Jakarta (Antara) - Novelis Dewi "Dee" Lestari mempertanyakan mengenai dasar kategorisasi Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) bagi profesi penulis yang disamakan dengan pekerja seni lainnya.
"Pola pendapatan maupun pola produksi penulis itu berbeda. Kami menulis, produksinya panjang. Pola pendapatan kami juga jarang," kata Dee dalam dialog perpajakan mengenai perlakuan pajak bagi penulis dan pekerja seni lainnya di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Rabu malam.
Ia mengatakan secara moderat penulis dapat memperoleh hasil dari karyanya selama 18 bulan setelah memulai proses menulis. Sementara untuk penyanyi atau penulis lagu mampu menghasilkan puluhan karya dalam satu tahun.
"Kalau kami menulis hari ini, hasilnya baru bisa dirasakan 18 bulan kemudian. Kan sangat panjang, lalu bagaimana dengan nafkah dan penghidupan kami dari bulan ke bulan. Itu yang menurut saya masih bisa diperbaiki," kata dia.
Penulis novel "Perahu Kertas" tersebut mengharapkan adanya perbaikan NPPN yang dapat merefleksikan profesi penulis dengan memperhatikan pola pendapatan dan produksi.
"Penerapan 50 persen sudah perbaikan dari sebelumnya, tetapi kalau tujuannya meringankan beban pajak penulis, menurut saya NPPN itu yang masih perlu ditinjau ulang. Rumus mengubahnya tidak bisa dari penulis sendiri, tetapi orang pajak juga terlibat," kata dia.
Sebagaimana diketahui, besaran NPPN untuk profesi penulis sesuai PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah 50 persen dari penghasilan bruto yang biasanya merupakan royalti yang diterima dari penerbit.
Wajib pajak yang berprofesi sebagai penulis dengan penghasilan bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun, dapat memilih untuk menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Perlakuan pajak penulis dengan menggunakan NPPN tersebut dikategorikan sama dengan profesi lain, seperti aktor, penyanyi, penari sandiwara, penari dan seniman panggung lainnya yang sejenis.
Termasuk pula usaha kegiatan produser radio, televisi, dan film, pelukis, kartunis dan pemahat patung.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
"Pola pendapatan maupun pola produksi penulis itu berbeda. Kami menulis, produksinya panjang. Pola pendapatan kami juga jarang," kata Dee dalam dialog perpajakan mengenai perlakuan pajak bagi penulis dan pekerja seni lainnya di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Rabu malam.
Ia mengatakan secara moderat penulis dapat memperoleh hasil dari karyanya selama 18 bulan setelah memulai proses menulis. Sementara untuk penyanyi atau penulis lagu mampu menghasilkan puluhan karya dalam satu tahun.
"Kalau kami menulis hari ini, hasilnya baru bisa dirasakan 18 bulan kemudian. Kan sangat panjang, lalu bagaimana dengan nafkah dan penghidupan kami dari bulan ke bulan. Itu yang menurut saya masih bisa diperbaiki," kata dia.
Penulis novel "Perahu Kertas" tersebut mengharapkan adanya perbaikan NPPN yang dapat merefleksikan profesi penulis dengan memperhatikan pola pendapatan dan produksi.
"Penerapan 50 persen sudah perbaikan dari sebelumnya, tetapi kalau tujuannya meringankan beban pajak penulis, menurut saya NPPN itu yang masih perlu ditinjau ulang. Rumus mengubahnya tidak bisa dari penulis sendiri, tetapi orang pajak juga terlibat," kata dia.
Sebagaimana diketahui, besaran NPPN untuk profesi penulis sesuai PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah 50 persen dari penghasilan bruto yang biasanya merupakan royalti yang diterima dari penerbit.
Wajib pajak yang berprofesi sebagai penulis dengan penghasilan bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun, dapat memilih untuk menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Perlakuan pajak penulis dengan menggunakan NPPN tersebut dikategorikan sama dengan profesi lain, seperti aktor, penyanyi, penari sandiwara, penari dan seniman panggung lainnya yang sejenis.
Termasuk pula usaha kegiatan produser radio, televisi, dan film, pelukis, kartunis dan pemahat patung.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017