Tulungagung (Antara Jatim) - Umat Hindu di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, berharap segera memiliki pura utama untuk tempat peribadatan mereka menjalani ritual keagamaan di tingkat daerah.
Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia Cabang Tulungagung Sri Suhartin atau biasa disapa Ibi Kasah di Tulungagung, Minggu mengatakan wacana pendirian pura bersama tingkat kabupaten sebenarnya sudah mengerucut di kalangan umat dan pengurus PHDI sejak beberapa tahun terakhir.
"Tahapan menuju ke sana sudah kami mulai dengan membeli lahan di kawasan hutan rakyat lereng Bukit Puthuk, Dusun Tenggong, Desa Wajakkidul, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, seluas sekitar 270 meter persegi," katanya kepada Antara.
Namun menurut dia, PHDI masih terkendala masalah teknis dan prosedur perizinan sebagaimana diatur dalam surat keputusan bersama (SKB) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 tahun 2006/nomor 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB, serta pendirian rumah ibadat.
"Persyaratan sudah kami penuhi. Karena ini rencana pura kabupaten, syarat harus melampirkan dukungan usulan dari 90 umat hindu sudah ada, cuma untuk persetujuan minimal 60 warga sekitar ini kami merujuk dukungan atau persetujuan warga non-Hindu di tingkat kabupaten juga karena ini rencana menjadi pura utama di daerah (Tulungagung)," tuturnya.
Ia mengatakan, mendapat rekomendasi atau persetujuan dari 60 warga sekitar lokasi calon pura dalam pelaksanaannya tidak mudah karena ada beberapa orang warga yang belum sepaham akibat minimnya sosialisasi dan mediasi para pihak terkait, khususnya pemerintah daerah.
"Kalau di sekitar lokasi pura di Dusun Tenggong ini tidak ada masalah, Warga rata-rata semua setuju dan mau tanda tangan, hanya ada memang warga di luar dusun yang masih beda persepsi sehingga izin persetujuan dari desa belum keluar," ujarnya.
Dikonfirmasi terkait hal ini, Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Tulungagung Mashuri menyatakan belum secara resmi mendapat permohonan rekomendasi dari PHDI terkait rencana pendirian pura peribadatan tingkat kabupaten di Dusun Tenggong, Desa Wajak Kidul, Kecamatan Boyolangu.
"Tapi secara informal sudah pernah dibicarakan. Prinsipnya FKUB akan selalu siap membantu memfasilitasi karena memang hak haqiqi setiap umat beragama yang diakui oleh negara untuk memiliki tempat peribadatan," katanya.
Terkait kendala teknis persetujuan dari minimal 60 warga seperti dikeluhkan PHDI, Mashuri menyarankan agar pengurus PHDI bersama lembaga terkait untuk aktif melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada warga sekitar.
"Kalau mengacu SKB menteri di atas, adalah tugas negara dalam hal ini pemerintah daerah untuk memfasilitasi terjadinya dialog antarumat beragama di sekitar Dusun Tenggong, Desa Wajak Kidul agar tidak sampai terjadi disharmoni," ujarnya.
Mashuri mengatakan, hubungan antarumat beragama di wilayah Dusun Tenggong dan Wajak Kidul sejauh ini sebenarnya sudah berjalan baik.
Asumsi Mashuri mengacu pada beberapa kali pelaksanaan upacara keagamaan yang dilakukan umat Hindu di Pura Tulung Urip yang akan dibangun dan dikembangkan menjadi Pura Tulungagung selalu berjalan lancar dan kondusif.
"Kalau selama ini sudah berjalan damai dan toleran, seharusnya pendirian pura juga tidak akan menjadi persoalan bagi warga sekitar kalau tahapan sosialisasi dan dialog lintaskepercayaan dibangun dengan baik, melalui fasilitasi daerah," ujarnya.
Kepala Tata Usaha Kantor Kementrian Agama Kabupaten Tulungagung Imam Saeroji mengatakan secara resmi pihaknya juga belum mendapat permohonan rekomendasi dari PHDI terkait pendirian pura.
Ia mengatakan, syarat pendirian tempat ibadat seperti pura sudah diatur dalam SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, dimana saat pengajuan pendirian rumah ibadat harus disertai/lampiri persetujuan minimal 90 umat/ormas keagamaan pemohon serta 60 persetujuan dari warga sekitar.
"Prosedurnya begitu sesuai SKB menteri. Berkas yang diajukan berikut persetujuan minimal 90 umat dan 60 warga sekitar itu diajukan ke FKUB dan/lalu ke Kemenag untuk mendapat rekomendasi yang selanjutnya dinaikkan ke kepala daerah (bupati) selaku pengambil kebijakan tertinggi di daerah," kata Imam.
Jumlah umat Hindu di Tulungagung menurut keterangan PHDI setempat tercatat ada sekitar 150-an orang sementara yang aktif di PHDI Tulungagung antara 50-100-an orang.
"Kalau mengacu data statistiknya di BPS Tulungagung ada 600-an lebih, namun yang benar-benar tercatat di PHDI hanya 150-an orang," kata Sri Suhartin atau Kasah.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia Cabang Tulungagung Sri Suhartin atau biasa disapa Ibi Kasah di Tulungagung, Minggu mengatakan wacana pendirian pura bersama tingkat kabupaten sebenarnya sudah mengerucut di kalangan umat dan pengurus PHDI sejak beberapa tahun terakhir.
"Tahapan menuju ke sana sudah kami mulai dengan membeli lahan di kawasan hutan rakyat lereng Bukit Puthuk, Dusun Tenggong, Desa Wajakkidul, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, seluas sekitar 270 meter persegi," katanya kepada Antara.
Namun menurut dia, PHDI masih terkendala masalah teknis dan prosedur perizinan sebagaimana diatur dalam surat keputusan bersama (SKB) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 tahun 2006/nomor 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB, serta pendirian rumah ibadat.
"Persyaratan sudah kami penuhi. Karena ini rencana pura kabupaten, syarat harus melampirkan dukungan usulan dari 90 umat hindu sudah ada, cuma untuk persetujuan minimal 60 warga sekitar ini kami merujuk dukungan atau persetujuan warga non-Hindu di tingkat kabupaten juga karena ini rencana menjadi pura utama di daerah (Tulungagung)," tuturnya.
Ia mengatakan, mendapat rekomendasi atau persetujuan dari 60 warga sekitar lokasi calon pura dalam pelaksanaannya tidak mudah karena ada beberapa orang warga yang belum sepaham akibat minimnya sosialisasi dan mediasi para pihak terkait, khususnya pemerintah daerah.
"Kalau di sekitar lokasi pura di Dusun Tenggong ini tidak ada masalah, Warga rata-rata semua setuju dan mau tanda tangan, hanya ada memang warga di luar dusun yang masih beda persepsi sehingga izin persetujuan dari desa belum keluar," ujarnya.
Dikonfirmasi terkait hal ini, Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Tulungagung Mashuri menyatakan belum secara resmi mendapat permohonan rekomendasi dari PHDI terkait rencana pendirian pura peribadatan tingkat kabupaten di Dusun Tenggong, Desa Wajak Kidul, Kecamatan Boyolangu.
"Tapi secara informal sudah pernah dibicarakan. Prinsipnya FKUB akan selalu siap membantu memfasilitasi karena memang hak haqiqi setiap umat beragama yang diakui oleh negara untuk memiliki tempat peribadatan," katanya.
Terkait kendala teknis persetujuan dari minimal 60 warga seperti dikeluhkan PHDI, Mashuri menyarankan agar pengurus PHDI bersama lembaga terkait untuk aktif melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada warga sekitar.
"Kalau mengacu SKB menteri di atas, adalah tugas negara dalam hal ini pemerintah daerah untuk memfasilitasi terjadinya dialog antarumat beragama di sekitar Dusun Tenggong, Desa Wajak Kidul agar tidak sampai terjadi disharmoni," ujarnya.
Mashuri mengatakan, hubungan antarumat beragama di wilayah Dusun Tenggong dan Wajak Kidul sejauh ini sebenarnya sudah berjalan baik.
Asumsi Mashuri mengacu pada beberapa kali pelaksanaan upacara keagamaan yang dilakukan umat Hindu di Pura Tulung Urip yang akan dibangun dan dikembangkan menjadi Pura Tulungagung selalu berjalan lancar dan kondusif.
"Kalau selama ini sudah berjalan damai dan toleran, seharusnya pendirian pura juga tidak akan menjadi persoalan bagi warga sekitar kalau tahapan sosialisasi dan dialog lintaskepercayaan dibangun dengan baik, melalui fasilitasi daerah," ujarnya.
Kepala Tata Usaha Kantor Kementrian Agama Kabupaten Tulungagung Imam Saeroji mengatakan secara resmi pihaknya juga belum mendapat permohonan rekomendasi dari PHDI terkait pendirian pura.
Ia mengatakan, syarat pendirian tempat ibadat seperti pura sudah diatur dalam SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, dimana saat pengajuan pendirian rumah ibadat harus disertai/lampiri persetujuan minimal 90 umat/ormas keagamaan pemohon serta 60 persetujuan dari warga sekitar.
"Prosedurnya begitu sesuai SKB menteri. Berkas yang diajukan berikut persetujuan minimal 90 umat dan 60 warga sekitar itu diajukan ke FKUB dan/lalu ke Kemenag untuk mendapat rekomendasi yang selanjutnya dinaikkan ke kepala daerah (bupati) selaku pengambil kebijakan tertinggi di daerah," kata Imam.
Jumlah umat Hindu di Tulungagung menurut keterangan PHDI setempat tercatat ada sekitar 150-an orang sementara yang aktif di PHDI Tulungagung antara 50-100-an orang.
"Kalau mengacu data statistiknya di BPS Tulungagung ada 600-an lebih, namun yang benar-benar tercatat di PHDI hanya 150-an orang," kata Sri Suhartin atau Kasah.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016