Timika (Antara) - Anggota Unit Intel Kodim 1710 Mimika Kopda Andi korban penganiayaan saat terjadi bentrok antarkelompok nelayan di kawasan Pelabuhan Paumako Timika, Rabu (9/8) lalu, segera dirujuk ke Surabaya, Jawa Timur untuk menjalani perawatan lanjutan.

Komandan Korem 174 Anim Ti Waninggap Merauke Brigjen Asep Gunawan, di Timika, Jumat, mengatakan korban mengalami luka bacok di kepala dan punggung akibat ditombak oleh seseorang saat bentrokan antarkelompok nelayan lokal dengan nelayan luar Papua di sekitar kantor Polsek Kawasan Pelabuhan Paumako.

"Saya sudah menjenguk anggota saya di RSUD Mimika. Kondisinya kasihan sekali. Dia terkena tombak di punggung belakang sampai mengenai saraf pusat. Dua kakinya lumpuh, tidak bisa digerakkan. Hari ini atau besok secepatnya akan kami evakuasi ke luar Papua karena dokter di RSUD Mimika tidak bisa menangani," kata Danrem.

Kopda Andi semula direncanakan untuk dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Namun karena pertimbangan keluarganya bermukim di Surabaya, maka yang bersangkutan rencananya akan dirujuk ke RSPAL Surabaya.

Berdasarkan analisis pihak kedokteran RSUD Mimika, demikian Danrem, proses perawatan Kopda Andi atas luka-lukanya itu membutuhkan waktu yang cukup lama.

"Dokter mengatakan mudah-mudahan anggota kami ini bisa sembuh. Kalau tidak, dia bisa mengalami cacat permanen karena lukanya sampai mengganggu saraf pusat," ujar Brigjen Asep.

Ia menyesalkan terjadi peristiwa bentrokan antarkelompok nelayan di Pelabuhan Paumako Timika hingga memicu tindakan anarkis merusak fasilitas kantor Polsek Pelabuhan Paumako, bahkan mengakibatkan seorang warga meninggal dunia atas nama Theo Cikatem.

"Saya menyesalkan kejadian itu. Seharusnya semua masalah bisa kita selesaikan dengan kepala dingin, bukan dengan melakukan tindakan anarkis hingga menyebabkan jatuh korban jiwa pada masyarakat dan korban luka-luka baik menimpa masyarakat maupun anggota kami," kata Danrem.

Adapun seorang warga lainnya atas nama Rudi yang mengalami luka tembak pada bagian tangannya hingga kini masih menjalani perawatan di RSUD Mimika.


Mengungsi

Sebanyak 248 nelayan non-Papua yang selama ini bermukim di sekitar kawasan Pelabuhan Paumako Timika, sejak Rabu (9/8) malam mengungsi ke Sekretariat Kerukunan Keluarga Jawa Bersatu (KKJB) Kabupaten Mimika yang beralamat di Jalan Budi Utomo ujung, Kelurahan Kamoro Jaya.

Ketua KKJB Mimika Pardjono di Timika, Jumat, mengatakan aksi pengungsian besar-besaran nelayan asal Pulau Jawa, Maluku, Sulawesi dan Sumatera itu merupakan imbas dari adanya penyerangan oleh kelompok nelayan lokal pada Rabu (9/8) petang.

Kedua kelompok nelayan itu terlibat bentrokan sengit yang bermula dari masalah perebutan lahan pencarian ikan di wilayah perairan Mimika.

Bentrok antardua kelompok nelayan tersebut berujung pada meninggalnya salah seorang nelayan lokal bernama Theo Cikatem akibat terkena peluru aparat.

Pardjono mengatakan ratusan nelayan non-Papua itu dievakuasi dari Pelabuhan Paumako ke Sekretariat KKJB Mimika oleh aparat TNI. Hingga sekarang, masih ada nelayan non-Papua yang belum dievakuasi dari Pelabuhan Paumako dan bertahan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Pamako.

"Sekitar 15 orang lagi masih berada di PPI Paumako. Kami tidak bisa jemput mereka karena situasinya belum benar-benar kondusif," kata Pardjono.

 Para nelayan non-Papua yang mengungsi di Sekratariat KKJB mengaku sejak 2015 mereka harus membayar upeti Rp100 ribu per bulan kepada oknum pengurus RT di kawasan Pelabuhan Paumako agar mengamankan keberadaan barang milik mereka.

Kasus tersebut terungkap saat pertemuan dengan enam kepala kampung pemilik hak ulayat atas kawasan Pelabuhan Paumako.

Para kepala kampung keberatan dengan adanya praktik pungli yang dilakukan oknum petugas RT Paumako berinisial AC sehingga meminta para nelayan agar tidak lagi menyetor upeti kepada yang bersangkutan.

"Sudah ada kesepakatan dengan enam kepala kampung bahwa setiap kapal wajib menyetor Rp300 ribu kepada kepala kampung, bukan lagi kepada AC. Mungkin karena jengkel, dia (AC) memprovokasi warganya sehingga terjadilah bentrok dengan nelayan non-Papua," tutur Pardjono. (*)

Pewarta: Evarianus Supar

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017