Bojonegoro (Antara Jatim) - Dinas Perdagangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur mengambil contoh garam halus maupun garam krosok di sejumlah pedagang di pasar tradisional terkait adanya rumor garam oplosan yang dicampur dengan kristal kaca.

"Kami sudah menerjunkan tim ke sejumlah pasar tradisional untuk mengambil contoh garam untuk diteliti sehari lalu," kata Kepala Dinas Perdagangan Pemkab Bojonegoro Basuki, Sabtu.

Ia mengaku belum tahu kepastian terkait rumor yang beredar ada garam oplosan yang dicampur dengan kristal kaca, disebabkan harga garam tinggi.

"Ya belum tahu kepastiannya. Masih menunggu hasil peneitian. Tapi kami sudah mengambil contoh garam di pasar tradisional," ucapnya.

Yang jelas, pihaknya melakukan pemantauan harga garam juga pasokan di sejumlah pasar tradisional, sebab kebutuhan garam di daerahnya cukup tinggi, tidak hanya untuk makanan, tetapi juga pakan ternak, industri telur asin juga untuk kebutuhan lainnya.

Mengenai petugas tim dinas perdagangan mengambil contoh garam dibenarkan pedagang ikan asin di Pasar Kota, Bojonegoro Susanto yang juga menjual garam krosok dan halus. "Garam halus saya juga krosok diambil untuk diperiksa," ujarnya.

Susanto juga pedagang lainnya yang menjual garam Ny. Supinah mengaku tidak terlalu percaya ada garam dicampur oplosan kristal kaca.

"Kalau ada kristal kaca ya mungkin, tetapi tidak ada kesengajaan dicampur. Mungkin ketika panen bercampur dengan kristal kaca, seperti beberapa waktu lalu saya pernah menumbuk garam ada yang tidak bisa hancur, juga mungkin kristal kaca," ucap Ny. Susanto, menambahkan.

Menurut Susanto, harga garam krosok di pasar setempat sekarang turun menjadi Rp5.000 per kilogram, yang semula sempat mencapai Rp6.500 per kilogram dan garam halus Rp2.500 per pak (0,25 kilogram).

"Saya masih memiliki garam krosok sekitar 75 kilogram dengan harga pembelian Rp6.000 per kilogram. Sampai hari ini tidak ada garam impor yang masuk," ujarnya.

Namun, ia mengaku pernah membeli garam impor dari Australia yang ditawarkan pedagang dengan harga cukup murah Rp600 per kilogram, sekitar enam bulan lalu.

"Ketika itu saya menjual Rp1.000 per kilogram," ucapnya.(*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017