Yogyakarta, (Antara) - Presiden Joko Widodo mengatakan praktik pencurian ikan telah berkembang menjadi kejahatan trans-nasional yang serius dan terorganisasi sehingga harus diperangi dengan kolaborasi global.
"Untuk memerangi kejahatan trans-nasional yang terorganisasi tersebut harus dengan kolaborasi global," kata Presiden saat membuka pertemuan Tingkat Tinggi "The 2nd International Symposium on Fisheries Crime" di Gedung Agung Istana Kepresidenan Yogyakarta, Senin.
Jokowi mengatakan pencurian ikan juga terkait dengan kejahatan lain, seperti penyelundupan barang dan manusia, buruh ilegal, penyelundupan narkoba dan pelanggaran terhadap peraturan perlindungan alam dan kebersihan.
"Bila IUU (Illegal, Unreported and Unregulated) Fishing terus dibiarkan merajalela, maka bumi ini, bumi tempat tinggal kita bersama, rumah kita bersama, akan terancam keberlanjutannya," katanya.
Dalam kesempatan itu, Presiden menyatakan penyelenggaraan acara International Fisheries CRIME Symposium yang ke-2 merupakan sebuah kebanggaan bagi Indonesia menerima kepercayaan dari komunitas internasional, untuk menjadi tuan rumah dari sebuah acara yang penting itu.
"Sebab Simposium ini menjadi bukti nyata dari komitmen dan aksi bersama kita untuk mengatasi persoalan IUU Fishing," katanya.
Presiden mengatakan makin banyak negara dan institusi internasional yang menyadari bahwa IUU Fishing adalah kejahatan trans-nasional yang dampaknya luar biasa dan mendunia.
Dampak negatif tidak terbatas pada industri perikanan saja, namun juga mencakup masalah lingkungan.
"Lautan kita yang menutupi 71 persen permukaan bumi, terancam keberlanjutannya dengan adanya praktik IUU Fishing," katanya.
Jokowi juga mengatakan laut adalah sumber pendapatan bagi 520 juta penduduk dunia dan sumber pangan bagi 2,6 miliar orang.
"Praktik illegal fishing telah mengurangi stok ikan dunia sebesar 90,1 persen," kata Presiden.
Pengalaman menunjukkan bahwa Indonesia tidak bisa mendiamkan persoalan IUU Fishing.
Pada tahun 2014, menurut data Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia berada di peringkat kedua produsen terbesar di dunia untuk ikan laut dengan jumlah tangkapan 6 juta ton atau setara dengan 6,8 persen total produksi dunia untuk ikan laut.
"Kita yakin bahwa angka-angka itu masih di bawah potensi maksimal Indonesia karena masih ada praktik IUU Fishing," kata Jokowi.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Untuk memerangi kejahatan trans-nasional yang terorganisasi tersebut harus dengan kolaborasi global," kata Presiden saat membuka pertemuan Tingkat Tinggi "The 2nd International Symposium on Fisheries Crime" di Gedung Agung Istana Kepresidenan Yogyakarta, Senin.
Jokowi mengatakan pencurian ikan juga terkait dengan kejahatan lain, seperti penyelundupan barang dan manusia, buruh ilegal, penyelundupan narkoba dan pelanggaran terhadap peraturan perlindungan alam dan kebersihan.
"Bila IUU (Illegal, Unreported and Unregulated) Fishing terus dibiarkan merajalela, maka bumi ini, bumi tempat tinggal kita bersama, rumah kita bersama, akan terancam keberlanjutannya," katanya.
Dalam kesempatan itu, Presiden menyatakan penyelenggaraan acara International Fisheries CRIME Symposium yang ke-2 merupakan sebuah kebanggaan bagi Indonesia menerima kepercayaan dari komunitas internasional, untuk menjadi tuan rumah dari sebuah acara yang penting itu.
"Sebab Simposium ini menjadi bukti nyata dari komitmen dan aksi bersama kita untuk mengatasi persoalan IUU Fishing," katanya.
Presiden mengatakan makin banyak negara dan institusi internasional yang menyadari bahwa IUU Fishing adalah kejahatan trans-nasional yang dampaknya luar biasa dan mendunia.
Dampak negatif tidak terbatas pada industri perikanan saja, namun juga mencakup masalah lingkungan.
"Lautan kita yang menutupi 71 persen permukaan bumi, terancam keberlanjutannya dengan adanya praktik IUU Fishing," katanya.
Jokowi juga mengatakan laut adalah sumber pendapatan bagi 520 juta penduduk dunia dan sumber pangan bagi 2,6 miliar orang.
"Praktik illegal fishing telah mengurangi stok ikan dunia sebesar 90,1 persen," kata Presiden.
Pengalaman menunjukkan bahwa Indonesia tidak bisa mendiamkan persoalan IUU Fishing.
Pada tahun 2014, menurut data Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia berada di peringkat kedua produsen terbesar di dunia untuk ikan laut dengan jumlah tangkapan 6 juta ton atau setara dengan 6,8 persen total produksi dunia untuk ikan laut.
"Kita yakin bahwa angka-angka itu masih di bawah potensi maksimal Indonesia karena masih ada praktik IUU Fishing," kata Jokowi.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016