Kata nyepi berasal dari kata sepi, yang artinya sunyi, senyap, lengang, tidak ada kegiatan. sehingga nyepi identik dengan sunyi atau hening. Namun demikian, dalam konteks keagamaan, Nyepi merupakan salah satu hari raya umat Hindu, yakni Hari Raya Nyepi.

Perayaan Nyepi yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 28 Maret (dan  merupakan datangnya tahun baru berdasarkan penanggalan Saka) itu ditandai dengan serangkaian upacara yakni Melasti, Pecaruan Tawur Kesanga, Pengerupukan, Sipeng untuk melaksanakan catur brata, dan ngembak geni.

Dari rangkaian tersebut pelaksanaan catur brata penyepian merupakan puncak perayaan. Catur brata penyepian itu mencakup  "amati geni" yang berarti tiada berapi-api atau tidak menggunakan dan atau menghidupkan api (api,obor, lilin, lampu, listrik). Catur brata berikutnya adalah "amati karya" (tidak bekerja), "amati lelungan" (tidak bepergian), serta "amati lelanguan" (tidak mendengarkan hiburan).

Oleh karena itu, pada saat Hari Raya Nyepi akan  didapati suasana yang benar-benar sunyi dan hening di lingkungan masyarakat Hindu di mana pun berada, khususnya di Pulau Bali, yang memang mayoritas penduduknya beragama Hindu.

Pulau Bali atau Pulau Dewata seperti pulau mati. Aktivitas bandara, penyeberangan dari dan ke Bali maupun aktivitas-aktivitas masyarakat di pulau ini berhenti selama 24 jam. 
 
Penyambutan Hari Raya Nyepi diawali dengan upacara Melasti, yakni membersihkan segala kotoran badan dan pikiran bagi kesejahteraan manusia. Upacara ini biasa disimbolisasikan dengan mengarak arca, pretima maupun barong menuju laut atau sumber air untuk dibersihkan dengan air suci kehidupan.

Sehari sebelum Nyepi, umat Hindu melaksanakan upacara Pecaruan Tawur Kesanga, yang mengandung arti membayar atau mengembalikan sari-sari alam yang telah digunakan manusia. Sari-sari alam itu dikembalikan melalui upacara Tawur yang dipersembahkan kepada para Butha, dengan tujuan agar para Bhuta tidak mengganggu manusia sehingga bisa hidup secara harmonis. Selain itu, upacara ini merupakan simbolis dari upaya menghilangkan sifat-sifat serakah. 

Setelah upacara Tawur, upacara berikutnya adalah upacara pengerupukan, yaitu menyebar nasi tawur, mengobor-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesui, serta memukul benda apa saja hingga gaduh. Filosofi Tawur adalah agar selalu ingat akan posisi dan jati diri kita, dan agar selalu menjaga keseimbangan (keharmonisan) dengan Tuhan, sesama manusia serta alam.

Jika mencoba memaknai pelaksanaan Hari Raya Nyepi, maka tidak berlebihan kalau Nyepi sangat relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang, sebab makna filosofis dari rangkaian kegiatan maupun rangkaian upacara Hari Raya Nyepi, muaranya adalah perenungan, introspeksi, selalu mengingat Tuhan dan menempatkan alam sebagai sumber kehidupan. Proses itu berjalan secara berkesinambungan.

Banyak pelajaran yang bisa diambil makna dari upacara Nyepi. Nilai-nilai kearifan, nilai-nilai moral agar manusia tidak serakah, sebab serakah akan menggelincirkan manusia pada tindakan yang tidak terpuji. Serakah tidak ubahnya kelobaan, ketamakan dan  kerakusan, yang merupakan sifat negatif manusia yang bisa merusak tatanan sosial, ekonomi dan kemasyarakatan.

Mudah-mudahan Hari Raya Nyepi dapat menjadi momentum pembelajaran agar manusia selalu menjaga keharmonisan, keselarasan, peduli terhadap lingkungan dan alam, serta menyadari sepenuhnya bahwa manusia sebagai makhluk harus selalu ingat kepada Sang Maha Pencipta. Selamat merayakan Nyepi... (*).



Pewarta: Slamet Hadi Purnomo

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017