Jakarta (Antara) - Harta Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dalam beberapa tahun melonjak mencapai Rp114,769 miliar dan 49.150 dolar AS menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diserahkan pada 2015.
Berdasarkan laman https://acch.kpk.go.id yang dikutip di Jakarta, Senin, disebutkan Setnov terakhir melaporkan hartanya pada 13 April 2015.
Harta Setnov itu terdiri atas tanah dan bangunan dengan total nilai mencapai Rp81,736 miliar yang berada di 11 lokasi di Jakarta Selatan, 1 lokasi di kota Kupang, 7 lokasi di kabupaten Bogor, 3 lokasi di Jakarta Barat dan 1 lokasi di kota Bekasi.
Setnov juga masih memiliki alat transportasi dan mesin lainnya senilai Rp2,3543 miliar yang terdiri atas mobil Toyota Alphard (Rp600 juta), Toyota Vellfire (Rp900 juta), Jeep Commander (Rp500 juta), motor Suzuki (Rp3 juta), mobil Mitshubisi (Rp50 juta) dan mobil Toyota Camry (Rp300 juta).
Harta lain yang tercatat adalah harta bergerak berbentuk logam mulia, batu mulia dan benda bergerak lain senilai Rp932,5 juta serta surat berharga sejumlah Rp8,45 miliar.
Masih ada harta berupa giro dan setara kas lainnya senilai Rp21,297 miliar dan 49.150 dolar AS sehingga total harta Setnov mencapai Rp114,769 miliar dan 49.150 dolar AS.
Jumlah itu 1,5 kali lipat lebih banyak dibanding harta Setnov pada pelaporan 28 Desember 2009 yang "hanya" berjumlah Rp73,789 miliar dan 17.781 dolar AS. Ketika itu Setnov masih anggota DPR dari fraksi Golkar.
Pada hari ini, KPK mengumumkan Setnov yang saat ini menjadi Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar sebagai tersangka dalam kasus KTP-E dengan sangkaan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Setnov yang saat penganggaran dan pelaksanaan KTP-E itu berlangsung pada 2011-2012 menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar, berperan melalui seorang pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Saudara SN melalui AA (Andi Agustinus) diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa KTP-E. SN melalui AA diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP-E," kata Ketua KPK Agus Rahardjo. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Berdasarkan laman https://acch.kpk.go.id yang dikutip di Jakarta, Senin, disebutkan Setnov terakhir melaporkan hartanya pada 13 April 2015.
Harta Setnov itu terdiri atas tanah dan bangunan dengan total nilai mencapai Rp81,736 miliar yang berada di 11 lokasi di Jakarta Selatan, 1 lokasi di kota Kupang, 7 lokasi di kabupaten Bogor, 3 lokasi di Jakarta Barat dan 1 lokasi di kota Bekasi.
Setnov juga masih memiliki alat transportasi dan mesin lainnya senilai Rp2,3543 miliar yang terdiri atas mobil Toyota Alphard (Rp600 juta), Toyota Vellfire (Rp900 juta), Jeep Commander (Rp500 juta), motor Suzuki (Rp3 juta), mobil Mitshubisi (Rp50 juta) dan mobil Toyota Camry (Rp300 juta).
Harta lain yang tercatat adalah harta bergerak berbentuk logam mulia, batu mulia dan benda bergerak lain senilai Rp932,5 juta serta surat berharga sejumlah Rp8,45 miliar.
Masih ada harta berupa giro dan setara kas lainnya senilai Rp21,297 miliar dan 49.150 dolar AS sehingga total harta Setnov mencapai Rp114,769 miliar dan 49.150 dolar AS.
Jumlah itu 1,5 kali lipat lebih banyak dibanding harta Setnov pada pelaporan 28 Desember 2009 yang "hanya" berjumlah Rp73,789 miliar dan 17.781 dolar AS. Ketika itu Setnov masih anggota DPR dari fraksi Golkar.
Pada hari ini, KPK mengumumkan Setnov yang saat ini menjadi Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar sebagai tersangka dalam kasus KTP-E dengan sangkaan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Setnov yang saat penganggaran dan pelaksanaan KTP-E itu berlangsung pada 2011-2012 menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar, berperan melalui seorang pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Saudara SN melalui AA (Andi Agustinus) diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa KTP-E. SN melalui AA diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP-E," kata Ketua KPK Agus Rahardjo. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017