Oleh Yasin Mohammad *).

Judul diatas penulis kutip dari salah satu judul bab dalam buku karya Ir Soekarno (Bung Karno) yang berjudul "Mencapai Indonesia Merdeka", judul itu sengaja penulis kutip untuk menanggapi perkembangan demokrasi di Indonesia.

Dalam sistem politik moderen di negara penganut paham demokrasi seperti Indonesia, peran partai politik adalah sebuah keniscayaan, atau kunci utama dalam mewujudkan negara ideal dengan pemerintahan yang progresif. Partai politik yang memimpin, mendidik, membimbing, dan memperjuangkan perubahan dan kepentingan rakyatnya menjadi kunci kebesaran bangsa.

Anehnya, Indonesia yang sedang berkembang demokrasinya justru bertolak belakang dengan yang seharusnya, bahkan penduduknya tidak memiliki kepercayaan atau trust pada institusi bernama partai politik.

Demokrasi dan partai politik adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan dalam sebuah sistem politik, tidak ada sistem politik moderen yang berjalan di sebuah negara atau bangsa tanpa adanya partai politik, terkecuali di sebuah negara atau bangsa yang menganut sistem politik otoriter dan tradisional dengan menjadikan raja atau penguasa dalam menjalankan kekuasaannya dan bergantung pada tentara dan polisi untuk mengontrol kekuasaannya.

Pembangunan demokrasi dalam sebuah negara membutuhkan kehadiran sebuah partai politik,   di dalam sistem politik moderen sistem demokrasi perwakilan sudah menjadi keharusan dengan mekanisme sistem perwakilan, yang mana partai politik mengirimkan wakil rakyatnya.

Jauh-jauh hari Bung Karno telah berpesan betapa pentingnya keberadaan sebuah partai politik, menurutnya kemenangan perjuangan sebuah bangsa hanya bisa digapai apabila ada sebuah partai yang gagah berani pandai memimpin dan membangkitkan mental rakyatnya.

Di Mesir ada partai Wafdyang dipimpin oleh Mustafa Nasar Pasha, yang berhasil memperjuangkan kemerdekaan Mesir dari penjajahan Inggris, di negeri Tiongkok ada partai Kuo Min Tang di bawah pimpinan Sun Yat Sen mampu memimpin rakyatnya melakukan revolusi 1911 menumbangkan Kaisar Dinasti Manchu, kemudian pergerakan kaum proletar di daratan Eropa juga tidak lepas dari peran partai politik. Demikian Bung Karno mencontohkan perubahan besar sebuah bangsa yang diraih melalui partai politik.

Singkatnya, Bung Karno berpesan bahwa perubahan hanya akan terwujud apabila sebuah negara memiliki partai politik. Dalam bahasa Bung Karno "pergerakan janganlah hanya pergerakan kecil-kecilan, hanya perbaikan kecil yang tercapai saat sekarang, melainkan pergerakan yang ingin merubah dan menjebol menuju kepada suatu transformasi yang menjungkirbalikkan kondisi yang ada sekarang". Menurutnya, dibutuhkan massa aksi yang radikal untuk menggapai perubahan secara total, dan itu hanya bisa di raih melalui sebuah partai politik yaitu partai politik yang menjadi pelopor daripada rakyatnya menuju kebangkitan sebuah bangsa dan kemenangan rakyatnya.
 

Krisis Parpol

Saat ini ketertarikan masyarakat dengan parpol sangat rendah, ketertarikannya hanya kepada tokoh, dan loyalitas pada sosok tokoh atau figur Parpol bukan didasarkan pada profil, visi-misi dan kinerja Parpol.

Tentu hal ini menunjukkan bahwa keberadaan parpol di Indonesia jauh dari yang seharusnya, Parpol keberadaannya tidak berfungsi dan berjalan sebagaimana mestinya. Perilaku buruk parpol tersebut jelas mencederai amanah UU.

Tugas Parpol sebagaimana ketentuan UU Nomor 2 Tahun 1999 dan UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan bahwa Parpol memiliki fungsi, tanggung jawab, dan kewajiban melakukan sosialisasi, komunikasi, pendidikan politik dan melakukan kaderasasi. Apalagi merujuk pada ketentuan PP Nomor 51 Tahun 2001 dan PP Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Terhadap Partai Politik, untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya tersebut, maka Parpol dipasok anggaran dari APBN dan APBD.

Nampaknya gagasan Bung Karno masih relevan dalam perkembangan sistem politik moderen seperti saat ini terutama di Indonesia. Apalagi kondisi Indonesia saat ini yang sedang dalam kondisi kritis, kritis akibat krisis yang terjadi pada institusi partai politik dan berdampak pada rendahnya trust masyarakat kepada partai politik.

Salah satu penyebabnya adalah buruknya kelembagaan partai politik, akibat ulah petinggi dan elit Parpol yang ada di dalamnya yang sering mencederai fungsi dan tugas Parpol. Parpol dikelola dengan "mindset" manajemen bisnis, sudut pandang untung rugi, politik pragmatis yang mengesampingkan proses.

Munculnya pemimpin-pemimpin partai dari kalangan saudagar menunjukkan betapa pragmatisnya perilaku politik di Indonesia, kasus mahar politik, perekrutan kader instan dan comotan (vote getter) atas pertimbangan modal popularitas atau finansial dalam praktik Pemilu dan Pemilukada selama ini adalah salah satu contoh perilaku buruk partai politik.

Tidak heran jika saat ini mencuat dukungan yang menggeliat terhadap calon-calon independen oleh publik jelang Pilkada 2017 akibat buruknya perilaku partai politik tersebut. Puncaknya adalah menghadapi Pilkada 2017 nampak jelas kejenuhan publik pada Parpol, partai politik seperti tidak adanya gunanya lagi, partai politik dinilai tidak ubahnya perkumpulan kaum elit, saudagar, yang tidak peduli akan nasib rakyatnya, menjadikan konstituen sebagai objek pencitraan dan mendulang suara pada saat pesta demokrasi diselenggarakan. 

Apa gunanaya ada partai? Boleh saja sebagian kalangan menafsirkan keberadaan partai hanya sekadar kendaraan atau alat memperoleh kekuasaan dan akses pemerintahan, yang lebih ekstrem sekadar alat memperkaya diri, dengan diraihnya akses-akses bisnis melalui kendaraan partai politik. Iya, memang tugas utama partai diantaranya adalah ikut serta dalam pemilu dan memenangkan pemilu tentunya. Apakah cukup sekadar itu?.

Banyak tugas penting parpol yang juga harus dilihat dimana partai politik juga memiliki tugas meng-agregasi-kan kepentingan-kepentingan masyarakat melalui partai politik, partai politik dalam kehidupan bernegara juga punya fungsi penting yaitu menyediakan alternatif kebijakan untuk kepentingan rakyat, yang tidak kalah krusial tentu adalah partai politik sebagai organisasi kelembagaan yang terus menerus melakukan kaderisasi dan memproduksi calon-calon pemimpin. Pada akhirnya keberadaan partai politik adalah dalam rangka konsolidasi demokrasi Indonesia.

Penting kiranya bagi partai politik untuk segera melakukan koreksi dan intropeksi agar kembali bisa merebut hati rakyatnya. Perubahan mendasar dan revitalisasi Parpol sangat mendesak bagi Parpol di Indonesia. Parpol yang tidak mampu menyelesaikan masalah dan tidak bisa menjalankan tugas dan fungsi Parpol jelas akan terancam ditinggalkan oleh konstituennya, bahkan bisa terancam musnah secara perlahan. Parpol yang bisa menjalankan tugas, fungsi, dan kewajibannya (dalam kaderisasi atau proses penggemblengan pemimpin) pada akhirnya yang akan bertahan di dalam sistem poltik moderen. (*).

--------
*) Penulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN).

Pewarta: Oleh Yasin Mohammad *)

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016