman saat bersama-sama menumpang bus umum di ibu kota Provinsi Zhejiang itu.
Pelajar asal Yaman tersebut kemudian menelepon Joko Pilianto, teman satu sekolahnya di Zhejiang University. "Saat menelepon, teman saya dari Yaman itu terdengar suara tangisan perempuan yang meminta pulang ke kampung halamannya," kata Joko, pelajar asal Bojonegoro, Jawa Timur, di Shanghai, Selasa.
Ia mengungkapkan bahwa peristiwa yang terjadi pada Jumat (8/12) bermula ketika temannya dan Sriyani, TKI asal Blitar, Jawa Timur, bertemu di bus. Kemudian perempuan berusia 37 tahun tersebut meminta tolong pelajar Yaman agar diantar ke kantor polisi terdekat.
"Saat dalam perjalanan menuju kantor polisi, teman Yaman itu menelepon saya karena mbak TKI tersebut tidak bisa bahasa Mandarin dan bahasa Inggris dengan mengatakan minta pulang karena anaknya di Blitar masih bayi," ujar Joko.
Bersama pelajar Yaman, Joko kemudian mencari rumah majikan Sriyani untuk meminta pertanggungjawaban atas hak-hak pekerja migran itu. Kasus tersebut saat ini masih ditangani Konsulat Jenderal RI di Shanghai yang wilayah kerjanya membawahi Provinsi Zhejiang.
"Kalau ibu itu ingin ketemu anaknya, lebih baik lapor polisi. Kalau tidak punya uang untuk pulang, kami bisa bantu biayanya asalkan dari pihak keluarganya di Indonesia bisa mendapatkan surat keterangan tidak mampu," kata Konsul Jenderal RI di Shanghai Siti Nugraha Mauludiah.
Menurut dia, sampai saat ini Pemerintah China belum melegalkan pekerja informal dari negara mana pun.
"Kalau ada pekerja informal di China, berarti ilegal. Mereka termasuk korban penipuan karena agen tidak memberitahu bahwa di sini tidak boleh ada pekerja sektor informal," ucapnya.
Biasanya para TKI ilegal tersebut memasuki wilayah China daratan dengan berbekal visa kunjungan singkat yang pengurusannya dilakukan oleh agen-agen nakal, baik di Indonesia maupun di China.
Di Shanghai diperkirakan terdapat 200 TKI ilegal. Mereka tergiur gaji bersih sebesar 5.000 RMB (Rp10 juta) per bulan atau lebih tinggi dibandingkan dengan di Hong Kong dan Taiwan yang hanya Rp7 juta hingga Rp8 juta. Bahkan ada juga TKI ilegal yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di China bergaji 10.000 RMB (Rp20 juta).
Sriyani baru tujuh bulan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Hangzhou, dan sebelum berangkat tidak diberitahu jika wilayah China daratan terlarang bagi pekerja informal.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017