Surabaya (Antara Jatim) - Sebanyak 36 perwira operasional dan pengendali kapal perang dari 22 negara se-Asia Pasifik membahas hukum dan implementasinya untuk konflik bersenjata dalam lokakarya yang digelar TNI AL bersama ICRC di Surabaya, 19-23 September 2016.
"Aturan main untuk perang di laut itu sebenarnya sudah ada, tapi workshop ini diikuti perwira operasional yang biasa di lautan, karena itu akan banyak studi kasus untuk implementasi aturan itu," kata Wakil KSAL Laksamana Madya TNI Arie H Sembiring di Surabaya, Senin.
Didampingi Kepala Delegasi Regional Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk Indonesia dan Timor Leste, Christoph Sutter, di sela pembukaan lokakarya ketiga itu, Wakil KSAL mengharapkan lokakarya itu akan menjadi "jembatan" untuk tumbuhnya saling pengertian diantara peserta.
"Kalau ada saling pengertian, tentunya mereka akan tahu aturan penggunaan senjata di laut itu bagaimana dan kapan. Nah, lokakarya ketiga itu dilaksanakan di Indonesia, karena ICRC tahu komitmen Indonesia untuk menjembatani perdamaian di kawasan Asia Pasifik," katanya.
Dalam pembukaan yang juga dihadiri Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini itu, Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor Leste, Christoph Sutter, menyatakan lokakarya sebelumnya dilaksanakan di Singapura dan Thailand, lalu lokakarya ketiga dilaksanakan di Surabaya.
"Sengketa maritim dan teritorial cukup mengemuka di kawasan Asia-Pasifik, karena itu bila ketegangan dibiarkan terus meningkat akan rawan dengan terjadinya bentrokan, sehingga rute perdagangan maritim tersibuk di dunia itu pun akan terganggu," katanya.
Oleh karena itu, ia mengharapkan lokakarya yang ketiga kalinya itu akan dapat mendorong lahirnya dialog terkait implementasi dari aturan yang ada, apalagi Indonesia sendiri memiliki posisi sentral di kawasan Asia Pasifik itu.
"ICRC memiliki keahlian di bidang hukum perang di laut, karena itu kami ingin berbagi dan berdialog soal itu," katanya.
Perwira senior Angkatan Laut yang mengikuti workshop antara lain dari Australia, Bangladesh, China, Fiji, Filipina, Indonesia, Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Korea Utara, Malaysia, Maldives, Myanmar, Pakistan, Selandia Baru, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Vietnam, Amerika, dan Rusia.
Selain berdialog untuk membahas aturan main dan studi kasus, peserta yang melakukan lokakarya selama lima hari itu juga berencana melakukan kunjungan ke Makorarmatim di Ujung, Perak, Surabaya (21/9). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Aturan main untuk perang di laut itu sebenarnya sudah ada, tapi workshop ini diikuti perwira operasional yang biasa di lautan, karena itu akan banyak studi kasus untuk implementasi aturan itu," kata Wakil KSAL Laksamana Madya TNI Arie H Sembiring di Surabaya, Senin.
Didampingi Kepala Delegasi Regional Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk Indonesia dan Timor Leste, Christoph Sutter, di sela pembukaan lokakarya ketiga itu, Wakil KSAL mengharapkan lokakarya itu akan menjadi "jembatan" untuk tumbuhnya saling pengertian diantara peserta.
"Kalau ada saling pengertian, tentunya mereka akan tahu aturan penggunaan senjata di laut itu bagaimana dan kapan. Nah, lokakarya ketiga itu dilaksanakan di Indonesia, karena ICRC tahu komitmen Indonesia untuk menjembatani perdamaian di kawasan Asia Pasifik," katanya.
Dalam pembukaan yang juga dihadiri Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini itu, Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor Leste, Christoph Sutter, menyatakan lokakarya sebelumnya dilaksanakan di Singapura dan Thailand, lalu lokakarya ketiga dilaksanakan di Surabaya.
"Sengketa maritim dan teritorial cukup mengemuka di kawasan Asia-Pasifik, karena itu bila ketegangan dibiarkan terus meningkat akan rawan dengan terjadinya bentrokan, sehingga rute perdagangan maritim tersibuk di dunia itu pun akan terganggu," katanya.
Oleh karena itu, ia mengharapkan lokakarya yang ketiga kalinya itu akan dapat mendorong lahirnya dialog terkait implementasi dari aturan yang ada, apalagi Indonesia sendiri memiliki posisi sentral di kawasan Asia Pasifik itu.
"ICRC memiliki keahlian di bidang hukum perang di laut, karena itu kami ingin berbagi dan berdialog soal itu," katanya.
Perwira senior Angkatan Laut yang mengikuti workshop antara lain dari Australia, Bangladesh, China, Fiji, Filipina, Indonesia, Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Korea Utara, Malaysia, Maldives, Myanmar, Pakistan, Selandia Baru, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Vietnam, Amerika, dan Rusia.
Selain berdialog untuk membahas aturan main dan studi kasus, peserta yang melakukan lokakarya selama lima hari itu juga berencana melakukan kunjungan ke Makorarmatim di Ujung, Perak, Surabaya (21/9). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016