Pamekasan (Antara Jatim) - Direktur Sekolah Alam Excelentia (SAE) Madura Anny Rifqotul Laily menyatakan kaum perempuan juga memiliki hak untuk tidak terjun dalam politik praktis, meski undang-undang mengamanatkan kuota 30 persen keterwakilan di legislatif.
    
"Terjun di dunia politik itu kan pilihan. Kalau perempuan telah nyaman menjadi pendidik untuk apa berpolitik? Hak memilih, dipilih dan hak untuk tidak dipilih itu merupakan hak dasar," katanya dalam sebuah seminar di Pamekasan, Jawa Timur, Sabtu.
     
Anny yang juga istri Bupati Pamekasan Achmad Syafii mengemukakan hal itu saat menjadi nara sumber dalam seminar bertajuk "Menelisik Respons Perempuan terhadap Politik Kedaerahan dalam Menyongsong Pilkada" yang digelar oleh LSM Watch of Education and Corruption (WEC) di aula SMK Negeri 3 Pamekasan.
     
Ia menjelaskan, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebenarnya telah memberikan hak dasar bagi semua orang di bidang politik sebagaimana Pasal 17.
    
Hanya saja, menggunakan hak politik dalam ketentuan perundang-undang tidak harus terjun langsung di organisasi politik, menjadi pengurus partai dan mencalonkan diri sebagai calon legislatif atau kepala daerah.
    
Perempuan yang tidak mencalonkan diri di dunia politik praktis sebenarnya juga merupakan pilihan politik.
    
Dalam kesempatan itu, Anny juga menjelaskan, bahwa perempuan memiliki peran ganda, yakni peran publik dan domistik.
     
Di dunia publik, laki-laki dan perempuan adalah sama, akan tetapi di bidang domistik atau rumah tangga, yang harus menjadi acuan adalah ajaran normatif agama.
     
"Arrijaalu qowwamuuna alannisa yang berarti laki-laki adalah pemimpin dan pembimbing bagi kaum perempuan, harus diperhatikan," kata Anny yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Pemkab Pamekasan itu.
     
Dalam konteks domestik inilah, maka dibutuhkan mitra pengertian yang sejajar yang bisa saling memahami dan memaklumi peran yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak.
    
Merujuk kepada dua tinjauan kaum perempuan dari sisi domestik dan publik itulah, Anny Rifqotul Laily menyatakan, bahwa ibu atau kaum perempuan sebenarnya merupakan lembaga pendidikan pertama bagi keluarga.
     
Sementara narasumber lainnya, yakni Imadoedin dari Universitas Madura (Unira) Pamekasan menitiktekankan perilaku pemilih pada pemilu yang menurutnya terbagi dalam tiga tipe.
    
"Yaitu tipe rasionalis, pragmatis dan pemilih patuh," kata mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Pamekasan ini menjelaskan.
     
Pemilih rasional ialah tipe pemilih yang betupaya mencari tahu sosok, latar belakang dan pengalaman calon pemimpin yang akan dipilih.
     
Pemilih pragkmatis ialah pemilih yang menentukan pilihan politik berdasarkan kepentingan prakmatis sesaat, seperti uang atau berbagai jenis pemberian lahinnya yang dinilai bisa mencukupi kebutuhan pemilih sesaat.
     
"Makanya ada yang dikenal dengan sebutan 'tongket' atau settong saeket(satu lima puluh)," ucap Imad.
       
Arti bahasa Madura ini adalah satu suara ialah lima puluh ribu rupiah.
     
Sementara, pemilih patuh ialah pemilih yang menentukan pilihan karena pada tokoh informal yang diseganinya.
    
"Persentasenya, pemilih rasional di Pamekasan ini 30 persen, pragmatis 40 persen dan sisanya 30 persen adalah pemilih patuh," terang Imad.
     
Seminar tentang perempuan dan politik yang pandu oleh Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia Pamekasan Fahrus Saleh Fadli ini diikuti sekitar 200 orang, perwakilan dari sejumlah organisasi perempuan, tokoh pemuda dan agama, serta perwakilan pelajar dan mahasiswa di Kabupaten Pamekasan. (*)

Pewarta: Abd. Azis

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017