Kediri (Antara Jatim) - Rektor Universitas Brawijaya Malang, M Bisri membantah tudingan DPRD Kota Kediri yang mengatakan jika UB belum mengantongi izin kegiatan perkuliahan dari Dirjen Dikti.
     
M Bisri menegaskan, jika pembangunan kampus di Kediri, Jawa Timur, adalah legal, sesuai dengan UU RI Nomor 12 Tahun 2012 pasal 34 tentang Pendidikan Tinggi. 
     
"Kampus utama UB terletak di Kota Malang dan rencana kerjasama menyelenggarakan prodi di luar kampus utama akan dilakukan di Kota Kediri. Kota Malang dan Kota Kediri masih berada pada satu provinsi yang sama yakni Provinsi Jawa Timur," katanya dalam rilis yang dikirimkan, Senin.
     
Pihaknya mengungkapkan, dengan peraturan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi tersebut program studi yang diselenggarakan di kampus utama perguruan tinggi dapat diselenggarakan di luar kampus utama dalam suatu provinsi. Jika diselenggarakan di provinsi lain melalui kerjasama dengan perguruan tinggi Setempat.
     
Lebih lanjut, Bisri menjelaskan frasa "Di luar kampus utama" sebagaimana disebutkan dalam Pasal 34 UU Nomor 12 Tahun 2012 tidak dapat dimaknai atau disamakan dengan frasa "Di luar domisili", dalam Permendiknas Nomor 20 Tahun 2011. 
     
Menurut dia, hal ini dikarenakan dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tersebut terdapat peraturan penyelenggaraan program studi di luar kampus utama dalam suatu provinsi, sehingga bisa dilakukan penafsiran bahwa penyelenggaraan prodi tidak hanya di satu kabupaten/kota melainkan juga dapat dilakukan di Kabupaten/Kota lain tapi tetap dalam satu provinsi yang sama.
     
Rektor menambahkan tujuan utama pembangunan UB Kediri adalah untuk membantu Pemkot Kediri dalam merintis pembangunan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Sehingga jika ada PTN di Kediri, maka lulusan SMA dari Tulungagung, Madiun, Kediri, Blitar, Trenggalek, dan Ngawi tidak perlu ke Malang untuk melanjutkan perkuliahan.
     
Proses pembangunan UB kampus Kediri tersebut juga sudah melalui berbagai tahapan, antara lain penandatanganan nota kerjasama antara UB dan Pemkot Kediri, izin dari Pemkot Kediri dan Riset Dikti.
     
Terkait dengan tudingan masalah legalitas seperti yang diutarakan oleh DPRD Kota Kediri, pihaknya menilai masalah itu timbul karena ketidakcocokan pemahaman.
     
"Pemahaman kami ketika sudah sesuai dengan UU RI Nomor 12 Tahun 2012 pasal 34, maka kami mendirikan UB Kampus Kediri sudah sesuai dengan hukum. Jika memang tidak diizinkan, maka sudah dari dulu kami hentikan pembangunannya dan mahasiswanya kami alokasikan di UB Malang saja," katanya. 
     
Pihaknya menambahkan, keputusannya untuk menyelenggarakan prodi di luar kampus utama tersebut seharusnya dimaknai sebagai keputusan tata usaha negara, dimana dalam asas Hukum Administrasi Negara, dikenal Asas "Praduga Rechmatig" yang berarti keputusan tata usaha negara tersebut harus dianggap sah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku selama belum dibatalkan baik melalui upaya administratif ataupun Putusan Peradilan Tata Usaha Negara.
     
Sementara itu, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkot Kediri Apip Permana mengatakan saat ini pembangunan kampus UB masih berjalan. Namun, ia mengakui jika pengajuan untuk pembangunan kampus UB sebesar Rp35 miliar di APBD 2017 ditolak DPRD setempat.
     
Pihaknya tetap berupaya meneruskan pembangunan kampus tersebut dengan tetap berpegang pada koridor yang berlaku, agar pembangunan segera tuntas dan dapat dimanfaatkan.
     
"Kami tetap berupaya meneruskan pembangunan dengan tetap berpegangan serta selalu berpijak di dalam koridor yang berlaku demi menyukseskan program yang pro pada rakyat," katanya.
     
DPRD Kota Kediri menyatakan kampus UB di Kediri belum mengantongi izin kegiatan perkuliahan dari Dirjen Dikti. Proses pembanguan yang dimulai sejak pertengahan Agustus 2016 di Kelurahan Mrican, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, itu juga belum tuntas.  (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016