Pamekasan (Antara Jatim) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pamekasan, Jawa Timur, mengharamkan praktik jual beli proyek, karena hal itu dinilai akan menjadi pemicu persaingan usaha yang tidak sehat, serta melanggar ketentuan syariat Islam.

"Semua bentuk kegiatan yang bertentangan dengan syariat Islam itu terlarang, termasuk praktik jual beli proyek yang saat ini marak terjadi di Pamekasan," kata Wakil Ketua DPC PPP Pamekasan Halili kepada Antara di Pamekasan, Kamis.

Halili mengemukakan hal itu menanggapi praktik jual beli proyek yang biasa dilakukan sebagian rekanan untuk mendapatkan jatah pengerjaan proyek di lingkungan Pemkab Pamekasan.

Menurut Halili, praktik jual beli proyek itu memang sulit dibuktikan, namun sudah menjadi rahasia umum di kalangan pelaksana proyek.

"Praktik jual beli proyek ini kan seperti kentut. Dapat dirasakan ada baunya, tapi bentuknya sulit dibuktikan, karena kedua belah pihak, yakni antara rekanan pelaksana proyek dan pemberi pekerjaan proyek sama-sama diuntungkan. Jadi sulit dibuktikan," katanya.

Besarannya, antara 15 hingga 30 persen dari nilai proyek, bahkan ada yang menetapkan 40 persen.

Sistemnya dibayar dimuka, sebelum proyek itu digelar. Jika nilai proyek yang hendak dikerjakan oleh rekanan pelaksana proyek Rp100 juta, maka rekanan itu harus membayar sekitar Rp30 juta (jika kesepakatannya 30 persen) kepada joki atau makelar proyek.

Wakil Ketua PPP Halili mengatakan, praktik jual beli proyek inilah yang menyebabkan kualitas proyek di Pamekasan sangat jelek, sehingga banyak proyek yang cepat rusak, dan hanya seumur jagung.

"Karena 'fee' antara 15 hingga 30 persen itu pasti diambilkan dari dana proyek itu," kata Halili.

Khusus di kalangan pengurus PPP, pihaknya akan melakukan pembinaan internal, dan meminta agar mereka bekerja secara sehat, dan tidak terlibat dalam praktik haram yang dilarang oleh agama itu.

"Ini memang membutuhkan komitmen. Tapi kami yakin, kader-kader PPP tidak akan melakukan praktik yang dilarang oleh agama ini," kata Halili yang juga Ketua DPRD Pamekasan ini.

Di Pamekasan praktik jual beli proyek sudah berlangsung sejak delapan tahun lalu dan kebayakan terjadi pada proyek dengan sistem penunjukan langsung. 

Awalnya paket beli proyek ini hanya 10 persen dari nilai total proyek, dan kemudian naik menjadi 15 persen, dan kini menjadi 30 persen, bahkan ada yang menyepakati membeli hingga 40 persen.

Kalangan analis kebijakan publik di Pamekasan menilai, adanya praktik jual beli proyek inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya serapan anggaran di Pamekasan, karena terjadi tarik ulur kepentingan, antara pembeli paket proyek dengan partai pendukung penguasa lokal.

Namun, Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Pemkab Pamekasan Rahmat Kurniadi Suroso membantah hal itu. 

"Tidak ada praktik jual beli proyek. Itu diluar sistem kami," katanya seusai menghadiri rapat degar pendapatan tentang rendahnya serapan anggaran di DPRD Pamekasan, Kamis. (*)

Pewarta: Abd. Azis

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016