Jakarta, (Antara) - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengimbau seluruh operator bus tidak mempermainkan klakson yang saat ini menjadi viral yaitu "Om Telolet Om".
"Kita melihat kegiatan itu sesuatu yang menyenangkan tapi membahayakan, untuk itu kami mengimbau supaya operator bus jangan membuat itu sebagai suatu pertujukan baru yang bisa mencelakakan masyarakat," kata Budi usai memberikan sambutan pada Penganugerahaan Penghargaan Keselamatan Transportasi (Transportation Safety Award) di Kemenhub, Jakarta, Rabu.
Budi akan mengkaji apakah ke depannya akan diberlakukan pelarangan dengan pertimbangan dampak terhadap keselamatan berkendara itu sendiri. "Akan kita kaji," ucapnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan, aturan tentang suara klakson pada Pasal 69 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2), paling rendah yaitu 83 delapan desibel (dB) dan paling tinggi 118 desibel (dB).
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Bambang S Ervan mengatakan perlu dijadi hal yang membahayakan tersebut apakah berasal dari klaksonnya atau kegiatan anak-anak yang meminta supir untuk menyalakan klakson tersebut.
Pasalnya, menurut dia, selama tidak melebihi batas sesuai aturan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan, maka itu tidak termasuk pelanggaran.
"Kalau masih sesuai ketentuan, itu tidak akan menjadi polusi udara, tapi apakah memang dari kegiatan anak-anaknya," ujarnnya.
Namun, dia mengatakan memang ada tempat-tempat tertentu di mana klakson dilarang untuk dibunyikan secara keras, seperti di sekolah dan rumah ibadah.
Kalau itu memang dipasang marka, ini kita 'kan fenomenal, tapi memang jalan bukan tempat bermain anak-anak," ucapnya.
Saat ini memang tengah marak dan menjadi viral di media sosial anak-anak yang meminta dibunyikan klakson kepada supir bus dengan frasa "Om Telolet Om".
Awalnya, kegiatan sederhana, namun membahagiakan anak-anak tersebut dilakukan oleh anak-anak di Jepara, Jawa Tengah, namun belum dikaji apakah berdampak pada keselamatan berkendara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Kita melihat kegiatan itu sesuatu yang menyenangkan tapi membahayakan, untuk itu kami mengimbau supaya operator bus jangan membuat itu sebagai suatu pertujukan baru yang bisa mencelakakan masyarakat," kata Budi usai memberikan sambutan pada Penganugerahaan Penghargaan Keselamatan Transportasi (Transportation Safety Award) di Kemenhub, Jakarta, Rabu.
Budi akan mengkaji apakah ke depannya akan diberlakukan pelarangan dengan pertimbangan dampak terhadap keselamatan berkendara itu sendiri. "Akan kita kaji," ucapnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan, aturan tentang suara klakson pada Pasal 69 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2), paling rendah yaitu 83 delapan desibel (dB) dan paling tinggi 118 desibel (dB).
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Bambang S Ervan mengatakan perlu dijadi hal yang membahayakan tersebut apakah berasal dari klaksonnya atau kegiatan anak-anak yang meminta supir untuk menyalakan klakson tersebut.
Pasalnya, menurut dia, selama tidak melebihi batas sesuai aturan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan, maka itu tidak termasuk pelanggaran.
"Kalau masih sesuai ketentuan, itu tidak akan menjadi polusi udara, tapi apakah memang dari kegiatan anak-anaknya," ujarnnya.
Namun, dia mengatakan memang ada tempat-tempat tertentu di mana klakson dilarang untuk dibunyikan secara keras, seperti di sekolah dan rumah ibadah.
Kalau itu memang dipasang marka, ini kita 'kan fenomenal, tapi memang jalan bukan tempat bermain anak-anak," ucapnya.
Saat ini memang tengah marak dan menjadi viral di media sosial anak-anak yang meminta dibunyikan klakson kepada supir bus dengan frasa "Om Telolet Om".
Awalnya, kegiatan sederhana, namun membahagiakan anak-anak tersebut dilakukan oleh anak-anak di Jepara, Jawa Tengah, namun belum dikaji apakah berdampak pada keselamatan berkendara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016