Surabaya (Antara Jatim) - Legislator mengaku pesimistis pembangunan mega proyek angkutan massal cepat (AMC) berupa trem bisa terealisasi, karena tidak adanya alokasi anggaran di APBN 2017. 
     
 Anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya Vinsensius Awey, di Surabaya, Minggu, mengatakan berdasarkan informasi dari Kementerian Perhubungan ketika Komisi C melakukan kunjungan ke instansi tersebut, ternyata dalam APBN 2017 tidak ada alokasi anggaran untuk membangun trem di Surabaya.
     
 "Karena saat ini, pemerintah pusat tengah berkonsentrasi membangun infrastruktur di Palembang, menjelang pelaksanaan Asean Games di daerah tersebut," katanya.
     
 Menurut dia, ada anggaran sekitar Rp4 Triliun ke Palembang, salah satunya untuk membangun infrastruktur dan proyek angkutan massal berupa Light Rail Transit (LRT) untuk persiapan Asean Games.
     
 Selain itu, Awey menegaskan hingga saat ini Presiden RI Jokowi Widodo juga belum mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres). Padahal, perpres tersebut merupakan kunci untuk membangun moda transportasi massal tersebut.
     
 "Pemkot harus instrospeksi pernyataan Menteri Perhubungan sebelumnya bahwa trem hanya nostalgia belaka," ujarnya.
     
Awey mengatakan angkutan massal cepat, trem sudah tidak cocok dengan masanya. Apabila di negara-negara lain di Eropa seperti Belanda dan Perancis   masih dipertahankan, karena pemerintah setempat juga memang telah mengarahkan masyarakat untuk memilih angkutan massal, dengan membatasi beroperasinya kendaraan pribadi, pajak yang tinggi, maupun aturan lainnya. 
     
 Namun, lanjut dia, berbeda dengan di Surabaya, karena angkutan massal ini sudah pernah beroperasi, kemudian mati karena kalah bersaing dengan umum lainnya.
     
 "Trem di Surabaya mati sekitar tahun 1970-an, karena banyaknya angkutan umum dan pribadi," katanya.
     
 Anggota komisi A ini menilai apabila pembangunan trem dipaksakan maka khawatirnya akan terjadi benturan di jalan raya, sehingga membutuhkan rekayasa lalu lintas, karena kendaraan umum dan pribadi berada di jalur yang sama.
     
 "Kemudian sosialiasi ketertiban kendaraan juga harus terus dilakukan," katanya.
     
Selain itu, lanjut dia, mengingat keterbatasan anggaran, ia khawatir pembangunan trem akan berhenti di tengah jalan karena sebelumnya alokasi dana APBN hanya berkisar Rp155 miliar. 
     
Kendati di Kementrian Perhubungan terdapat dana bantuan yang ditawarkan pemerintah Jerman yang nilainya mencapai Rp1,5 triliun. Namun besaran dana tersebut masih belum mencukupi dari jumlah biaya yang dibutuhkan sekitar Rp2,4 triliun. 
     
 Apalagi, berdasarkan informasi terkini dari Kementrian Perhubungan, akibat inflasi alokasi anggaran yang dibutuhkan saat ini sudah mencapai Rp3,3 triliun.

"Jangan sampai nasibnya sama dengan proyek monorel di Jakarta di era Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo," ujarnya.
     
 Untuk itu, lanjut dia, Vinsensius Awey berharap Pemkot Surabaya menunda pembangunan moda transportasi massal sekitar 1- 2 tahun, kemudian beralih pada proyek pembangunan LRT sesuai program pemerintah pusat. Meski konsekuensinya, anggaran miliaran rupiah untuk kajian pembangunan trem terbuang sia-sia.
     
 "Karena di Semarang, Palembang, Jakarta , Depok dan Bogor, LRT ini yang direalisasikan," katanya.
     
 LRT atau urban transportation ini menurutnya jauh lebih baik dari trem. Keunggulannnya, beroperasi tidak dijalan yang sama. LRT bisa berupa subway atau bawah tanah, maupun di atas. Kelebihan lainnya, moda transportasi ini bisa berjalan tanpa masinis, bergerak otomatis, lebih ringan dan kecepatannya 30 Km/jam.
     
 "Jika areanya bisa diperluas, bisa ada jalur sendiri," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016