Jakarta (Antara) - Jenazah "Si Pending Emas", Herlina Kasim,  satu-satunya perempuan sukarelawan operasi pembebasan Irian Barat dari penjajahan Belanda tahun 1961-1963, meninggal dunia Selasa (17/1) malam pada usia 75 tahun.

Jenazah Herlina Kasim, akan dimakamkan di Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, pada Rabu siang.

"Ibu sudah mengamanahkan demikian. Beliau tidak mau disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta," kata kata anak laki-laki Herlina, Rigel Wahyu Nugroho, kepada Antara saat ditemui di rumah duka Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu dinihari.

Menurut keterangan Rigel, jenazah penerima penghargaan "Pending Emas" dari Presiden Soekarno itu sudah dirawat di rumah sakit selama 13 hari terakhir karena penyakit komplikasi.

"Pada pukul 22.15 WIB (Selasa) dokter menyatakan bahwa ibu sudah tidak bisa diselamatkan," kata Rigel.

Soekarno memberikan Pending Emas, yang berupa emas seberat setengah kilogram serta uang Rp10 juta, atas jasa Herlina yang turut bergerilya dalam Tri Komando Rakyat (Trikora)--sebuah operasi beranggotakan relawan sipil dengan tugas penyusupan dan penyerangan terbuka di sejumlah wilayah strategis Papua.

Operasi Trikora merupakan pelengkap operasi Mandala yang beranggotakan satuan militer di bawah komando Mayor Jenderal Soeharto--presiden kedua Indonesia.

Dalam operasi Trikora, Herlina ditugaskan bersama 20 sukarelawan sipil lain di hutan-hutan Papua--saat itu masih bernama Irian Barat. Dia adalah satu-satunya perempuan di antara ratusan relawan yang terbagi menjadi 10 kompi.

Sebelum mendaftarkan diri dalam operasi Trikora, Herlina adalah seorang jurnalis di Maluku yang dikenal punya hubungan dekat dengan satuan militer setempat.

Atas keberaniannya sebagai perempuan gerilyawan itulah Soekarno memberi penghargaan Pending Emas.

Namun, dia kemudian mengembalikan penghargaan itu kepada negara untuk menunjukkan niat tulusnya membebaskan Papua, sebuah nama yang Herlina tidak suka karena dianggap "tidak menghargai" perjuangan para relawan dalam membebaskan Irian Jaya.

"Ibu mengembalikan penghargaan itu karena memang niatnya tulus berjuang untuk kemerdekaan Papua," kata Rigel. (*)

Pewarta: Supervisor

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017